Share

Bab 5

Author: Tha Kusuma
last update Last Updated: 2021-08-27 14:48:26

Bagas menatap Adam dengan seksama, mencoba menerka, sebenarnya apa yang ingin disampaikan Adam, sehingga membuatnya harus ragu dan menunggu waktu yang tepat, Semakin memikirkan apa dan kenapa, Bagas tak menemukan jawabannya, sehingga Bagas menanyakan langsung karena rasa penasarannya, dan karena menyangkut dirinya juga.

"Sebenarnya ada apa,om? mengapa harus menunggu waktu yang tepat, kalau boleh tahu memang soal apa?"

Adam mengeluarkan sebuah surat dari dalam saku jasnya, selama ini selalu Adam bawa kemanapun, karena Adam tidak pernah tau kapan waktu yang tepat untuk menyerahkannya kepada Bagas, seperti saat ini, kebetulan yang memang tidak direncana, tiba - tiba Bagas mengajaknya keluar dan melihat Bagas juga sudah lebih baik dari hari - hari sebelumnya.

Adam menyerahkan surat tersebut kepada Bagas.

"Ini surat apa om," tanya Bagas.

"Tuan muda, Sebelum Nenek Sasmita meninggal, saya sempat mengobrol dengan beliau, beliau meminta saya untuk menjaga tuan muda dan selalu mendampingi tuan muda, lalu beliau meminta saya mengambil surat ini dari laci meja riasnya, dan menyerahkannya kepada tuan, Maaf sebelumnya tuan, karena saya baru sekarang menceritakannya dan menyerahkannya kepada tuan, karena saya baru ada kesempatan sekarang, memang awalnya saya akan menyerahkan langsung, tapi melihat kondisi tuan muda kemarin membuat saya mengurungkan niat saya, semoga tuan muda tidak marah."

"Kenapa saya harus marah, om Adam tidak salah, saya mengerti kondisi sebagai om Adam yang memang serba salah karena kondisi saya kemarin."

"Terimakasih, Tuan, untuk kemurahan hati tuan."

Bagas membalas dengan tersenyum dan memasukan surat tersebut kedalam saku celananya, rencananya akan dia baca nanti dirumah, karena Bagas ingin membacanya sendiri tanpa ada siapapun, karena pasti Bagas tidak akan mampu membendung airmatanya, tidak mungkin dia menangis didepan bnyak orang.

Bagas kembali mengobrol dengan Adam, untuk urusan pekerjaan yang memang selama seminggu ini Bagas tidak tahu bagaimana perkembangannya, terutama hotel arimbi yang belum lama diresmikannya.

Tak terasa waktu sudah hampir tengah malam, akhirnya Bagas mengajak Adam untuk kembali pulang, Bagas merasa lebih fresh dibanding hari - hari sebelumnya, ditambah Bagas merasa senang menerima surat dari neneknya, ternyata dalam kondisi seperti apapun neneknya selalu mengingatnya.

Waktu menunjukan pukul satu malam, Bagas dan Adam sudah berada didalam rumah.

"Om jangan lupa besok bicarakan lagi dengan keluarga om, soal tawaran saya, sekarang saya mau istirahat dulu."

"Baik, Tuan."

Bagas menuju kamarnya begitupun dengan Adam, mereka melepaskan rasa ngantuk dalam peraduannya masing - masing.

Keesokan harinya, Adam sudah terbangun pagi - pagi, rencananya akan pulang kerumah dulu sebentar untuk menyampaikan tawaran Bagas kepada isteri dan anak - anaknya, setelah itu baru pergi kekantor.

Usaha ivander bukan hanya perhotelan saja, banyak bidang lainnya, sebagai pemilik sekaligus investor dibeberapa mall ternama dan tempat wisata, belum lagi usaha kecil lainya yang tersebar dari beberapa kota.

Adam dipercayakan untuk mengelola sebagai perwakilan pemilik sahnya, Adam hanya fokus bekerja dikantor pusatnya saja, yang mana kantor tersebut sebagai induk utama dari semua bisnis keluarga ivander, sesekali saja berkunjung untuk audit kebeberapa anak perusahaan ivander, termasuk hotel arimbi hanyalah anak perusahaan ivander yang baru didirikan oleh Bagas, bisa terbayang berapa besar kekayaan ivander, dan Bagas ivander pewaris semua itu.

