Share

Saat Cinta Menyerah
Saat Cinta Menyerah
Author: Juwita

Bab 1

Author: Juwita
Tepat di hari ulang tahun pernikahan kami yang ketiga, Selena Vireya, yang diam-diam mencintai suamiku, mengunggah status di media sosial:

[Dunia ini seharusnya tak membuatku sebahagia ini… sampai kamu datang.]

Saat siaran live berlangsung, Selena berada dalam dekapan seorang pria. Tangan pria itu menyelimuti tangannya, tepat di atas dadanya.

Pria itu tak menampakkan wajahnya, tapi suara itu jelas suara Zayn Evander.

[Andai saja kamu bisa selalu ada di sisiku…]

[Aku akan selalu ada di sisimu.]

Aku pun meninggalkan komentar singkat:

[Semoga kalian berdua ke-lock selamanya, makasih]

Tak lama kemudian, Selena menghubungiku, “Mbak Manda, Bang Zayn bukannya sengaja nggak datang ke acara ulang tahun pernikahan kalian. Tolong jangan marah … ini semua salahku. Kalau mau marah, luapkan semuanya ke aku.”

Aku hanya terdiam.

Di sisi lain, Zayn merebut ponsel dari tangan Selena.

“Amanda Mahira! Kenapa kamu selalu bersikap dingin dan kasar? Lihat Selena, dia begitu pengertian. Sudahlah, jangan cari masalah,” ucapnya dengan suara meninggi dan penuh emosi.

Dulu, aku pasti sudah buru-buru ke sana, menunjukkan pada semua orang kalau dia milikku. Tapi kali ini, aku ikhlas, semoga mereka berdua ke-lock selamanya. Karena aku … memilih untuk pergi.

….

Saat Zayn tiba di rumah, aku sedang membereskan balon dan pita-pita warna-warni di halaman.

Hari ini ulang tahun pernikahan kami yang ketiga. Sejak pagi, murid-murid Zayn sudah datang untuk merayakan hari istimewa ini. Namun hingga pukul tiga dini hari, pemeran utama baru pulang.

Aku sama sekali tak menggubrisnya. Zayn itu berdiri di samping dengan ekspresi canggung dan sedikit merasa bersalah. Aku tetap lanjut membereskan halaman.

Namun entah kenapa, hal itu justru membuatnya marah.

“Jangan pasang wajah seperti itu, Ini cuma hari ulang tahun pernikahan, dibandingkan nyawa seseorang, mana yang lebih penting? Kamu tuh memang nggak pernah ngerasain susah sejak kecil. Sudah umur tiga puluh, masih saja kekanak-kanakan begitu!”

“Zayn, aku… “ Suaraku terdengar lirih dan sedikit bergetar.

Aku lelah. Bukan hanya tubuh, tapi juga hati.

Tanpa sengaja, balon di tanganku meledak.

Duar!

Zayn pun mengerutkan alisnya.

“Ini sudah larut, Manda, kalau mau marah, pakai cara lain. Gimana kalau tetangga dengar?” ucapnya dengan nada keras yang belum pernah kudengar sebelumnya.

Selena lebih penting daripada ulang tahun pernikahan, lalu harga diri lebih berharga daripada aku.

Meski tahu itu fakta, tetap saja rasanya nyesek di hati.

Aku dan Zayn tumbuh bersama sejak kecil.

Dia tipe yang tenang, sedang aku aktif. Dia lembut, sementara aku kuat. Kami saling melengkapi satu sama lain, sampai akhirnya … Selena muncul.

Dia pernah bilang menyukai sikapku yang blak-blakan dan ceria. Dia juga pernah bilang kalau aku matahari kecilnya. Namun kini, dia menyebutku wanita yang kasar.

Aku tidak punya tenaga lagi untuk berdebat. Membersihkan sisa-sisa kebahagiaan di halaman sudah cukup menguras seluruh tenagaku.

Dalam diam, aku melanjutkan membersihkan panggangan bekas barbekyu.

Zayn tampaknya menyadari ucapannya barusan sudah keterlaluan. Dia pun mengulurkan tangan hendak membantu.

