Share

Bab 2

Author: Evie Yuzuma
last update Last Updated: 2023-04-25 13:56:31

“Sabar, ya, Dek! Maafkan pekerjaan Mas yang tidak keren seperti suaminya Mbak Miranda yang kantoran! Padahal kan pendapatan Mas sekarang saja sudah mulai lebih besar dari pada gaji UMR yang ada! Makanya kamu udah gak usah jualan sayur lagi! Mending di sini bantuin Mas bikin konten biar lebih menarik lagi,” ujarnya.

“Gak apa, Mas! Biar nanti ketika kita sukses bisa memberikan kejutan yang indah untuk mereka! Biar mereka menganga melihat tukang ngendon dan tukang sayur tapi isi rekeningnya lebih besar dari pada suaminya Mbak Miranda yang pekerja kantoran!” ucapku sambil mencoba tersenyum.

Mas Yasa tersenyum lembut. Dia lelaki yang sangat pengertian sebetulnya. Cuma memang karena waktunya habis di kamar jadi seolah dia lelaki yang tidak bertanggung jawab terhadap keluarga.

Pernah dulu beberapa kali menggantikanku keliling menjual sayur. Kami bertukar posisi. Aku dimintanya untuk membuat konten agar tidak terlalu berat kerjanya. Namun dalam hitungan hari, jam tayang langsung menurun drastis. Beberapa subscriber left juga. Daripada semakin parah, akhirnya kami bertukar posisi semula.

“Nih, Dek lihat! Ini uang hasil gajian dari youtube bulan ini!” Mas Yasa menunjukkan sms banking pada gawainya di mana sudah ada uang masuk.

“Alhamdulilah, Mas! Ini biar ditabung saja buat beli rumah, Mas! Aku masih akan tetap jualan sayur selama kita belum punya rumah dan usaha sendiri! Kalau ngonten gini ‘kan rame-ramean, ya, Mas?” tanyaku sambil menatapnya. Alika kini tengah beralih fokus menonton layar laptop dan menonton film kartun kesukaannya.

“Iya kan semua ada plus minusnya! Kalau kerja kantoran gaji tetap jadi tiap bulan sudah pasti dapet segitu, tapi ya segitu saja! Kalau kayak Mas gini bebas! Bisa dapet berkali-kali lipat tapi bisa juga gak dapat!” ujarnya.

“Hmmm … iya, Mas! Gak apa lah … saat ini yang penting kita bisa makan. Sama uangnya jangan diboros-boroskan, Mas! Kita lebih baik perih sekarang asal punya rencana dan tabungan buat masa depan! Aku pengen buka usaha, Mas! Jadi sekarang aku akan bantu kamu semampu yang kubisa!” ujarku.

“Tapi bisa gak kalau kamu gak usah keliling jualan sayur lagi, Dek! Mas sakit kalau kamu dihina-hina dan dikatain terus sama Mbak Miranda!” ucapnya lirih.

“Biar aja, Mas! Sudah kenyang juga aku dari dulu! Nanti tiap bulan boleh aku ngasih ibu, Mas? Biar Bapak gak rewel lagi kalau kita kasih duit! Jadi anggap saja kita ngontrak!” ucapku sambil menatapnya.

“Atau kita ngontrak saja, Dek?” Dia menatap ke arahku. Memberikan ide yang sudah lama terpikir olehku.

“Kalau kita ngontrak, Alika sama siapa kalau aku jualan sayur, Mas? Kan kalau lagi rewel dia malah gangguin kamu terus jadi gak bisa buat ngonten waktunya! Nanti malah makin lama kita bisa beli rumah, Mas!” ucapku sambil melirik ke arah putri kecil kami.

Memang selama di sini, dengak keberadaan ibu, aku tidak khawatir ketika meninggalkan Alika. Kadang Mas Yasa juga gak bisa full jagain dia.