Kembali kepada Bagas yang baru saja terbangun, karena lelahnya semalam, sampai lupa belum membuka surat dari neneknya, Bagas bangkit dari tempat tidurnya, berjalan kearah dia menggantungkan celana jeans yang berada didepan kamar mandinya, merogohkan tangannya kedalam saku celana jeansnya untuk mengambil surat tersebut, Bagas kemudian duduk dibalkon kamarnya dan perlahan membuka amplop tersebut, ada secarik kertas putih dengan tulisan neneknya, dibukanya lipatan kertas tersebut, Bagas mulai membacanya, airmatanya tak bisa tertahan, jatuh begitu saja membasahi kedua pipinya, saat terus membacanya, Bagas sedikit mengernyitkan alisnya, memaknai kata demi kata, setelah selesai membacanya, Bagas kembali melipat kertas tersebut dan memasukannya kembali kedalam amplop putih.

Bagas berdiri dan menghampiri meja kerjanya, mengambil dompet miliknya dan memasukannya kedalam dompet, Bagas masih tertegun memikirkan isi surat tersebut, fikirannya terus berputar merenungi isi surat dari neneknya.

Bagas berbicara sendiri, kenapa nenek ingin aku melakukan itu, apa sebenarnya tujuan nenek menulis hal tersebut, padahal aku tidak sendirian sekarang, akan ada om Adam dan keluarganya menemaniku mulai sekarang, ada si mbok juga dan pak asep, apa yang harus aku lakukan, lebih baik aku nanya om Adam saja, bagaimana baiknya.

Bagas bergegas mandi, didalam kamar mandipun Bagas terus saja memikirkan isi surat dari neneknya, setelah selesai mandi dan mengenakan jas, Bagas berencana akan kekantor pusat untuk menemui Adam, Bagas keluar dari kamarnya menuju meja makan untuk sarapan terlebih dahulu.

Saripah sudah menyiapkan sarapan kesukaan tuannya, nasi goreng bawang telor mata sapi dan es susu milo, Bagas sangat memyukai minuman dingin ditambah es batu mau jam berapapun itu.

Setelah menyantap sarapannya, Bagas melihat arlojinya, menunjukan waktu pukul sembilan pagi, merasa sudah kenyang, Bagas bergegas menuju halaman rumah, dimana pak Asep sudah standby di depan mobil membukakan pintu mobil untuk Bagas.

"Maaf Tuan, Tuan mau diantar kemana," tanya Asep.

Bagas sampai lupa belum menyampaikan tujuannya ke Asep, karena fikirannya masih tertuju soal surat dari neneknya.

"Antarkan saya ke kantor pusat," jawab Bagas

"Baik Tuan muda," balas Asep.

mobil melaju kekantor pusat, saat lampu merah, Bagas melihat dua orang anak laki - laki, yang satu berusia sekitar 8 tahun dan satunya lagi berusia 7 tahun, sedang menawarkan jualannya kesetiap mobil yang berhenti, Bagas membuka kaca mobilnya, dan memanggil dua anak tersebut.

"Dek, sini."

Mereka berdua menghampiri Bagas, seraya berkata. "Om mau beli apa," tanya salah seorang anak kepada Bagas.

"Adek, jual makanan apa saja?" tanya Bagas.

Anak yang berusia 8 tahun menjawab. "Saya jualan nasi kuning dan ada gorengannya juga." disambung anak yang berusia 7 tahun. "Saya jualan makanan basah, ada gemblong, uli goreng, ketan pake kelapa, kue lapis, dan klepon, om mau beli yang mana?"

"Saya beli semua, tolong bungkus semuanya."

Dua anak laki - laki tersebut merasa senang karena jualannya diborong, karena mereka membungkus banyak kedalam satu plastik besar, tiba - tiba  lampu lalu linyas sudah hijau, mau tidak mau mobil harus melaju.

"Dek saya tunggu di ujing jalan ya," teriak Bagas.

