Share

SYUKURAN PERNIKAHAN SUAMIKU
SYUKURAN PERNIKAHAN SUAMIKU
Penulis: Pena_kinan

Bab 1

Bab 1

Arisan

 Plak ….

Tamparan mendarat di pipi Bela sebelah kiri. Panas, nyeri yang ia rasa. Dengan spontan ia mengusap lembut pipi. Air mata pun berderai tanpa dikomando.

"Aku kan sudah bilang sama kamu, jangan pernah kamu membantah ucapan Ibu!" sungut Imam kepada Bela sembari tangannya menunjuk ke arahnya. Ucapannya begitu lantang dan juga menusuk hati.

"Tapi, Mas. Bela gak pernah membantah, Bela hanya menjelaskan kalau kita sedang tidak ada uang. Jadi kita tidak bisa memberi Ibu uang, itu saja." Wanita itu mencoba memberi pengertian. Merendahkan suaranya berharap suaminya tidak semakin marah.

"Halah, jangan berbohong kamu! Ibu sampai menangis pulang karena menantunya tidak memberi uang untuk berobat. Anak macam apa aku ini dimata orang-orang? Kalau cuma seratus ribu kenapa tidak kau berikan. Bukannya kemarin aku sudah memberimu uang dua ratus ribu?" sungut Imam. Nafasnya tersengal-sengal. Amarahnya membuncah hingga matanya memerah.

"Tapi, Mas. Uang dua ratus ribu itu sudah habis," jawab Bela sembari mengusap air mata yang enggan berhenti.

Imam mendengus kesal. Tak ada jawaban dari bibirnya. Lelaki yang sepuluh tahun menjadi imam itu diam tak berbicara sepatah katapun. Setelah Bela mengatakan uang yang ia berikan habis tak tersisa.

Ya, Bela menikah dengan Mas Imam, setelah dikenalkan oleh saudara jauh. Sepuluh tahun mereka membina rumah tangga. Namun belum juga dikarunia seorang putra. Imam sekarang suami yang mudah marah. Tidak bisa mengontrol emosinya sendiri. Apalagi jika sudah mendapat komporan dari ibunya. Masalah sepele menjadi besar karenanya.

Berkali-kali Bela pulang kerumah dan meminta cerai kepadanya. Tapi berkali-kali juga dia meminta maaf dan berjanji tidak akan mengulanginya. Tidak melulu cacian pedas yang dilontarkan kepada Bela. Tapi tangannya pun ikut andil. Terkadang tendangan pun sempat ia layangkan. Nasib Bela yang mungkin belum beruntung. Mempunyai suami yang tidak bisa mengatur emosi, ditambah memiliki ibu mertua yang pintar bersilat lidah. Paket lengkap merasakan pahitnya berumah tangga.

Pyar …

Piring kosong yang berada di atas meja dilempar ke sembarang arah olehnya.

Bela sepontan menutup telinganya. 

"Astagfirullahaladzim," ucap Bela sembari menangis sesenggukan. Imam menatap tajam ke arah Bela yang masih berdiri di sampingnya.

"Apalagi ini? Kamu hanya masak tahu, tempe setiap hari! Kamu kemana kan saja uang yang kuberikan selama ini?" sungut Imam sambil berkacak pinggang. Lagi-lagi amarahnya meluap. Napasnya memburu, bahunya naik turun. Bela yang tak berani menatapnya hanya bisa mengusap air mata dengan ujung jilbab yang ia kenakan.

"Ah, dasar wanita bod*h!" Ditoyor kepala Bela dengan kuat. Hingga ia berjalan mundur selangkah. Imam pergi begitu saja tanpa mengucap salam maupun berpamitan. Setelah terdengar motor yang ia kendarai melaju meninggalkan rumah. Bela menangis sejadi-jadinya sembari menjatuhkan bobot tubuhnya ke lantai.

"Bela, Ya Allah!" Bu Sulis tetangga sebelah rumah menghampiri setelah mendengar kepergian Imam dengan sepeda motornya. Memeluk wanita itu dan ikut meneteskan air mata.

"Yang sabar ya, Nduk. Ini sudah jadi nasib kamu! Kamu harus ikhlas. Allah tidak akan menguji hambanya melebihi batas kemampuannya. Ini ujian buat kamu, Nduk! Yang ikhlas ya!" Berkali-kali Bu Sulis menguatkan Bela dan meminta sabar menghadapi Imam. Bela hanya bisa menangis di pangkuannya dan mengangguk setiap dia memberi nasehat.

