Masih ada uangnya Mae :))
“Ha?” Mae ternganga. Ia tidak tahu hal itu mungkin. “Bagaimana—”“Tuntut mereka. Atas kerusakan mental dan lainnya. Suruh mereka membayar kerja keras yang kau lakukan. Entah fisik atau psikis, minta ganti rugi. Carol menyimpan perhiasannya bukan? Dia punya uang untuk membayarmu.” Ash menjelaskan caranya.Mae diam menatapnya, menyusun pemikiran yang tiba-tiba itu. Mae tahu kalau harta hasil penipuan kemungkinan kecil bisa kembali pada korban, sulit membuktikan uang mana dipakai membeli apa, terutama karena benar Mae memberikan sendiri uang itu tanpa paksaan.Karena itu Stone menitikberatkan kesalahan Carol pada tuduhan menyebabkan kematian—untuk Lisa Scott, dan sakit pada Daisy, bukan jumlah uang yang diberikan Mae padanya. Saat ini harta Carol disita, tapi kalau pengacaranya bisa membuktikan Mae tidak keberatan memberikannya, maka Carol bisa mempertahankan semua hartanya. Meski tidak bisa memakai, tapi semuanya akan tetap tertahan atas nama Carol. Mae juga tidak bisa memakainya. Saat
Pagi kelabu dan dingin. Mae menatap langit yang dengan menyebalkan cocok dengan suasana hatinya. Mae ingin langit cerah, atau setidaknya matahari akan menyinari tumpukan salju dan membuatnya berkilau.Kelabu membuatnya semakin sendu, seakan menegaskan kalau hari Mae akan buruk.“Bukannya ingin mengganggu lamunan, tapi apa perlu kau membawa semua itu?” Ash bertanya sambil menunjuk kursi belakang. Ada lima box besar kue yang sudah berpita cantik.Ash sudah ingin bertanya saat Mae memindahkannya dari meja ke dalam mobil, tapi menahan diri karena tahu suasana hati Mae buruk. Tapi sekarang mereka sudah hampir sampai ke bandara militer—tempat pesawat yang akan membawa Ash ke Andorra, Ash merasa harus tahu kenapa Mae perlu membawa kue, dengan aneka macam jenis kalau kegiatan hari ini hanya mengantar ke bandara.“Kau tidak mau membawa dan membagikannya?” Mae menatap Ash dengan mata melebar, tampak kecewa. Seolah tujuannya sudah amat jelas, dan seharusnya Ash tahu.Ash sampai nyaris menghentika
Salju turun perlahan di atas perumahan suburban Inggris yang tenang, tidak sampai lebat, tapi rambut Mae tetap dihinggapi benda putih yang dingin itu saat berjalan melintasi halaman salah satu rumah disana.Rumah dua lantai dengan gaya khas Inggris. Pintu depannya berwarna merah cerah, sebuah kontras yang menarik dengan dinding batu bata yang kusam. Ada aroma kayu bakar yang menguar dari cerobong asapnya.Mae tapi tetap bisa tersenyum meski kedinginan, terutama saat melihat mobil yang terparkir di halaman itu. Mobil Gina. Dia juga sudah ada di dalam, sesuai janji.Mae menghela napas panjang, mencoba mengusir sisa sedih yang membebani hatinya setelah perpisahan dengan Ash, setelah tenang baru ia mengetuk."Mae! Ayo masuk, kau pasti kedinginan di luar sana.” Poppy belum melihatnya, tapi tahu siapa yang datang. Ia membuka pintu dengan senyum lebar.Ini kali kedua Mae kesana, ruang tamu yang hangat menyambutnya—dengan perapian yang menyala dan sofa yang empuk, tampak semakin hangat, karena
“Strawberry jam. Kau tidak boleh melupakannya. Bukan kue, tapi aku yakin banyak orang yang akan mengincar, terutama karena kau sudah memasukkan roti tawar sebagai menu yang ada setiap hari.” Poppy menunjuk kertas, menyuruh Mae mencatatnya.Menu itu masih terus mengalami revisi beberapa kali. Mae sudah banyak mencoret jenis karena menyadari ia akan mati cepat kalau memaksakan diri membuat jenis kue sebanyak itu setiap hari. Apalagi selama ia belum punya pegawai, Mae akan membuat semuanya sendiri“Setuju, dan ini. Jangan sampai kau melupakan ini. Aku akan marah sekali kalau kau tidak membuat ini setiap hari.” Gina mengangkat potongan akhir lemon drizzle cake, terlihat agak marah karena setelah gigitan itu ia tidak bisa menambah lagi. Mae hanya membawa satu memang, karena Daisy juga menyukainya, yang lain Mae tinggalkan di Reading."Kau sudah yakin akan memilih ini?” tanya Poppy, menunjuk sekitar. Setelah memantapkan menu, Mae tentu harus memilih lokasi. Hari ini Poppy dan Gina membantun