Awalnya kedua anak laki - laki tersebut merasa panik, karena lampu lalu lintas sudah hijau sementara belum selesai membungkus, ditakutkan kalau pembelinya tidak jadi membeli, tapi mendengar teriakan Bagas untuk menyusulnya di ujung jalan, ekpresi wajah kedua anak tersebut senang.

Asep memberhentikan mobilnya dipinggir jalan atas perintah Bagas, kemudian Bagas turun dari mobil menunggu kedua anak tersebut datang, tak berapa lama Kedua anak tersebut menghampiri dengan napas terengah - engah.

"Jangan lari,dek, cape."

Kedua anak tersebut menyerahkan jualannya yang sudan dibungkus plastik kepada Bagas.

"Semuanya jadi berapa, dek?

"Om, total semuanya punya saya dan punya dia jadi dua ratus dua puluh lima ribu."

"Adek bejualan memang tidak sekolah,"tanya Bagas.

"Sekolah om, masuk siang, jadi kami pagi berjualan dulu."

Bagas tersenyum dan mengusap rambut kedua anak tersebut seraya berkata. "Anak baik."

Bagas menyerahkan uang lima ratus ribu kemasing - masing anak.

Kedua anak tersebut bersamaan menjawab. "Om uangnya lebih."

"Tidak apa, lebihnya buat kalian."

"Beneran om," tanya anak laki - laki yang berusia 8 tahun.

"Benar, dek."

"Alhamdulillah, terimakasih banyak, om." jawab Mereka berdua.

Bagas masuk kedalam mobil dengan dua bungkus plastik ditangan kanan dan kirinya. disimpannya di sebelah tempat duduknya.

"Pak Asep, sudah sarapan," tanya Bagas.

"Sudah Tuan." jawab Asep.

Karena Asep sudah sarapan dan Bagas berfikir pasti nanti Asep menunggunya dimobil, saat Bagas dikantor, mungkin Asep bisa menunggu sambil makan, makanan basah, tangan Bagas menyerahkan bungkusan plastik makanan Basah. "Ini ada makanan basah, pak Asep pilih saja mau yang mana."

Asep mengambil makanan apa yang disukainya seraya berkata. "Terimakasih, Tuan muda."

Bagas hanya mengangguk, mobilpun kembali melaju menuju kantor pusat, sebenarnya Bagas juga perutnya sudah kenyang, tetapi Bagas merasa iba melihat kedua anak yang masih kecil sudah mencari nafkah, merelakan masa kecilnya yang harusnya bermain bersama teman - temannya tapi waktunya dipergunakan untuk mencari uang, Bagas merasa beruntung karena hidupnya tidak kekurangan sehingga masa kecilnya bahagia, tak pernah terbayangkan bila itu diposisinya.

Bagas sudah tiba di kantor pusat, Asep bergegas turun dan membukakan pintu mobil, dengan sikap hormatnya menunggu Bagas turun dari mobil, Bagas berjalan menuju pintu masuk kantor, saat kakinya akan melangkah masuk kedalam, Bagas berhenti sejenak, merogoh saku celananya, mengambil HP dan menelpon Asep.

"Pak Asep, saya lupa bungkusan makanan tadi tolong bawa kesini, saya masih didepan pintu masuk." ucap Bagas.

"Baik, Tuan."

Asep mengambil dua bungkus plastik, dan bergegas menghampiri Bagas, menyerahkan bungkusan tersebut kepada Bagas.

"Terimakasih, pak Asep."

Bagas berjalan memasuki kantor, semua karyawan yang berpapasan dengan Bagas, membungkuk dengan hormat, Bagas tidak langsung kedalam ruangannya, tapi berjalan menuju pantri menghampiri karyawan cleaning service.

Saat Bagas membuka pintu pantri, semua karyawan cleaning service yang sedang sibuk dengan perkerjaannya, dengan masing - masing tugas yang dijalani, ada yang sedang membuat minuman untuk diantar ke staff kantor, ada yang sedang merapihkan peralatan bekas bersih - bersihnya, ada juga yang sedang mencuci semua alat dapur yang kotor, sontak kaget melihat bos besarnya tiba - tiba masuk kedalam ruangan yang sebenarnya untuk level setara Bagas itu tidak mungkin datang, semua kompak membungkuk dan memberi salam.

