Share

bab 5

Pagi itu sekitar pukul 10:00 WIB Arman dan kedua buah hatinya pergi ke rumah orang tuanya untuk menyelesaikan masalah antara istrinya dan kedua orang tuanya.

Setibanya di sana, Dani enggan masuk kedalam rumah neneknya dan memilih untuk duduk di motor saja.

"Kenapa kamu nggak mau ikut masuk, Nak?" tanya Arman kepada bocah laki-laki itu.

"Tidak Ayah. Dani takut," jawab nya.

"Takut? Takut kenapa, Nak?"

"Aku takut Nenek sama kakek marah lagi seperti kemarin," jawab Dani dengan polos nya.

Dani yang kini duduk di bangku TK B di usia nya yang masih terbilang sangat kecil untuk mengerti semua nya, tapi sepertinya kejadian dua hari yang lalu masih membekas di dalam ingatan nya.

Arman tidak mempermasalahkan Dani yang enggan ikut masuk dengan nya. Lelaki itu kemudian menggendong si kecil Kirani dan membawa nya masuk kedalam rumah yang cukup besar itu.

"Asalamulikum," ucap Arman seraya masuk bersama putri bungsunya.

"Waalaikumsalam," jawab Bu Nani dan pak Wahyu serentak.

Mereka tersenyum senang saat melihat putranya datang. Bu Nani langsung mengambil Kirani dari pangkuan Arman, namun gadis kecil itu malah mengais, Bu Nani kemudian urungkan niatnya dan memberikan gadis kecil itu tetap di dalam gendongan ayah nya.

"Bagus kamu datang Arman. Ada yang ingin ibu bicarakan sama kamu. Ini soal istri mu, Rina. Ibu selama ini sudah cukup sabar menerima dia menjadi menantu Ibu, padahal Ibu sama sekali tidak suka pada nya. Wanita itu memang pembawa sial, Arman. Ibu mau kamu ceraikan dia!"

Deg!

Arman diam saat mendengar kata-kata yang keluar dari mulut ibu nya. Arman tahu dari dulu memang ibu nya tidak menyukai Rina tapi hari permintaan ibu nya sungguh di luar dugaan.

"Bu, aku nggak bisa menceriakan Rina begitu saja. Pernikahan kami juga baik-baik saja, tidak ada masalah. Terus alasan apa yang harus aku kata sama Rina kalau aku harus menceraikan nya?" ucap Arman.

Wajah Bu Nani langsung berubah seketika saat mendengar jawaban dari Arman. Gigi nya di rekatkan kuat-kuat sehingga terdengar bunyi seperti keret-keret.

Pak Wahyu juga sama, ia terlihat tidak senang dengan jawaban Arman barusan.

"Ibu pokonya tidak mau tahu, Arman. Kamu harus menceriakan dia sekarang juga. Masih banyak wanita yang lebih baik di luar sana, Arman. Kalau kamu masih tetep bersama Rina, kehidupan kamu akan tetap miskin karena wanita itu turunan dari keluarga miskin."

"Cukup, Bu! Sudah cukup. Jangan katakan itu lagi. Rina adalah istri ku, aku tidak terima jika ibu terus menghina nya," ucap Arman.

"Kamu bernai sama Ibu, Amran?"

Nani seakan tak percaya, putra yang kini berusia 35 tahun tersebut berani membantah ucapan apa lagi hanya demi istri nya itu.

"Maafkan akun Bu. Aku bukan bermaksud kurang ajar sama Ibu, tetapi_"

"Tetapi apa? Tetapi Rina istri mu, iya? Hanya karena wanita itu kamu berani membentak Ibu, Arman! Ibu yang sudah melahirkan kamu ke dunia ini, bukan wanita itu. Tapi hari ini kamu benar-benar sudah keterlaluan semua ini tidak bisa di biarkan. Wanita itu harus di beri pelajaran," ucap Bu Nani, geram.

"Ibu mau kemana?" tanya pak Wahyu.

Bu Nani tidak bisa menahan rasa kesalnya kepada Rina, sehingga detik ini juga wanita itu berniat untuk menemui nya dan memberikan pelajaran kepada menatu nya itu.

"Bu, jangan Bu. Jangan membuat masalah lagi dengan Rina. Kalau tidak rumah tangga ku akan hancur," pinta Arman memohon.

"Amran dengar! Selema ini Ibu yang membantu kamu untuk membiayai kebutuhan rumah tangga mu, tapi istri kamu tidak tahu diri. Berani-beraninya dia menyuruh kamu untuk durhaka sama Ibu!"

"Rina tidak menyuruhku untuk mengatakan ini. Aku hanya ingin Ibu dan istriku bermai, itu saja."

