Share

Bab 4

Saripah melangkah perlahan menghampiri Bagas, memberanikan dirinya untuk mendekati Bagas dan ingin memberikan semangat.

"Tuan maaf," sapa Saripah.

"Ada apa lagi mbok, kalau saya lapar nanti saya makan," jawab Bagas datar"

Saripah memberanikan diri untuk memberi semangat, Saripah tidak ingin Bagas sampai sakit dan makin terpuruk.

"Tuan Muda harus makan, jangan sampai tidak makan, mbok sedih, Tuan Muda jangan berlarut - larut dalam kesedihan, kasihan Nenek Sasmita pasti sedih melihat Tuan Muda seperti ini, Tuan Muda...jangan merasa sendiri, ada Mbok, pak Jono, pak Asep dan Tuan Adam, Tuan harus semangat.

Bagas hanya melirik kearah Saripah, tak berkata apa - apa, tapi wajahnya tidak menunjukan marah atau tidak suka dengan ucapan Saripah, hanya saja Bagas tidak mau bicara apapun.

Saripah yang merasa kata - katanya tidak direspon sama sekali, merasa takut Bagas tersinggung, tapi Saripah tidak mau hanya melihat Bagas murung sendiri dan tidak mau makan - makan, jadi bagi Saripah andai dimarahi atau diusir dari situ karena ucapannya, Saripah tidak keberatan.

"Maaf Tuan Muda, kalau begitu mbok permisi dulu."

Bagas hanya mengangguk, tanda mengiyakan ucapan Saripah.

***

Seminggu sudah Bagas mengurung diri di kamar, masih belum ada perkembangan, masih sama seperti awal saat neneknya meninggal dunia, namun Bagas mau untuk makan walau kurang bernafsu, itupun karena dibujuk Adam dan Saripah yang tiada hentinya terus mengingatkan dan membujuk.

Sebenarnya Adam ingin segera menyerahkan surat dari Sasmita neneknya Bagas yang di amanahkan kepadanya saat di Rumah Sakit untuk mengambil di kamarnya Sasmita yang di simpan di laci meja riasnya, tapi melihat Bagas masih dalam masa berduka yang sangat mendalam, membuat Adam menundanya sementara waktu, Adam sendiri tidak tahu isi dari surat itu apa, Adam takut kalau isi surat itu membuat Bagas malah semakin bersedih.

Bagas keluar dari kamarnya dengan mengenakan kaus putih dan celana jeans, menghampiri Adam yang berada di ruang depan.

"Om, bisa temani saya ke The Stone Cafe? saya ingin bersantai sejenak di sana."

"Bisa Tuan Muda, saya permisi untuk memanggil pak Asep, agar menyiapkan mobil segera."

"Om, bilang pak Asep gunakan mobil yang atapnya bisa dibuka, saya ingin menikmati udara luar, sudah seminggu saya tidak kemana - mana."

"Baik Tuan."

Adam bergegas menemui Asep yang sedang berada di belakang, mengobrol dengan Saripah.

"Pak Asep, segera siapkan mobil, tuan muda ingin pergi keluar," ucap Adam.

"Siap Tuan."

"Oh iya Pak, pakai mobil Rolls Royce Pahntom saja, karena tuan muda ingin menikmati udara luar saat di perjalanan."

Asep segera menuju lemari penyimpanan kunci, yang memang semua kunci mobil tersusun rapih di lemari sebelum dapur, setelah mengambil kunci mobil yang diminta, Asep bergegas ke garasi mobil untuk menghidupkan mobil dan keluar dari garasi.

sementara di dapur, Saripah terlihat sangat gembira karena tuannya sudah mau keluar dari kamarnya, Adam sendiri setelah menugaskan Asep segera kembali ke ruang depan menemui Bagas.

"Tuan muda, mobil sudah siap," ucap Adam.

Bagas berdiri dari duduknya, dan melangkah menuju halaman rumahnya, di mana Asep sudah menunggunya, Adam bergegas membukakan pintu belakang mobil, mempersilakan Bagas untuk masuk.

"Terima kasih Om."

Adam menghampiri Asep memberitahukan kemana tujuan Bagas, setelah itu Adam membungkukkan badannya kearah Bagas, sebagai tanda hormatnya, yang sudah duduk di dalam mobil, karena Adam akan mendampingi Bagas, dengan mobil yang lain, Bagas membuka kaca mobilnya dan berseru.

"Om, temani saya, duduk disini."

Adam yang masih menundukkan kepalanya, menunggu mobil yang membawa Bagas pergi terlebih dahulu, menengadahkan kepalanya, tanpa menunggu lama segera bergegas menuju pintu sebelah Bagas dan duduk di sampingnya.

"Om, mulai sekarang kemana pun saya pergi kalau saya dengan supir, om temani saya, Om sudah seperti keluarga saya."

"Baik Tuan muda."

Mobil pun melaju kejalan utama, menuju tempat yang akan mereka tuju, tidak berapa lama mereka sudah tiba di The Stone Cafe, Asep segera turun dan membukakan pintu untuk Bagas, seraya membungkukkan badannya sebagai rasa hormat.

Bagas berjalan lebih dulu, disusul Adam yang berjalan di belakangnya, suasana di The stone Cafe memang indah dan sejuk, Bagas memilih tempat duduk di balkon atas, sehingga live music di sana jelas terlihat dan suasana malam kota Bandung yang indah menjadi pemandangan yang menyejukan pikirannya.

Tanpa menunggu perintah, Adam langsung memanggil pelayan untuk memesan minuman dan makanan.