******

Seperti biasa Bela mengerjakan pekerjaan rumah. Meskipun tamparan Imam kemarin masih terasa nyeri dan membekas biru di pipi. Karena warna kulit wanita itu yang putih sehingga jika terbentur apapun dengan keras akan terlihat membekas. Apalagi sebuah tamparan yang cukup kuat bagi seorang laki-laki. Tangan Bela dengan kuat menyikat baju Mas imam satu persatu.

"Assalamu'alaikum, Bela." Terdengar salam dari luar. Membuat Bela menghentikan aktivitasnya.

"Waalaikumsalam," jawab Bela berniat membuka pintu. Belum juga keluar dari kamar mandi, ibu mertua sudah masuk kedalam rumah yang pintunya tadi tidak tertutup.

"Bela, kamu itu bude* apa? Dipanggil dari tadi bukannya menjawab salam malah diem saja! Ngelunjak kamu?!" sungut ibu mertua yang langsung menghampiri Bela yang tengah berada di kamar mandi.

"Bela sudah menjawab, Bu. Hanya saja belum sempat Bela keluar Ibu sudah masuk ke rumah!"

"Halah, ngeles terus kayak Bajai! Imam mana?" Wanita itu menyapu seluruh ruangan mencari anak semata wayangnya.

"Belum pulang, Bu," jawab Bela apa adanya. Karena memang Imam belum pulang kerja.

"Ya sudah, besok ibu mau ngadain arisan di rumah ini. Kamu besok masak yang enak-enak, ibu mau kepasar belanja dulu. Jangan lupa bersih-bersih rumah, ibu gak mau ya besok rumahmu terlihat jorok!" Tangan mertua Bela di lipat didepan dada.

"Kenapa arisannya disini, Bu? Kenapa tidak dirumah ibu sendiri? Rumah ibu kan lebih luas!" Bela heran. Karena memang Bela menempati rumah yang jauh lebih sempit jika dibandingkan dengan rumah ibu mertuanya.

"Udah gak usah banyak nanyak! Ini juga rumah Imam anak ibu bukan rumah kamu, jadi suka-suka ibu mau ngadain arisan dimana! Sudah, ibu pergi dulu. Jangan bicara saja, mulai bersih-bersih sana!" perintah Ibu sembari pergi meninggalkan Bela yang masih berdiri.

*****

Suara adzan Subuh berkumandang jelas terdengar di telinga. Mata Bela terbuka perlahan. Segera ia mengambil air wudhu untuk menunaikan kewajiban sebagai umat muslim.

Setelah Bela selesai memanjatkan doa. Segera Bela melipat mukena berwarna putih yang mulai memudar itu. Mukena yang diberikan Imam sebagai mahar perkawinan kala itu.

Imam memang tidak pernah meninggalkan sholat, dia selalu rajin pergi ke mushola yang berada tidak jauh dari rumah. Hanya saja sikapnya yang sedikit pemarah seperti tak pantas jika itu menjadi kebiasaannya.

"Bel, Ibu mau ngadain arisan disini?" tanya Imam yang baru saja pulang dari mushola.

"Iya, Mas. Ibu juga sudah belanja. Tinggal masak saja. Memang ada apa?" tanya Bela, dia menjatuhkan bobot tubuhnya di samping Imam.

"Menurut kamu poligami itu apa?" tanya Imam dengan wajah penasaran.

"Poligami? Punya istri lebih dari satu. Memang kenapa Mas dengan poligami?" Dahi wanita itu mengernyit banyak pertanyaan yang terlintas dalam pikirannya. Kenapa dengan Imam? Kenapa dia bertanya perihal poligami? Apakah dia akan menikah lagi? Apakah karena Bela belum bisa memberinya keturunan? Atau memang dia sudah punya wanita yang menjadi madu?

"Gak papa, ya sudah segara lah menyiapkan semuanya. Nanti keburu banyak orang!" perintah Imam. Bela pun langsung bergegas ke dapur. Memotong semua sayuran dan juga menyiapkan piring juga gelas. Acara apapun yang digelar entah itu di rumah sang mertua atau di rumahnya sendiri. Tetap saja Bela seorang yanh menyiapkan segala sesuatunya.

Meskipun rasanya sudah mau patah saja tulang-tulang itu. Tapi jika ia tidak menyelesaikannya tepat waktu, tulangnya akan dipatahkan oleh suami. Miris sekali rumah tangganya ini.