“Mel! Mela!” Kudengar Ibu memanggil dari luar disertai ketukan pada daun pintu. Bahasan kami berhenti sebentar. Lalu aku berjalan menghampirinya.

“Ada apa, Bu?” tanyaku.

“Dipanggil Bapak, katanya ada yang mau diobrolkan dengan Yasa!” ujarnya.

Aku mengerutkan dahi. Tumben sekali Bapak mau mengobrol dengan Mas Yasa. Padahal selama ini jika bertemu pun jarang bertegur sapa.

“Tumben, Bu? Ada apa?” tanyaku akhirnya.

“Ibu juga gak tahu, temuin saja! Ibu mau nganter dulu kue dari Bu RT ke rumah Miranda! Buat kalian ada di meja makan, ya!” ujar Ibu. Wanita yang tidak pernah berucap kasar maupun menyakiti hati kami selama di sini.

Akhirnya aku menggendong Alika dan mengikuti Mas Yasa yang berjalan ke depan menemui Bapak. Wajahnya tampak suram ditekuk ketika menatap ke arah menantu yang memang selama ini sangat tidak disukainya.

“Bapak manggil saya?” tanya Mas Yasa sopan.

Kami duduk pada kursi bambu yang berhadapan dengan tempat Bapak duduk. Dia menatap tajam pada Mas Yasa.

“Iya, Bapak mau bicara serius sama kamu!” ucapnya.

“Mau bicara apa, Pak?” tanya Mas Yasa pelan.

“Kemarin Juragan Amir datang ke sini! Dia sedang mencarikan calon istri untuk anaknya yang duda! Si Amran itu sudah dari dulu juga suka sama si Mela!” ujarnya menjeda. Perasaanku sudah tidak enak dibuatnya.

“Lalu apa hubungannya dengan saya, Pak?” Mas Yasa mengerutkan dahi.

“Saya menginginkan menantu dengan pekerjaan yang jelas! Anak saya harus memiliki orang yang bisa membahagiakannya! Menafkahinya secara lahiriah juga!” ucapnya menjeda. Dipadamkannya rokok yang masih setengah dihisapnya.

Aku dan Mas Yasa masih berdiam melanjutkan kalimat Bapak.

“Selama dua tahun ini, saya lihat kamu hanya berleha-leha dan gak ada kemauan sama sekali. Malah si Mela yang wara-wiri ke sana ke mari mencari rezeki! Hari ini sudah saya putuskan, Bapak ingin agar kamu menceraikan Mela!

Bapak mau menjodohkan Mela dengan Amran yang sudah jelas-jelas memiliki pekerjaan meski hanya seorang supir di pabrik! Tapi jelas-jelas dia punya masa depan!” ujarnya pelan, tegas dan penuh penekanan.

“Mela gak mau, Pak!” Aku langsung menyambar kalimat Bapak. Dia pikir aku itu apa? Semudah itu menentukan hidup dan masa depan hanya karena melihat semuanya dari cangkang.

“Mela! Dengerin Bapak! Semua ini demi kebaikan kamu! Sekarang Kamu pilih, mau tetap menganggap Bapak sebagai orang tua kamu dan mengikuti keinginan Bapak? Atau tetap memilih lelaki pengangguran ini sebagai suami kamu, dan anggap saja Bapakmu ini sudah mati?” teriaknya.

Aku sampai mengelus dada. Kupeluk Alika erat-erat. Menyesal tidak membiarkannya ikut ibu ke rumah Mbak Miranda saja. Kini, anakku harus menyaksikan perbuatan tidak menyenangkan seperti ini.