Continue to read this book for free
Scan code to download App
Comments (2)
goodnovel comment avatar
Yuli Defika
Bagas keren
goodnovel comment avatar
Dewi Astati
ceritanya amazing
VIEW ALL COMMENTS

Latest chapter

  • SURAT WASIAT NENEK   Bab 159

    “Adelia, kamu marah sama aku?” tanya Bagas menatap Adelia yang sedang sibuk dengan ponselnya.“Enggak,” ucap Adelia singkat, tanpa menatap Bagas.“Kita baru saja baikan, masa harus berjarak lagi, sini duduknya, dekat aku.”“Iya nanti,” tetap menunduk fokus dengan ponselnya.Cindy hanya menggelengkan kepala, melihat Adelia yang sebenarnya jelas ketara kalau sedang cemburu gara – gara tamu wanita yang sebenarnya tidak perlu di besar – besarkan masalahnya, karena Bagas sudah dengan tegas menolak kehadiran mereka.Sinta berjalan dengan perlahan menuju ruang tamu, di ikuti tamu yang bukannya di suruh pergi namun di bawa masuk oleh Sinta. Bagas menatap kearah tamu, bibirnya mengulas senyum, baru saja akan membuka mulutnya untuk menyapa mereka, salah satu dari tamu memberi isyarat menempelkan jari telunjuknya ke bibir, sebagai tanda untuk jangan bersuara, begitu juga Cindy untuk jangan bersuara dan tetap tenang seperti sebelumnya. Salah satu tamu wanita menyapa Bagas dengan sedikit manja.“

  • SURAT WASIAT NENEK   Bab 158

    Adam sudah berada di kamar Bagas, memapah Bagas duduk di kursi ruang tamu kamar. Adam duduk di depan Bagas mendengarkan dengan wajah serius.“Om, saya belum memberitahu Adelia tentang si pengemudi tersebut, saya hanya takut perkataan saya akan membuat Adelia merasa tidak nyaman, bahwa orang itu adalah Angga, mantan tunangannya, saya baru berbaikan sama Adelia, tidak ingin merusak suasana hatinya, Om belum memberitahu Adelia, kan?”“Selamat Tuan Muda, saya sangat senang mendengar Tuan muda dan Adelia sudah berbaikan. Saya belum bertemu dengan Adelia, setelah mengurus Angga dengan pihak yang berwajib, saya langsung menemui Tuan Muda.”“Syukurlah kalau Adelia belum tahu, saya takut Adelia salah paham harus tahu dari Om dan bukan dari saya, yang jelas – jelas tadi kita berbicara di telepon, Adelia juga pasti menyadari kejanggalan tatapan saya tadi, hanya saja mencoba percaya dengan apa yang saya katakan, seperti tidak ingin merusak suasana hati saya. Saya yang akan memberitahukan langsung

  • SURAT WASIAT NENEK   Bab 157

    Setibanya di kamar hotel. Syamsul menurunkan Bagas dengan hati – hati untuk berbaring di kasur. Adelia dengan sigap segera mengambil air hangat dan lap kering, membasuh luka – luka Bagas dengan perlahan. Tidak berapa lama Dokter Anwar sudah tiba di kamar Bagas dan segera memeriksa luka – luka Bagas, serta memberikan obat Pereda sakit. setelah selesai mengobati luka – luka Bagas, Dokter Anwar pamit untuk pulang, diantar Syamsul sampai ambang pintu.“Lebih baik kamu istirahat dan minum obatnya, biar nggak demam, aku balik ke ruanganku lagi, ya?” tukas Syamsul.“Terima kasih, Syam.”“Iya, lekas sembuh. nanti aku ke sini lagi sama Heni dan Winda, sekalian nginep nemenin kamu.”"Iya."Syamsul pamit kepada Adelia, Sinta dan Cindy, segera meninggalkan kamar Bagas menuju ruangan kerjanya.“Del, ayo balik kamar, Bagas butuh istirahat,” ucap Sinta.“Kalian balik saja duluan, aku masih ingin disini,” tukas Adelia.Sinta dan Cindy saling tatap, mendengar ucapan Adelia. Cindy memberi kode dalam is

