Share

Bab 3

Author: Juwita
Zayn menoleh dengan wajah terkejut.

Saat aku menunduk, tatapan kami justru saling bertemu.

Aku tersenyum kikuk, tapi dia malah marah.

“Kenapa kamu selalu serendah ini, hah? Sampai-sampai nguping segala?” ucap Zayn dengan nada tinggi.

“Aku nggak nguping! Aku ke sini mau ngobatin...”

Belum sempat menyelesaikan kalimatku, Selena buru-buru berdiri hendak menghampiriku.

“Bang Zayn, jangan...”

Belum juga selesai melanjutkan kalimatnya, Selena yang menghampiriku dengan membawa semangkuk bubur yang panas terjatuh ke arahku.

“Aduh!” Teriakku kesakitan.

Bubur itu jatuh ke kakiku, tapi tubuh Selena justru jatuh ke pelukan Zayn.

Dua orang penuh drama.

Yang sial malah aku.

“Maaf, Mbak Manda. Aku kaget melihatmu, jadi refleks. Aku nggak sengaja...” Belum selesai bicara, Selena pun menangis.

Zayn langsung melindunginya, menarik tubuhnya ke belakang sembari memeriksa pergelangan tangan wanita itu dengan hati-hati.

Pria itu mengabaikanku yang tengah kepanasan akibat tumpahan bubur.

Bubur panas itu menembus baju dan menyentuh kulitku. Air mata pun tanpa sadar mengalir. Entah karena panas atau luka.

“Nggak usah drama! Selena ‘kan nggak sengaja,” bentak Zayn justru menyudutkan.

“Ini semua salahku, aku yang bodoh, aku nggak bisa melakukan apa-apa dengan benar. Mungkin, lebih baik aku mati saja.” Suara Selena terdengar lirih, kepalanya terbenam dipelukan Zayn. Sosoknya tampak begitu rapuh, membuat siapapun yang melihatnya akan merasa iba.

Mereka berdiri di sana, terlihat seperti sepasang kekasih yang telah melewati banyak badai bersama.

Sementara aku? Aku hanyalah orang asing yang merusak suasana.

“En … hari ini pulang, ‘kan? Ada yang mau aku bicarakan,” ucapku tenang tanpa menunjukkan emosi apa pun.

Barulah saat itu dia menoleh ke arahku, menatap lukaku yang membengkak. Dalam matanya sekilas terlintas emosi yang rumit.

Dia tampak ingin mengatakan sesuatu, tapi Selena sudah lebih dulu menarik lengannya.

“Bang Zayn, aku harus ke ruang pemeriksaan,” ucap Selena.

Zayn ragu sejenak, lalu memapah Selena pergi.

Dari ujung mataku, aku menangkap ekspresi Selena.

Dia berdiri tepat di belakang Zayn, senyum puas pun terpancar di wajahnya. Senyum itu penuh arogansi dan kemenangan.

Tatapan matanya seolah memberitahuku:

“Lihat ‘kan, pada akhirnya Zayn tetap ada di sisiku.”

Lampu putih di Lorong rumah sakit terasa menyilaukan. Seorang perawat datang tergesa-gesa, sementara aku justru merasa dunia terasa sangat sunyi.

“Luka bakar ibu butuh tindakan segera,” ucap perawat dengan lembut dan profesional. Suara itu juga yang menepis kesunyianku.

Aku pun mengangguk, membiarkan tubuhku dibawa masuk ke ruang perawatan.

Bau disinfektan menusuk hidungku, tapi entah kenapa... justru membuatku merasa nyata.

Tak apa…

Sepuluh tahun hubungan, kalau memang harus selesai, berakhir hari ini atau besok pun tak ada bedanya.
Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Saat Cinta Menyerah   Bab 10

    Aku menarik napas panjang, lalu melangkah mendekati Zayn.Saat melihatku berjalan ke arahnya, sorot matanya dipenuhi harap sekaligus kegelisahan. Dia segera berlari kecil menghampiriku.“Maafkan aku, kura-kura...” Suaranya terdengar gemetar saat menyodorkan buket mawar ke hadapanku. “Tolong maafin aku sekali lagi,” imbuhnya.Tatapan penuh harap terpancar di matanya, seolah bunga itu cukup untuk menebus semua kesalahan yang lalu.“Tuan Zayn, harus berapa kali kuulangi? Kita sudah cerai, nggak ada hubungan apa-apa lagi.” Wajahku tetap dingin. Tatapanku tajam dingin, berharap dia bisa melihat keteguhan dalam hatiku.“Di hatiku, kita belum bercerai.”Aku menggeleng pelan, lalu membisikkan kata-kata yang hanya bisa kami berdua dengar.“Hubungan kita udah selesai, Zayn. Harusnya hatimu tahu itu, bukan malah ngelakuin sandiwara seperti ini.”Tatapannya penuh kekecewaan.“Ini bukan sandiwara. Aku mencintaimu, Manda. Aku nggak bisa hidup tanpamu,” ucapnya lirih.“Mungkin kamu cuma terbiasa ada

  • Saat Cinta Menyerah   Bab 9

    Sejak Zayn menolak menandatangani surat cerai, aku langsung menyerahkan semuanya pada pengacara dan mengajukan gugatan ke pengadilan.Akhirnya, di bawah keputusan hukum, hubungan kami pun resmi berakhir.Setelah perceraian, aku seperti terbebas dari beban berat yang selama ini mengekang. Aku mencurahkan seluruh energi untuk karierku. Sesekali, aku masih mendengar kabar tentang Zayn lewat teman-teman kami dulu.Katanya, dia sering melakukan kesalahan dalam pekerjaan, hingga akhirnya gagal mendapatkan gelar profesor tetap. Kehidupan pribadinya juga berantakan. Pria yang dulu tampak begitu elegan dan berwibawa itu, sekarang berubah jadi sosok yang lusuh dan tak terurus. Dia bahkan menutup diri dari dunia luar dan mengurung diri di rumah.Sementara Selena...Setelah lulus, dia menolak pindah dari asrama mahasiswa. Pihak kampus sampai turun tangan menindaknya.Hari itu, orang tuanya datang mengamuk ke kampus, katanya uang lamaran sudah diberikan tapi putri mereka malah menolak menikah.Sel