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • SUAMIKU YANG BAPAK HINA   Bab 37

    Bapak dari Mela sudah kembali dibawa pulang, keadaannya masih belum ada perubahan. Penyakit stroke bukan hal yang bisa cepat diobati. Butuh waktu, butuh biaya dan butuh kesabaran. Utang Miranda pada Mela dan Yasa sudah dilunasi, kini dia membeli satu buah rumah kecil dari bambu untuknya tinggal. Tidak jauh dari rumah orang tuanya hingga bisa bolak balik juga menjenguk kondisi Bapaknya bergantian dengan Mela.Kini, Miranda mau tidak mau harus berpikir untuk menapkahi kehidupannya karena Hasim masih mendekam dalam penjara. Jika dulu dia selalu mencibir Mela dan merendahkannya karena suaminya tidak memiliki pekerjaan tetap dan status Mela harus kerja keras menjual sayuran, kini berbalik. Miranda kini berjualan sayur keliling dengan mengambil sayur-mayur dari kebun Mela, nanti setiap mengambil yang baru dia akan setor uang penjualan tadi pagi.Seminggu dua kali, Yasa mengantar mertuanya ke rumah sakit untuk berobat, bagaimanapun ini sudah jadi tanggung jawab dia untuk berbakti, seburuk

  • SUAMIKU YANG BAPAK HINA   Bab 36

    Lelaki sepuh itu segera dibopong oleh Yasa---menantu yang selama ini dinistakannya. Menantu yang selalu dihina karena tidak memiliki pekerjaan tetap, menantu yang bahkan diusir dan tidak dianggap.Ada tetesan bening mengalir di sudut netra lelaki tua itu. Dia mencoba bicara tetapi tidak jelas.Di dalam mobil, Mela memangku kepala sang Bapak sambil tak henti berdoa. Dipijatnya lembut tangan keriput yang tiba-tiba menjadi kaku itu. “Bapak, sabar, ya … sebentar lagi kita akan tiba di rumah sakit,” lirih Mela sambil menghapus air mata. Anak mana yang tega melihat orang tuanya terkapar seperti itu. Bu Tati---sang istri duduk dan memijat bagian kaki. Beruntung Alika mau duduk sendiri di kursi depan. Dia sesekali nemplok pada sandaran kursi dan melihat semua yang terjadi di belakang.“Kakek kok bobok, Mah?” tanyanya sambil menatap Mela. “Iya, Sayang … Kakek lagi sakit,” jawab Mela singkat. “Nenek sama Mama kenapa nangis?” tanya Alika lagi.“Mama lagi berdoa biar Allah sembuhkan kakek,” j

  • SUAMIKU YANG BAPAK HINA   Bab 35

    “Mbak, bolehkah aku berada di dekat suamimu sebentar, saja!” batin Yesa merangkai kata. Namun gegas dia menepisnya. Tidak mungkin berkata demikian karena pasti akan menyakiti Mela.“Aku tidak akan merebut Mas Abi, Mbak! Aku hanya ingin tinggal satu atap dengan dia.” Lagi-lagi batinnya menepisnya. Meskipun perasaannya sudah terlanjur tumbuh tetapi logikanya masih berjalan. Yesa masih menggunakan rasa empatinya. Jika dia berada di posisi Mela, pasti akan sakit mendengarnya. Namun apakah jika Mela berada di posisinya akankah berpikir sama juga? “Kami pulang dulu, Bro!” Suara Ilham membuyarkan pikiran Yesa yang sedang kacau tak karuan. “Ya sudah hati-hati, salam buat keluarga di Surabaya,” ucap Yasa. “Oke, maen lah sono! Nyokap Lu pasti seneng jika bisa melihat cucu cantiknya,” ucap Ilham sambil mencubit gemas pipi Alika. “Iya, nanti pasti mereka akan gue ajak ke Surabaya, kok!” ucap Yasa datar. Bahkan dia pun belum tahu kapan. “Pulang dulu, ya, Mbak! Makasih sudah menampung adikku y