"Berdamai kata mu! Ibu tidak akan bisa berdamai dan menerima orang miskin menjadi menantu Ibu!"

"Bu, aku yang miskin. Aku yang tidak becus usaha. Jadi kalau Ibu mau menyalah, salahkan saja aku, Bu!" ucap Arman.

Arman tidak tahu lagi harus berbuat apa, kedatangan nya bukan memberikan solusi namun malah menambah pelik masalah yang ada.

Bu Nani tidak peduli dengan ucapan Arman. Wanita itu memaksa untuk pergi menemui menantunya itu seorang diri.

Melihat kegaduhan yang ada di rumah itu, tiba-tiba Kirani gadis kecil berusia tiga tahun itu menangis histeris. Arman yang berniat untuk menyusul ibu nya, namun terhalang karena Kirani yang terus menangis tanpa henti.

"Bapak, tolong hentikan ibu," ucap Arman, lirih.

"Biarkan ibu mu melakukan apa yang ingin dia lakukan. Dan bapak mendukung nya." ucap Pak Wahyu.

"Astagfirullah, apa bapak mau rumah tangga ku hancur?"

"Kamu tenang saja, bapak sama ibu sudah menyiapkan wanita yang lebih baik dari si Rina."

Arman menggelengkan kepalanya, ia tak menyangka ternyata bapak dan ibunya tenyata sama saja. Sama-sama mengingatkan rumah tangga nya hancur. Tidak banyak yang bisa Arman lakukan karena Kirani masih menangis dan ibu nya juga sudah pergi ke rumah nya yang berada di RT sebelah.

****

Setibanya di depan pintu rumah menantunya, wanita itu langsung menggedor-gedor pintu rumah itu dengan sekuat tenaga.

Dorr!

Dorr!

Dorr!

"Rina, keluar kamu!" panggil nya.

"Rian!" teriak nya lagi lebih kencang dan di iringi ketukan pintu yang lebih keras sehingga membuat jendela rumah ku ikutan bergetar.

Aku hapal betul siapa pemilik suara itu, itu adalah suara ibu mertua ku, Bu Nani. Ku langkahkan kaki berjalan menuju pintu dengan perasaan dibuat setenang mungkin.

Cklek.

"Buka pintu saja lama banget! Ngapain saja di dalam? Tidur yah?" tuduh nya sembari nyelonong masuk kedalam rumah dan berdiri di ruang tamu.

Aku mendengus kasar, pasti kedatangan nya kali ini akan menghina ku lagi.

"Duduk, Bu," ucap ku berusaha untuk ramah pada nya, bagaimana pun dia adalah orang tua yang perlu di hormati.

Namun mertua ku dengan angkuhnya menolak untuk duduk dan memilih untuk tetap berdiri.

"Rina kamu ngomong apa sama Arman, hah? Kamu jelek-jelekin saya, iya? Kamu mau membuat anak menjadi durhaka sama ibunya sendiri. Ingat Rina! Arman itu terlahir dari rahim saya dan hari ini untuk pertama kalinya dia menasehati saya semua itu gara-gara kamu!" Sentak nya sambil menunjuk-nunjuk wajahku dengan sangat murka.

"Saya tidak meminta mas Arman untuk durhaka sama ibu. Saya cuma meminta pembelaan dari dia karena dia adalah suamiku itu saja!" tegas ku.

Dulu aku selalu diam saat mertua ku bicara apa saja padaku, namun setelah kejadian itu, aku tertantang untuk menjadi sedikit lebih berani.

Harga diriku yang sedang di pertaruhan sekarang, aku tidak mau ada orang lain yang menjatuhkan harga diri ku lagi cukup dan cukup.

"Dengerin ucapan saya baik-baik, Rina. Sayang menyesal karena dulu merestui Arman menikah dengan kamu, wanita miskin. Coba saja waktu itu Arman nurut dan mau menikah dengan gadis pilihan saya pasti sekarang hidupnya sudah bergelimang harta. Tapi dia memilih batu kali dari pada batu permata."

Aku tersenyum mendengar ucapan ibu mertua ku, mana ada gadis kaya yang mau punya suami cuma seorang kuli bangunan. Bersyukur aku mau menerima nya tapi di malah tidak peduli.

"Bu, kalau Ibu mau menjodohkan mas Arman, silahkan saja. Aku nggak keberatan. Lagi pula, di jaman sekarang mana ada cewek kaya mau sama seorang kuli bangunan," decit ku.

Sekali-kali bicara seperti itu nggak apa-apa deh. Biar ibu mertuaku sadar.

Namun bukan sadar, wanita itu malah semakin menggila.

"Saya akan pastikan secepatnya kamu akan menjadi janda!" cetusnya sambil keluar dari rumah ku.

"Janda?" gumaman ku.

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status