Kali ini menunya spesial. Rendang daging beserta kawan-kawannya. Tak lupa ibu menyiapkan buah-buahan segar yang sudah disimpan didalam kulkas. Tepat jam sepuluh semua makanan sudah siap di meja. Bela segera membersihkan diri sebelum tamu ibu datang. Suara riuh sudah terdengar saat Bela mengenakan jilbab instan berwarna coklat. Ia poles Bibir itu dengan lipstik yang baru ia beli kemarin. Sangat Pas dengan gamis yang kenakan. Bela memutar badan ke kanan dan ke kiri melihat pantulan di cermin membuatnya mengulas senyum.

"Bela," teriak Ibu mertua.

"Iya, Bu. Sebentar!" Bela segera keluar dari kamar dan menghampiri si empunya acara.

"Ada apa, Bu?" tanya Bela tangannya terus membenarkan gamis.

"Lho, kamu kok pake baju gamis sih? Nanti yang bawain minuman siapa?" tanya Ibu setelah melihatnya keluar dengan mengenakan gamis.

"Kan ada Mas Imam, Bu. Bela juga sudah selesai memasak. Lagian masak Bela juga yang masih nganterin minuman?" jawab Bela dengan naifnya.

"Lha kalau bukan kamu siapa? Ibu? Enak aja! Itu tugas kamu, masak nyuruh Imam. Dia itu capek, hari Minggu itu buat istirahat bukan malah ngerjain ini itu! Sudah buruan ganti baju!"

"Tapi, Bu. Bela juga sudah capek. Masak dari subuh!"

"Kamu berani melawan ibu?"

"Bukan begitu, Bu. Tapi …." Belum juga Bela melanjutkan ucapannya tiba-tiba Imam sudah datang menghampiri.

"Ada apa sih ini ribut-ribut? Sampai  terdengar dari luar!" Tiba-tiba Imam datang setelah mendengar keributan kecil.

"Ini lho, Mam. Masak Bela nyuruh ibu mengantar minuman buat tamu. Kan gak sopan, menantunya aja malah enak-enakan di kamar. "

"Lho ibu kok bicara seperti itu? Bukan gitu, Mas!" Bela mencoba menjelaskan kepada suami meskipun nanti pada akhirnya dialah yang salah.

"Udah gak usah berisik. Kamu itu gak sopan ya, nyuruh-nyuruh ibu yang sudah tua bawa minuman. Kamu mau ngapain? Tidur? Sudah itu tugas kamu gak usah ngeyel kalo dibilangin!" Bela Pun terdiam. Meskipun sebenarnya Bela tahu pada akhirnya ia yang akan mengantar minuman kepada para tamu. Meskipun dengan berat hati ia melakukannya.

Satu persatu makanan dan juga minuman di antar ke ruang tamu. Banyak ia dengar mereka memuji masakan. Lelahnya akan terobati  jika semua  orang menyukai makanan yang dibuat.

Kesibukan di dapur membuatnya tidak sempat ikut berkumpul dengan Ibu dan juga tamunya. Meskipun seringkali terdengar candaan yang menghebohkan. Entah apa yang mereka bicarakan. Namun anehnya tak sekalipun ia melihat orang-orang itu mengumpulkan uang jika ini memang acara arisan. Tapi ya sudahlah, toh bukan urusannya. Ucap Bela dalam hati yang tidak ingin kepo lebih jauh.

Setelah acara selesai, satu persatu tamu berpamitan pulang. Lagi-lagi Bela pun bertugas membersihkan piring dan juga gelas kotor.

"Bela, sini sebentar ibu mau bicara!" Segera Bela letakan piring dan juga gelas kotor ke tempatnya semula. Lalu menghampiri mertua yang sudah duduk bersama Ilmam dan seorang wanita cantik.

"Ada apa, Bu? Siapa wanita ini? Kenapa dia tidak pulang seperti yang lain?" tanya Bela penasaran sembari melihat wanita itu duduk berdekatan dengan Mas Imam

Komen (4)
goodnovel comment avatar
Nurli Eriza
malas baca, klu hanya jadi perempuan dungu dan tdk bisa bersikap
goodnovel comment avatar
Rania Humaira
si bela aja yg dungu dan tetap bertahan. udah g punya dan cuman dijadikan babu serta sasaran kemarahan. itulah gambaran istri dungu
goodnovel comment avatar
Mumtahanah Siti
10 tahun koq ya tahan di gituin, gak punya anak ya mending tinggalin. gak jdi lanjut baca ah, awal baca aja udah emosi sama si istri
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status