  • SUAMIKU YANG BAPAK HINA   Bab 34

    “Aku harus sudah pulang, semuanya sudah selesai di sini … padahal aku enggan, ingin tinggal di sini lebih lama lagi!” gumam Yesa sambil membereskan pakaiannya. “Jika di Surabaya nanti, aku hanya bisa menatapnya lewat layar kaca, tetapi jika di sini setidaknya aku bisa sesekali bercengkrama dengannya meski aku hanya memposisikan diri sebagai adiknya agar mereka tidak curiga.Ah, andai waktu bisa berputar, dulu aku ikut saja dengannya merantau! Semenjak hari itu, bahkan aku belum pernah lagi merasakan jatuh cinta pada lelaki lain! Trauma itu menyisakkan sesuatu yang janggal dan ketika bertemu dengannya kembali hati ini terasa aman dan damai!” ucap Yesa sambil menatap pantulan wajahnya pada cermin. “Ye, kita makan siang dulu!” Suara Mela membuatnya menoleh. Perempuan itu tengah berdiri di depan kamarnya. “Iya, Mbak!” jawab Yesa datar. Sementara itu, Mela sudah kembali menghilang. Gadis itu masih meneruskan mengemasi pakaian. “Mas, Abi … maaf jika di hati ini terselip sesuatu yang sa

  • SUAMIKU YANG BAPAK HINA   Bab 33

    Yasa sudah pulang dari acara manggungnya. Kini dia dan Ilham tengah mengusut tentang beberapa foto yang tersebar pada Instagram Yesa. Ternyata benar, jejaring sosial media Yesa dihacker orang yang tidak bertanggung jawab.Sementara itu, Yesa dan Mela tengah bersiap karena sebentar lagi mereka akan melaksanakan konferensi pers. Meskipun hanya lewat media youtube akan tetapi mereka tetap harus tampil maksimal. “Mbak Mela, aku ajarin cara make up saja, ya! Produk perawatan kulitnya dipakai tiap hari ‘kan?” selidik Yesa yang sudah rapi dengan gaya casualnya.“Dipake, Ye!” jawab Mela singkat. “Mbak Mela ke salon, gak? Kayaknya ini kulit wajahnya pada kering lagi? Emang gak maskeran?” Yesa memegang pipi Mela yang hendak dia polesi make up. “Mana sempat Mbak ke salon, Ye! Kan kalian pergi, gak ada yang jagain Alika!” ucap Mela sejujurnya. “Hadeuh dasar ibu-ibu ngeyelan, suruh rawat diri saja males kayak gitu! Nih, Mbak … Mas Abi itu setiap hari banyak bertemu dengan wanita-wanita cantik,

  • SUAMIKU YANG BAPAK HINA   Bab 32

    “Kita lihat siapa yang akan menyesal, Mbak?” gumamku dalam dada. Aku bergegas ke luar meninggalkannya yang berada di dapur. Toh niatku ke sini untuk berkunjung pada Ibu, bukan untuk bertengkar dengan Mbak Miranda. Sementara itu, dari dalam rumah tampak Mbak Miranda membawa sayuran yang kubawa untuk ibu dan dua ekor ikan mentah dalam plastiknya. Rupanya tidak ada yang matang, maka yang mentah pun jadi. Setidaknya, kini dia mau membawa bahan masakan mentah meskipun sama-sama mengeruk dari sini juga. Tanpa basa-basi, apalagi ucapan terima kasih atas bahan makanan yang kubawa tadi. Dia tergesa berlalu meninggalkan kami. Bu Sari dan Bu Wati saling melempar pandang lalu melirik ke arahku.“Sabar, ya, Mbak Mela … sudah suaminya seperti itu, saudara satu-satunya seperti ini,” ujar Bu Sari. “Iya, ditambah Bapak Mbak Mela juga sejak dulu sudah seperti itu,” tambah Bu Wati.“Mungkin kalau Bapaknya Mbak Mela, sih karena udah tua makanya jadi pemarah. Mbak Mela sabarin saja, ya!” titah Bu Sari

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status