"Kenapa harus dengan Sarah, Yah?" tanyaku heran."Karena Sarah juga sedang butuh uang."Tanpa pikir panjang, aku keluar dan mendatangi ruangan Sarah."Sar, dipanggil sama Ayah. Beliau ada di ruanganku."Sarah sedang fokus di laptopnya, ia menoleh sebentar, lalu fokus lagi ke laptopnya."Sar, ayo. Temui Ayahmu dulu!" kataku."Oke, sebentar," katanya.Lalu ia dan aku menuju ruanganku yang sempit dan hanya difasilitasi kipas angin saja. Berbeda dengan ruangan yang dipakai Sarah sekarang. Setibanya di ruanganku, kami duduk berdampingan. Ayah mulai berbicara."Begini, saat ini Ayah tau kamu masih butuh uang untuk menutupi harga kost-kostan yang akan kau beli. Ayah sebenarnya ingin menambahkan, tapi ini kan bisnis. Bagaimana jika semua tambahan biaya akan ayah tanggung, tapi ditukar dengan rumah dan salah satu mobil kalian pada Ayah!" Aku melongo dengan pernyataan Ayah mertuaku. Sarah bilang, Ayahnya yang akan menanggung kekurangannya. Ternyata ia tak mau rugi juga, minta rumah yang kami
"Dek, ayolah aku mau ikut numpang pake mobilmu. Lagipula kenapa mobilku yang dijual?""Nggak bisa, Mas. Aku harus nganterin Reza ke rumah Ibu. Lagipula aku ada urusan sebentar dengan beberapa orang. Kalau kamu ikut aku, bisa terlambat. Malu dong sama karyawan lain! Trus kenapa mobil yang Mas pake karena mobil yang kupakai memang sudah kupunya sejak gadis. Aku pantang untuk menjualnya. Lagipula sekarang aku pimpinan, masa aku naik angkutan umum. Ya nggak lah, kamu aja Mas, lebih cocok!" jelasku panjang lebar, mudah-mudahan bisa ditelannya matang-matang.Namun Mas Dafa malah balas membulatkan matanya."Kenapa lagi sih, Mas?" tanyaku karena tak terima dipelototi olehnya."Kenapa tiba-tiba aku jadi bawahanmu, Sarah? Apa salahku pada Ayah? Kurasa selama ini pekerjaanku baik-baik saja. Malah aku sangat berprestasi, kalian akan memiliki percetakan cabang Bogor. Setelah sukses, aku yang didepak. Aku jadi tau karakter Ayahmu sekarang," katanya.Aku menahan emosiku agar tidak meledak dihadapann
Waalaikumsalam, Ari. Kamu makin ganteng aja sekarang," kata Ayah. "Iya, ini putri saya. Kalian pernah ketemu kan?""Iya, lah. Kami bertemu saat aku akan melihat kost-kostan yang akan dibeli.""Iya. Semua sudah beres, Bu. Pak Satrio itu sangat cepat dalam urusan seperti ini. Beliau tidak mau membuat penjual tak nyaman.""Iya, saya tau. Oya, itu berarti untuk pembayaran kost bulan depan, semua akan masuk padaku kan?" tanyaku."Iya, tentu. Nanti kita temui para mahasiswa ya! Biar sekalian kenalan sama ibu kost baru," katanya."Oke boleh deh, Pak Ari. Duh, saya jadi nggak enak ketemu para mahasiswa. Eh, tapi itu kost perempuan kan ya?" tanyaku."Iya. Kost perempuan. Saat ini seluruh kamar full ada yang ngisi. Saya jual satu kost, sebenarnya masih punya beberapa rumah kost. Jadi saya hanya menjual satu saja buat putri Pak Satrio," katanya.Dalam hati aku berdecak kagum atas diri Pak Ari. Masih muda tapi sudah punya beberapa kost-kostan dengan nilai miliaran.Kami duduk bersama di ruang tam
DafaSarah memberiku jatah 20 juta. Katanya kalau kebutuhanku hanya untuk diri sendiri, jadi bagian dia lebih besar. Aku tak mau ribut, akhirnya setuju saja dengan apa katanya.Kubelikan tas pesanan Ranti, ditambah pesanan lain berupa makanan serta aku belum melunasi kontrakan Ranti setahun kedepan. Kemarin baru kubayar sepuluh juta, tinggal sepuluh juta lagi belum kulunasi.Selanjutnya, setelah kubayar semua, uangku tinggal lima juta. Aku berpikir untuk membeli sebuah motor bekas agar bisa kugunakan untuk pulang ke Bogor. Tak terbayang kalau harus menggunakan angkutan umum, bisa lelah aku di jalan.Aku pun menemukan motor bekas masih lumayan bagus seharga lima juta rupiah. Setelah deal dengan pemiliknya, motor langsung kubawa pulang.Kukira terlambat sampai rumah, karena Sarah tak muncul di kantor sampai ku pulang. Ternyata ia belum ada di rumah. Kemana perginya dia? Masa di rumah Ayah sampai lupa pulang?Menjelang pukul tujuh malam, ia sampai dengan Reza yang tertidur."Kamu dari ma