  • Saat Cinta Menyerah   Bab 8

    “Zayn, kamu masih ingat terakhir kali kamu bilang hal yang sama? Aku nggak kasih kamu kesempatan? Aku justru kasih waktu satu tahun untuk mempertahankan hubungan ini. Kamu nggak sadar setahun ini aku lebih sering di rumah? Aku bahkan sempat bilang kita bisa mulai bicara soal anak. Kamu yang bilang ditunda lagi. Kamu lupa, ya?”Ucapanku membuatnya terdiam.“Kamu pernah bilang gitu! Nggak, aku nggak ingat. Itu nggak penting, yang terpenting kita masih saling cinta. Aku cinta kamu, Manda!” Zayn terjebak dalam ingatan masa lalunya.“Kamu bilang cinta? Zayn, kamu udah nggak cinta sama aku, kamu cuma belum menyadari itu. Kalau masih cinta, kamu pasti tahu aku sudah berhenti jadi atlet setahun lalu. Dan sekarang, aku udah jadi manajer profesional,” sahutku menentang.“Sejak kapan?” Zayn terkejut. Dia tahu betapa pentingnya dunia atletik bagiku.“Sejak kamu sibuk menemani muridmu yang katanya lemah dan sakit-sakitan itu,” sindir Noah menyela.“Apa!” Ekspresi kaget Zayn perlahan berubah menjadi

  • Saat Cinta Menyerah   Bab 7

    Setelah sampai di apartemen sewaku dan membereskan semua barang, malam pun sudah larut.Zayn belum juga membalas pesanku.Aku curiga dia tak melihat surat cerai yang kutinggalkan.Pesanku tak dibalas, panggilanku pun tak diangkat. Saat aku coba menelepon lagi, justru Selena yang menjawab.Belum sempat aku membuka mulut, suara sombongnya langsung terdengar, “Bang Zayn lagi mandi. Kamu pikir pakai cara kayak gini bisa...”Tak menunggu ocehannya selesai, langsung saja kututup telepon dan memblokir mereka berdua dari Whatsapp-ku.Tekanan yang sejak tadi menghimpit dadaku perlahan-lahan memudar ketika aku melangkahkan kaki ke dalam klub tenis.Di sinilah tempatku yang sesungguhnya, tempat di mana aku punya kendali penuh dan bisa mencurahkan seluruh semangatku.Aku langsung meninjau ulang semua operasional klub. Berbekal pengalaman bertahun-tahun, aku mengidentifikasi titik-titik yang bisa ditingkatkan, lalu melakukan pembaruan strategis.Tak lama, aku mengumpulkan seluruh tim, lalu memapark

  • Saat Cinta Menyerah   Bab 6

    Kedatangan kurir tiba-tiba memecah keheningan yang mencekam.Perutku benar-benar kosong. Rasa lapar membuatku tak ingin berdebat dengan mereka.Namun, Selena justru menutup hidungnya sambil mengernyit, seolah-olah yang ada di hadapannya bukanlah makanan, melainkan tumpukan sampah.“Bau ini … aku …” Selena tampak ingin muntah.“Buang itu!” Suara Zayn terdengar dingin.Aku mengabaikan mereka. Aku ambil pesananku dan berjalan kembali ke meja dengan bertumpu pada satu kaki.Namun, tepat saat aku hendak berjalan, sebuah dorongan ringan datang dari belakang hingga membuatku kehilangan keseimbangan.Aku pun terjatuh bersama semangkuk mie nyemek di tanganku. Kuah bercampur mie yang panas membasahi tubuh, membuatku merasa sangat berantakan.Aku mencoba bangkit berdiri, tapi tubuhku benar-benar tak sanggup.Seharian belum makan apa-apa, aku benar-benar kehabisan tenaga.Dari belakang, Selena berpura-pura prihatin.“Mbak Manda, kok ceroboh banget, sih?” ucapnya.Lalu suaranya merendah, bernada si

  • Saat Cinta Menyerah   Bab 5

    Ding, dong!Suara bel tiba-tiba berbunyi.Hatiku langsung berbunga. Aku pikir, pesanan mie nyemek milikku akhirnya tiba.Dengan satu kaki menopang tubuh, aku berjalan ke arah pintu dengan hati-hati.Tapi, saat pintu terbuka, yang kulihat justru Zayn dan Selena.Wajahku yang kecewa jelas terlihat oleh mereka.“Kemarin buru-buru keluar, lupa bawa kunci,” ucap Zayn datar.Sambil bicara, dia mengambil salah satu sandal bergambar kura-kura milikku, yang bahkan enggan kupakai karena terlalu kusayangi dan memberikannya pada Selena.Gambar kura-kura yang ada pada sandal itu merupakan lambang shio-ku. Kini justru dengan entengnya diberikan pada orang lain.“Nggak usah dijelaskan,” jawabku pelan.Yang kupikirkan hanya satu, makan malamku—mie nyemek. Aku berbalik, bertumpu pada satu kaki, melangkah ke meja untuk mengambil ponsel, memeriksa status pesananku.“Mbak Manda, ini semua salahku. Tolong jangan marah sama Bang Zayn,” ucap Selena. Suaranya bergetar, matanya berkaca-kaca nyaris menangis.“A

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status