Eric benar-benar membawaku pulang, dan aku masih memilih diam tak mengajaknya bicara sama sekali. Bahkan saat satpam apartemenku menyapa, kubiarkan Eric yang melambai dan menjawabnya. Dia juga tidak bicara apa-apa padaku sampai kami kembali ke dalam apartemen.
Aku tidak tahu apa yang dicari Eric di dalam lemari pendingin, mungkin dia juga lapar sama sepertiku. Tentu karena kami ada di satu kepala pastinya kami juga merasakan hal yang sama, bahkan sampai sekarang aku masih merasa aneh tentang hal ini. Kubiarkan Eric terus bergerak dan aku sama sekali tidak ingin ikut campur karena jujur aku sempat penasaran juga dengan apa yang dia lakukan terhadap tubuhku selama hampir dua tahun ini.
Aku baru tahu jika ternyata Eric juga mengisi cukup banyak makanan di lemari pendinginku, sesuatu yang bahkan dulu tidak pernah kulakukan. Dia menyimpan daging telur dan ikan beku yang sudah di fillet dan dibumbui. Dia mengambil daging berbumbu steak yang kemudian ia letakkan di atas wajan anti lengket. Aku tidak tahu kenapa dia tidak memesan makanan cepat saji saja seperti yang sering kulakukan dulu. Tapi setelah lebih kuperhatikan, sepertinya dia sedang menjalani diet khusus.
Aku tidak tahu apakah makanan yang dia buat akan enak, karena sepertinya dia sama sekali tidak menambahkan garam. Apa sebenarnya yang dia pikirkan? dia benar-benar membuat menu makanannya seperti para binaragawan yang menghindari karbo untuk membentuk masa otot. Aku curiga itu adalah bagian dari kebiasaan lamanya, karena jelas sekali tubuhku tidak membutuhkan semua itu. Kulirik lengan dan dadaku dan tiba-tiba aku merinding membayangkan Eric juga sedang melakukan hal yang sama, aku tidak berani melanjutkan bayangan itu tapi aku yakin dia sudah sering melihat bagian manapun dari tubuhku, rasanya memang mengerikan.
Ternyata aku memang tidak suka rasa makanannya, terlalu hambar untuk mulutku, aku hanya coba untuk tidak memikirkannya dan membiarkan Eric yang menelannya sendiri. Anehnya dia juga sama sekali tidak menyinggungku dari tadi, atau mungkin dia berpikir aku sudah hilang dan seutuhnya tubuh ini menjadi miliknya lagi? Apa biasanya memang seperti itu sebelum tiba-tiba aku muncul tadi pagi dan mengganggunya?
Aku tetap diam dan sepertinya Eric juga menjalankan kata-katanya dengan mengurungku seharian. Kami benar-benar tidak kemana-mana hari itu, tapi sampai di sini aku masih belum mau mengalah.
Eric membawaku ikut berbaring memandangi langit-langit kamarku sampai lama-lama mungkin aku bosan luar biasa dengan kebisuanku karena tiba-tiba aku ingin meneriakinya agar melakukan hal lain. Tapi aku masih bersikeras untuk mempertahankan aksi tutup mulutku. Kami masih saling diam untuk waktu yang cukup lama, sampai kemudian Eric bicara lebih dulu. Mungkin dia tahu kalau wanita tidak akan mengalah untuk perkara tutup mulut seperti ini.
"Sampai kapan kau akan terus melancarkan aksi tutup mulutmu?" pancing Eric tapi aku berhasil mengacuhkannya, kami pun kembali diam lagi sampai cukup lama.
Sampai lama-lama aku mulai mengantuk dan aku juga masih tidak tahu seperti apa rasanya tidur. Apa rasanya akan seperti aku tidur bersamanya? atau jangan-jangan aku tidak akan kembali lagi setelah tertidur? Bayangan yang terakhir itu agak mengerikan dan begitulah akhirnya aku berusaha sekuat tenaga untuk tetap terjaga.
"Susan?"
Kudengar lagi suara Eric memanggil dan aku masih diam.
"Susan, tidurlah aku sudah ngantuk dan kau belum juga mau memejamkan mata."
Aku tidak tahu kalau Eric juga sedang merasakan hal yang sama. Kenapa aku selalu lupa jika kami ada dalam tubuh yang sama, tentu kami akan merasakan reaksi kimia yang sama karena hanya pikiran kami saja yang berbeda.
Akhirnya Eric memaksaku untuk menutup mata, tapi pikiranku masih terap terjaga.
Sepertinya aku harus segera mempelajari semua ini jika tidak ingin dia terus mengendalikan diriku. Pasti Eric juga sudah melakukan hal yang sama selama hampir dua tahun berada di tubuhku. Mungkin aku sudah tertinggal jauh darinya, tapi bukan berarti tidak mungkin aku bisa mengambil alih kembali tubuhku dan menyingkirkannya seperti apa yang dia lakukan beberapa tahun ini terhadapku. Prinsip utamanya, 'jangan pernah percaya padanya!' karena aku yakin dia juga ingin menyingkirkanku lagi dan memiliki tubuhku untuk dirinya sendiri.