Pelayan menghampiri mereka dan memberikan buku menu, tangannya yang memegang buku kecil dan alat tulis sudah siap mencatat setiap pesanan tamu pengunjung.

"Tuan Muda, mau pesan apa?" tanya Adam.

Bagas menjawab tanpa melihat buku menu, seakan sudah biasa datang ke The Stone Cafe.

"Green tea iced latte dan cheese cake."

Adam menyebutkan kembali kepada pelayan yang sedang menunggu untuk mencatat pesanannya.

"Kita pesan, 1 Green tea iced latte, 1 macchiato lalu makanannya cheese cake dan Banofie pie berrys, tambah 2 air mineral.

Setelah pelayan mencatat semua pesanannya, dan menyebutkan kembali, pelayan tersebut mengambil buku menu dan permisi untuk menyiapkan semua pesanannya.

Bagas hanya diam menatap kedepan menikmati pemandangan sekitarnya, Adam yang melihatnya ikut diam juga, karena tidak berani harus membuka pembicaraan lebih dulu, lebih baik menunggu Bagas yang berbicara.

Bagas menghela napas panjang dengan mata yang tertutup seakan ingin mengeluarkan semua rasa yang membelenggunya, Bagas melirik Adam.

"Om, bawa rokok?"

"Bawa Tuan," tangan nya merogoh saku jasnya dan menyerahkan kepada Bagas.

Adam terdiam menatap Bagas, seakan merasa aneh, karena selama ini Adam belum pernah melihat Bagas merokok.

Bagas sadar kalau Adam seakan aneh dengannya yang merokok, Bagas hanya tersenyum.

"Saya sedang suntuk, Om...saya rindu dengan nenek, dan kedua orang tua saya, makanya saya datang kesini, karena dulu di saat masih ada nenek, papih dan mamih, kita sering hangout kesini menghabiskan malam dengan bercanda dan menikmati suasana disini. Bagas terdiam sejenak sembari menghisap rokok di tangannya, dan melanjutkan ucapannya.

"Kata orang merokok itu bisa membuat kita lebih tenang, makanya saya merokok, siapa tahu hati saya bisa sedikit tenang dan pikiran saya bisa sedikit lebih jernih."

"Maaf Tuan karena saya lancang merasa aneh karena Tuan merokok, karena saya tahu Tuan bukan perokok, saya hanya kaget."

"Iya om."

Makanan dan minuman pun telah datang dan mereka berdua menikmati perlahan setiap teguk yang mereka minum, Adam berusaha menyesuaikan diri, menjadi pendengar yang baik bagi Bagas, karena memang yang dibutuhkan Bagas saat ini adalah seorang teman yang mau mendengarkan setiap kesedihannya.

"Om, mulai sekarang jangan merasa canggung kalau mengobrol dengan saya, karena bagaimana pun, Om itu sudah saya anggap keluarga sendiri, saya sudah tidak memiliki siapa - siapa, jadi kalau Om tidak keberatan saya ingin Om dan keluarga Om untuk tinggal di rumah, temani saya, rumah sebesar itu hidup sendirian terasa hampa apalagi kalau ingat nenek dan kedua orang tua saya, saya merasa sangat kacau dan kesepian, saya juga tidak mau berlarut - larut dalam kesedihan, setidaknya kalau ada Om dan keluarga Om di rumah, saya tidak merasa kesepian dan sendirian, saya harap Om jangan menolak karena ini permintaan sekaligus perintah."

Bagas sengaja mengatakan apa yang di inginkannya adalah perintah, karena kalau tidak seperti itu, Adam pasti akan menolaknya walau dengan cara yang halus.

Adam yang mendengar penuturan Bagas, seketika terdiam, mencoba untuk mencerna semua ucapan Bagas dan menimbang segala hal dan resikonya, kalau sampai menolak pasti Bagas akan sedih.

"Baiklah Tuan, besok saya akan bicara dengan isteri dan anak - anak saya, sebelumnya saya ucapkan terima kasih, karena Tuan Muda percaya kepada saya."

"Saya mengenal Om bukan baru sebentar, saya tahu bagaimana Om kepada keluarga saya, maka dari itu, saya ingin Om untuk menetap di rumah saya, dan saya harap jangan pernah sungkan atau merasa malu, karena kita keluarga."

"Terima kasih tuan, ini suatu kehormatan bagi saya dan keluarga saya."

"Saya yang harusnya ber-terima kasih, karena Om tidak menolak keinginan saya," tukas Bagas sembari tersenyum.

Adam melihat kearah Bagas, bibirnya seakan ingin mengatakan sesuatu, tapi Adam merasa ragu, apakah harus sekarang menyerahkan amanah Nenek Sasmita atau nanti saja.

Bagas yang melihat Adam seakan ingin mengatakan sesuatu tapi seperti ragu, akhirnya bertanya.

"Ada apa om, katakan saja kalau memang ada hal penting yang ingin disampaikan."

Karena di tanya oleh Bagas membuat Adam tak punya pilihan dan akhirnya mengatakan apa yang dari tadi ingin ia sampaikan.

"Begini Tuan, sebenarnya saya bingung harus mengatakan dari mana awalnya, karena ini sangat penting, tapi saya takut kalau membuat Tuan menjadi sedih, maka dari itu saya memilih waktu yang tepat untuk menyampaikannya kepada Tuan ."

Komen (3)
goodnovel comment avatar
Yuli Defika
Apa ya isi surat nenek sasmita
goodnovel comment avatar
Dewi Astati
kisahnya menarik...
goodnovel comment avatar
Asbur Cagak
sedih, lanjut
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status