“Ian…mana Ash?” Mae mengulang sambil perlahan berdiri, sebisa mungkin karena kakinya sudah lemas.“Ada apa? Tidak ada kabar apapun!” Gina dengan panik ikut memeriksa ponsel. Ia seharusnya mendapat kabar juga kalau terjadi sesuatu pada Ash. Parker akan tahu dan menghubunginya. Tapi tidak ada pesan atau panggilan tidak terjawab.“Ian…”“GOT YOU!” Ian berseru girang sambil tertawa tergelak. Ponsel Ash yang dipakainya sampai bergetar dan kehilangan fokus, menampakkan langit-langit tenda barak. Ian tertawa terguling di atas ranjang dan ponselnya mengikuti setiap gerakannya.“Jangan menjadi seperti anjing dan melakukan lelucon rendah seperti itu!” Mae murka. Ia tidak keberatan dengan kejahilan Ian, tapi yang ini keterlaluan. Mae sangat amat ketakutan.“Ayolah, Mae. Itu tadi lelucon yang paling bagus. Sulit sekali membuatmu panik.” Ian tidak peduli dengan amukan dan cacian Mae, dan masih membela diri. Mae mendengus. “That’s a load of bollocks!”Memang selama ini ia beberapa kali berbuat jah
“Kau sudah cantik, Mae. Berhenti menyentuh topi itu!” Daisy meraih tangan Mae yang kesekian kali terangkat ke atas untuk memperbaiki topinya yang masih rapi menempel di rambut.“Sialan memang. Jantungku tidak bisa tenang.” Mae mengumpat, berharap umpatan itu bisa melegakan dadanya yang penuh cemas. Ia sejak tadi gelisah dan otomatis merapikan penampilannya yang sudah baik-baik saja. “Keluarkan saja sekarang, jadi keinginan mengumpatmu berkurang saat bertemu dengannya.” Daisy memberi saran yang senada. Rowena akan membuat Mae ingin mengumpat kemungkinan.“Masalahnya…” Mae memakai matanya untuk melirik, penonton yang duduk di sampingnya. Anak kecil berusia kurang lebih enam, yang langsung menatap Mae saat mendengarnya mengumpat. Ibunya memberi tatapan penuh cela dan terang-terangan menariknya menjauh dari Mae—menganggapnya bar-bar.“Hhh… Mengumpat saja perlu tempat. Bergaul tidak semenyenangkan yang aku kira.” Daisy mengeluh sambil kembali menatap ke arah rink yang masih kosong, sambil
Podium khusus yang terlihat dari kursi penonton memang tampak tidak ada, tapi Mae salah lagi, karena sebenarnya ada. Malah lebih tertutup karena berada paling atas dan berupa ruangan sendiri. Gelanggang yang ini lebih mewah daripada yang kemarin.“Maaf, tapi saya harus menggeledah Anda berdua sebelum masuk.”Ada tangan yang mencegah Mae memegang handle pintu. Wanita yang tadi menunjukkan jalan, baru menjelaskan kalau ada prosedur yang rupanya harus dilakukan sebelum menemui Rowena.“You’re kidding right?” (Kau bercanda bukan?)Daisy langsung memprotes, bahkan Mae yang lebih tahu kehidupan Ash, juga memprotes.“Kalian tidak melakukan apapun padaku kemarin.” Mae tidak mengalami proses serumit ini saat bertemu Rowena kemarin.“Anda bersama Mr. Ashton Cooper saat itu. Maaf, tapi ini harus.” Wanita itu menjelaskan dengan lembut. Tidak kasar menyuruh, tapi terlihat kalau ia tidak akan mengizinkan Mae melanjutkan langkah tanpa menjalani prosedur itu.Mae mendadak menjadi ‘tidak bisa dipercay
“Sudah. Saya berterima kasih atas penawaran itu, banyak sekali. Tapi tidak. Saya tidak ingin berpisah dari Ash.” Mae menjawab tegas.Dengan aneh, segala gundah gulana yang sejak tadi melanda, justru reda setelah mengucapkan itu. Tangan Mae yang meremas rok perlahan mengendur dan bisa memandang Rowena dengan mata tenang, tidak nyalang ke segala arah. Bisa bersiborok tanpa perlu merasa menghindar.Rowena mungkin terkejut, sampai ia terus memandang Mae tanpa berkedip. Berpikir, sambil mengetuk gelasnya dengan kuku. Meski menyebalkan, Mae tetap akan mengakui kalau Rowena memang amat anggun, bernapas saja tetap akan membuatnya terlihat seperti bangsawan.“Kau bermimpi untuk mendapat uang lebih banyak lagi dengan mempertahankan Ash?” Rowena menebak.Dan Mae ingin mengumpat, karena pandangan mata Rowena sepertinya memiliki kekuatan membaca pikiran. Tebakannya masih bisa dikatakan tepat.Meski untuk saat ini Mae menolak semua uang Ash, tapi pikiran pertama yang terlintas begitu mendengar penaw