  • SURAT WASIAT NENEK   Bab 156

    Bagas menghelas napas Panjang dan menghembuskannya perlahan, diletakannya kembali es milo disebelahnya. Membuka kedua tangannya, merasakan tetesan air hujan yang turun perlahan di kedua telapak tangannya, pandangan matanya lurus kedepan, bibirnya tersenyum dalam kesedihan.Sementara di kafe tempat Adelia bersama kedua temannya tidak ada lagi perbincangan, ketiganya saling membisu, seakan larut dalam alunan musik yang mengiringi rintik hujan, gemericiknya seakan menyatu dalam suasana saat itu. Mata cindy tidak sengaja beberapa kali memergoki Adelia yang menengok terus ke arloji.“Adelia, temui saja Bagas,” ucap Cindy.“Maksudnya?”“Del, aku sudah mengenal kamu sangat lama, aku tahu saat ini kamu sedang gelisah. Sudahlah, Del jangan ikuti ego kamu, jangan sampai semuanya terlambat kamu mengerti dan pada akhirnya kamu yang akan menyesal.”“Aku masih belum menemukan jawaban dari keinginanku sendiri, pastinya Bagas juga sudah pergi. Di luar hujan, nggak mungkin dia terus menunggu kedatanga

  • SURAT WASIAT NENEK   Bab 155

    Mentari pagi bersinar sangat terang, menyinari bumi yang basah akibat hujan semalam. Adelia bersama kedua sahabatnya sudah duduk santai di warung seberang hotel, menikmati sarapan ditemani secangkir es milo racikan si pemilik warung yang nikmatnya tiada duanya, bagi mereka.Mereka membahas prihal ACSMart yang akan membuka cabang lagi di Surabaya, setidaknya ada Reni dan Susi yang bisa di singgahi dan diajak kumpul – kumpul di kala kunjungannya nanti. Rencananya minggu depan mereka akan terbang ke Surabaya, mencari lokasi yang cocok dengan usaha mereka. Mereka bertiga memang berencana dari jaman dulu, membuka usaha bersama. Mendirikan usaha di berbagai kota, agar mereka bisa sekalian traveling juga.“Cin, untuk lokasinya, kita minta bantuan Susi atau Reni saja, mereka lebih hapal daerah sana. Tempat yang ramai tapi belum terlalu banyak pesaing dalam usaha kita,” ucap Adelia.“Boleh, tuh. By the way. Susi dan Reni pada kemana, ya? Aku kirim pesan belum di balas.”“masih tidur, kayaknya!

  • SURAT WASIAT NENEK   Bab 154

    Adelia sudah berada di dalam kamar hotel, menyimpan sebuket bunga di meja sebelah televisi, diraihnya secarik kertas yang menyelip di tengah – tengah hiasan bunga.Adelia berjalan menuju kursi, duduk dengan menyilangkan kakinya, perlahan tanganya membuka secarik kertas tersebut.***Tahukah kamu…hari – hari yang kulalui, ‘Kesedihan dan kehampaan’.Tahukah kamu…berapa berat waktu yang kulalui, ‘Rindu dalam diam’.Tahukah kamu…Kesedihan, Kehampaan, dan Rindu, mengikat hatiku dalam namamu, ‘Adelia Maheswari’.Betapa bodohnya aku, mengatakan semua ini setelah menyakitimu sangat dalam.Aku datang bukan untuk memintamu memahamiku, tentang betapa rapuhnya aku tanpamu,Tapi, untuk cinta dan masa depan kita,Karena aku datang bukan untuk pergi, ingin menetap selamanya, sebagai rumah yang nyaman.Dan aku tahu, cinta tidak bisa dipaksa, begitu juga hatimu.Aku Tunggu di tempat pertama kali kita bertemu, di waktu yang sama.Entah menjadi saksi bisu yang sama atau saksi bisu tentang luka untukku.

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status