Bahkan aku masih belum tahu kemana saja sebenarnya aku selama waktu hampir dua tahun ini. Rasanya mustahil jika aku hanya hilang dan tengelam begitu saja, sementara Eric Northman mengambil alih hidupku, mengambil pekerjaanku, dan keluargaku!
'Oh, aku baru ingat!' bukankah biasanya ibu berkunjung setelah akhir pekan seperti ini?
Biasanya ibu memang akan datang untuk sekedar mengganti tirai atau menyiram bunga yang dia tanam di balkon karena aku memang tidak pernah sempat melakukannya jika sibuk bekerja. 'Lantas apa yang terjadi selama ini?'
Tiba-tiba aku sudah mencemaskan begitu banyak hal yang sepertinya memang tidak bisa kupikirkan bersamaan, karena itu mengerikan.
Bahkan aku tidak tahu kabar orang tuaku selama hampir dua tahun.
Apa keluargaku baik-baik saja?Apa ayah dan ibuku sehat?Apa aku masih mengunjunginya selama ini?Dan terlalu banyak pertanyaan yang tiba-tiba membeludak di kepalaku, sepertinya juga tidak akan bisa kususun semua dengan benar. Mungkin aku perlu pena untuk mencatatnya satu-persatu agar tidak semakin gila.Aku tidak tahu apa Eric cukup baik dengan keluargaku, karena selama ini aku bekerja sebagai tulang punggung mereka. Lantas bagai mana selama dua tahun ini, apa dia perduli dengan nasib orang tuaku?
Pasti orang tuaku akan sangat sedih jika tidak melihatku berkunjung atau justru diam-diam menyadari perubahan pada diriku. Tiba-tiba aku ingin membangunkan Eric dan segera menanyakan itu semua padanya.
Tapi dari mana aku bisa tahu dia akan berbicara jujur, bukankah tadi aku juga sudah memutuskan untuk tidak mempercayainya.
Oh ... sialnya aku merasa terkurung di sini dan tidak bisa kemana-mana tanpa membawanya.
Aku tahu Eric masih tidur, tapi aku yakin dia akan segera bangun jika aku membawa tubuhku bergerak. Bagaimana kira-kira caranya agar aku bisa melakukan sesuatu tanpa sepengetahuannya. Sepertinya lama-lama aku bisa benar-benar gila karena terlalu banyak memikirkan hal tidak masuk akal seperti ini.
Memang siapa yang akan percaya seandainya aku mengatakan kepada semua orang bahwa ada Eric Northman di kepalaku. Pasti mereka semua juga akan segera menuduhku gila. Bahkan orang tuaku sendiripun pasti juga tidak akan mempercayainya.
'Tapi apa benar ada Eric Northman di kepalaku?'
'Atau jangan-jangan aku juga sedang berimajinasi?'
Coba kuangkat telapak tanganku pelan-pelan untuk memperhatikan bahwa tubuh ini tetap diriku.
"Sungguh, Susan, tidurlah! kau sudah sangat menggangguku!"
'Sial!' buru-buru kujatuhkan lagi tanganku dengan perasaan kesal karena tertangkap basah.
Akhirnya Sidney mengalah dan setuju untuk menjemput putra Paris. Selama ini anak itu tinggal bersama pengasuh di bawah perlindungan hukum. Biasanya Paris hanya diijinkan untuk berkunjung tanpa boleh mengajak anak itu keluar bersamanya."Aku tidak mau menangani bocah yang masih mengompol." Sidney tetap bersikeras tidak mau ikut campur jika nanti Susan mendapat masalah."Anak laki-laki tujuh tahun sudah tidak kencing di celana lagi, Sidney!"Kadang Susan juga masih kesal dengan sifat egois suaminya yang bisa sangat tidak masuk akal, Dia mau memiliki banyak anak tapi tidak mau repot mengurusi anak-anak."Kita harus melihatnya dulu siapa tahu nanti kau juga akan menyukaianya!"Susan memencet bel pintu sementara Sidney masih berdiri di undakan tangga paling bawah nampak tak berminat untuk ikut masuk. Sidney benar-benar lebih suka disuruh menunggu di dalam mobil dari pada ikut berbasa-basi seperti yang diajarkan Susan."Ingat kau cukup tersenyum j
Sidney sudah tidur ketika Susan pelan-pelan mengambil buku harian Jessy dari dalam laci. Sidney tidak suka jika Susan membaca buku itu karena biasanya Susan malah jadi menangis setelah membacanya dan Sidney tidak suka melihat Susan bersedih untuk sesuatu yang menurutnya percuma. Tapi tetap saja Susan sering diam-diam membacanya, Jessy memiliki tulisa yang sangat rapi sangat berbanding terbalik dengan dirinya. Membaca buku harian Jessy membuat Susan serasa ikut mengenal saudarinya meskipun mereka tidak pernah bertemu.***Jessy 12 Maret 2016***Bukannya aku tidak mau tinggal di kampung halama Paris, tapi aku sudah pernah mencobanya dan tidak bisa. Paris adalah orang yang sering bepergian dengan segala kesibukan pekerjaannya yang luar biasa. Paris juga melarangku bekerja lagi sejak kami menikah, sering kali aku merasa bosan ketika harus tinggal sendiri di rumah besarnya. Aku juga tidak punya teman atau keluarga di sana, semua yang kukenal adalah teman-teman Paris dan ling