"Tak usah sedih lah, jabatan datangnya dari Allah. Terima saja ketetapan yang diberikan. Toh, yang jadi pimpinan itu istriku juga," jawabku padanya.Ia pun paham. Aku memang terima saja apa yang ditakdirkannya. Termasuk saat aku ditakdirkan untuk menikah lagi dengan wanita secantik Ranti. Ia benar-benar sempurna bagiku. Aku begitu tergila-gila padanya.Sampai-sampai, saat ini pun aku selalu memikirkannya walau jam pulang masih satu jam lagi.Tak lama, Sarah datang ke ruanganku. "Mas, titip makanan ini buat Ibu, ya!" Ia memberikan sebuah cake toping coklat. Wah, kue seperti ini seleranya Ranti. Bisa-bisa nanti Ranti yang makan kue ini."Oke, terima kasih, ya, Dek. Kamu memang menantu yang perhatian. Sebentar lagi aku langsung pulang ya! Kamu hati-hati di rumah, ya, Dek!""Nggak apa-apa, Mas. Aku sudah biasa ditinggal kok. Aku kembali ke ruanganku, ya!" "Oke, Dek!" ucapku.Istriku makin cantik dan berisi setelah ia bekerja kembali. Mungkin kebahagiaannya bisa bekerja dan bukan di ruma
Kali ini aku pulang kantor dengan hati senang. Semoga saja rencanaku berhasil. Aku belikan kue untuk dibawa ke Bogor yang telah dicampur dengan obat pencahar.Tinggal menunggu Mas Dafa pulang nanti semoga saja rencana ini berhasil.***Mas Dafa nggak pulang sejak hari Senin. Ada apa dengan dia? Seenaknya saja nggak masuk. Baru aja dijadikan koordinator produksi. Kalau dia mangkir terus, bakal kukeluarkan dari kantor. Masih banyak orang cerdas yang butuh pekerjaan, namun Mas Dafa malah menyepelekan pekerjaan.Apa perlu kudatangi rumah ibunya? Biar segera terbukti kalau ia tak ke rumah ibunya. Namun, kerumah wanita itu.Saat tiba di kantor, Ayah sudah ada. Beliau sesekali mengontrol kami. "Bagaimana Sarah, apa ada kesulitan?" tanya Ayah."Nggak, Yah. Insya Allah dalam sebulan sudah bisa dioperasikan. Sekarang sedang open recruitment para karyawan. Mereka wawancara hari ini di sini," kataku."Sudah ada tim wawancaranya?""Sudah, Yah. Aku dan Pak Ari.""Oh, jadi hari ini Ari akan ke sin
Kebetulan sekali ia juga mampir ke sini. Padahal ada nasi kotak yang disediakan oleh kantor. Entah kenapa aku tak selera menyantapnya. Aku hanya ingin minum segelas es cappucino."Oh, boleh-boleh. Silahkan duduk, Pak.""Bu Sarah ternyata ke sini juga. Saya kebetulan tadi sudah makan, jadi makanannya buat nanti saja. Karena ngantuk, sepertinya butuh kopi yang menyegarkan."Wah, ternyata alasan kami sama-sama ingin ngopi. "Iya, sama akupun hanya ingin ngopi saja, Pak.""Hahaha," ia tertawa menanggapiku. "Oya, untuk sesi setelah istirahat masih berapa orang lagi? Saya nggak bisa lewat dari jam empat ya," katanya."Memangnya ada acara penting ya, Pak?" "Nggak sih. Mamaku kebetulan sedang ulang tahun. Aku ingin memberikan kejutan buatnya.""Oh gitu. Beruntung sekali ya mamamu." Kata-kata ini keluar begitu saja dari mulut ini."Apa? Sebenarnya aku yang beruntung memiliki mama seperti mamaku. Ia seorang mama yang penyayang. Walau sampai saat ini aku belum menikah, ia tetap sabar walau kada
"Mau kemana, Mas?" tanyaku saat ku pulang, ia malah berkemas membawa ransel dan tas besar."Papa mau kemana?" tanya Reza anak kami. "Papa mau ke rumah Nenek di Bogor," jawabnya."Aku ikut, Pa!" pinta Reza. Ia memeluk papanya dari depan.Dafa bergeming. Ia hanya menyingkirkan Reza dari hadapannya."Nggak bisa! Kamu sama Mama aja. Mama lebih membutuhkan kamu daripada Papa," jawab Mas Dafa.Reza menangis dan berlari kearahku."Ma, Papa mau pergi. Eza nggak boleh ikut!" katanya sambil terisak."Nggak apa-apa, Za. Kamu sama Mama aja. Nanti kita lupain Papa aja dengan jajan di alf*mar*," jawabku.Mas Dafa menoleh, lalu memandangku penuh kebencian."Apa maksud perkataanmu, Sarah?" tanyanya sembari membulatkan kedua matanya."Iya, Reza harus melupakan kejadian hari ini. Mungkin dengan mengajaknya jajan, ia lupa permasalahannya denganmu," jawabku."Kamu tuh jadi istri, nggak ada bagus-bagusnya. Bicara pun menyakiti suaminya," katanya.Aku diam. Biar saja dia mengoceh sesukanya. Setelah ini, a