Susan memperhatikan Sidney yang masih tertidur dan menyentuh bibir penuhnya yang sedikit terbuka. Ternyata pria seperti Sidney juga bisa nampak lucu ketika sedang tertidur dan Susan menyukainya karena jarang-jarang Sidney mau diganggu."Apa yang kau lakukan!" tegur Sidney yang ternyata sudah terbangun."Tidak ada," acuh Susan segera pura-pura mengabaikannya."Kemari kau!""Ao..!" Susan memekik kaget karena Sidney balas memukul bokongnya.Mereka masih sama-sama belum berpakaian sejak selesai bercinta tadi malam dan Tiba-tiba saja Sidney sudah kembali menerjang masuk dan menderanya."Sidney, ingat kau punya janji dengan Notarais pagi ini!"Susan coba mengingatkan tapi Sidney tetap mengabaikanya karena Susan memang bisa sangat cerewet meskipun sedang ia setubuhi. Gilanya Lagi Susan masih sempat meraih ponsel dan membalas pesan."Buang benda itu, Susan!" Sidney langsung membalik tubuh Susan dan merampas ponsel terkutuk itu dari tan
JESSY... Saat pertama kami bertemu dia adalah pemuda yang rupawan, berulang kali dia bertanya bagaimana untuk mendapatkan wanita sepertiku dengan sangat terus terang dan sedikit tidak tahu malu."Masukilah hatinya, maka kau akan mendapatkan segalanya," kataku saat menatap Netra biru gelapnya yang dalam ketika kami duduk di meja bar dan yakin pria tampan itu belum mabuk untuk merayuku. Aku tahu jika Paris Parker adalah pria yang cukup percaya diri untuk mendapatkan apapun keinginannya."Sebutkan apa saja yang bisa kudapatkan, setelah itu? " bisiknya saat mendekatkan bibirnya ke telingaku. "Love, loyalty, dan keberanian !" Walapun setiap hari aku bekerja di antara para wisatawan asing tapi memang tidak akan pernah kubiarkan diriku terlibat dengan mereka dalam urusan asmara. Namun sepertinya pengecualian utuk seorang Paris Parker, pria yang telah dengan begitu berani berlutut di depanku dan memohon untuk menjadikanku miliknya.
Seorang pengurus rumah menemukan Paris Parker sudah terduduk kaku takbernyawa dengan bekas lobang peluru si pelipis kanannya. Tangan kanana masih memegang pitol dan sebuah ponsel terjatuh di lantai tak jauh dari tempat dududknya. Sebuah buku harian milik Jessy yang juga baru Paris temukan dari dalam laci masih terbuka di atas meja karena sepertinya pria itu juga belum selesai membacanya dan sudah tidak tahan.Pihak kepolisian menghubungi Sidney parker sebagai satu-satunya keluarga Paris. Sidney dan Susan juga langsung terbang ke Bali hari itu juga. Pihak kepolisian meminta Sidney untuk memutuskan bakal di makamkan di mana jenazah saudaranya. Sebenarnya Sidney sendiri juga tidak tahu karena hubungan mereka selama ini memang tidak seperti layaknya keluarga, tapi Susan yang langsung menyela dan minta agar Paris dimakamkan di samping saudarinya. Pihak kepolisian juga memberikan buku harian Jessy kepada Susan dan memberi tahu Sidney jika akan ada notarais dari Paris Parker yang ak
"Oh, Sayang apa yang kau pikirkan?" tanya Sidney pada wanita yang sedang berbaring di bawah naungan tubuhnya tapi entah pikiranya sedang melayang berada di mana."Tidak ada," bohong Susan sambil menggeleng saat Sidney menyentuh bibirnya dengan ibu jari."Aku bisa sangat cemburu jika kau memikirkan pria lain," sarkas Sidney yang sebenarnya juga tahu jika Susan sedang memikirkan Parish yang baru saja menelponya.Sidney merunduk untuk mencium Susan dan tetap bersikeras menahan wanita itu dalam ciumanya meskipun Susan agak enggan untuk menaggapinya."Sungguh aku mencemaskan Parish." Akhirnya Susan terus terang ketika tiba-tiba mendorong Sidney untuk berhenti sejenak."Sudah kubilang jangan memikirkan pria lain, apa lagi brengsek itu!" Sidney terdengar marah."Aku serius, sungguh perasaanku sedang tidak enak." Susan beringsut dari naungan tubuh Sidney dan kembali merapikan gaun tidurnya."Kau mau ke mana?"Sidney melihat Susan berja