Tepat pada saat itu, ponselnya berdering. Nada deringnya seolah mengejekku.

[Sayang, Sayang, istrimu nelpon, nih]

“Jangan cemburu lagi tanpa alasan. Nada dering ini cuma buat menghibur Selena, hanya main-main saja,” ucap Zayn sedikit panik.

Bara api panggangan terjatuh dan mengenai punggung kakiku.

Aku menahan rasa terbakar di kaki, lalu mendongak ke arah Zayn. Di wajahnya sempat terlintas sedikit kegelisahan dan rasa bersalah.

Namun, seiring dengan suara isak tangis Selena, rasa bersalah itu pun lenyap tak bersisa.

Aku menggeleng pelan dan menepis tangannya yang hendak membantuku berdiri.

“Bang Zayn, sepertinya depresiku kambuh. Aku… aku ingin mati saja. Tapi, sebelum mati, aku ingin mendengar suaramu sekali lagi,” ucap Selena dari seberang telepon, suaranya lirih dan gemetar, seolah sedang menahan tangis.

Mendengar itu, raut wajah Zayn langsung berubah pucat. Dia pun membalikkan badan dan bergegas menuju pintu.

“Selena, jangan lakukan hal bodoh, aku sebentar lagi sampai.”

Di ambang pintu, langkah pria itu terhenti. Tubuhnya bergetar ringan.

Aku tahu… dia sedang memilih.

Antara tetap tinggal, menemani aku yang sedang terluka.

Atau…

Pergi, menghibur Selena yang hanya ingin mendengar suaranya.

Namun, pada akhirnya, dia tetap memilih pergi, meninggalkanku seorang diri di halaman.

Tubuhku melemas, lalu terjatuh perlahan di hamparan rumput sembari mendengar suara mobil yang menghilang perlahan dalam kegelapan malam.

Luka di kakiku nyaris tak terasa, tapi luka di hati justru semakin terasa.

Aku tahu, kita tak akan bisa kembali lagi.

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Saat Cinta Menyerah   Bab 10

    Aku menarik napas panjang, lalu melangkah mendekati Zayn.Saat melihatku berjalan ke arahnya, sorot matanya dipenuhi harap sekaligus kegelisahan. Dia segera berlari kecil menghampiriku.“Maafkan aku, kura-kura...” Suaranya terdengar gemetar saat menyodorkan buket mawar ke hadapanku. “Tolong maafin aku sekali lagi,” imbuhnya.Tatapan penuh harap terpancar di matanya, seolah bunga itu cukup untuk menebus semua kesalahan yang lalu.“Tuan Zayn, harus berapa kali kuulangi? Kita sudah cerai, nggak ada hubungan apa-apa lagi.” Wajahku tetap dingin. Tatapanku tajam dingin, berharap dia bisa melihat keteguhan dalam hatiku.“Di hatiku, kita belum bercerai.”Aku menggeleng pelan, lalu membisikkan kata-kata yang hanya bisa kami berdua dengar.“Hubungan kita udah selesai, Zayn. Harusnya hatimu tahu itu, bukan malah ngelakuin sandiwara seperti ini.”Tatapannya penuh kekecewaan.“Ini bukan sandiwara. Aku mencintaimu, Manda. Aku nggak bisa hidup tanpamu,” ucapnya lirih.“Mungkin kamu cuma terbiasa ada

  • Saat Cinta Menyerah   Bab 9

    Sejak Zayn menolak menandatangani surat cerai, aku langsung menyerahkan semuanya pada pengacara dan mengajukan gugatan ke pengadilan.Akhirnya, di bawah keputusan hukum, hubungan kami pun resmi berakhir.Setelah perceraian, aku seperti terbebas dari beban berat yang selama ini mengekang. Aku mencurahkan seluruh energi untuk karierku. Sesekali, aku masih mendengar kabar tentang Zayn lewat teman-teman kami dulu.Katanya, dia sering melakukan kesalahan dalam pekerjaan, hingga akhirnya gagal mendapatkan gelar profesor tetap. Kehidupan pribadinya juga berantakan. Pria yang dulu tampak begitu elegan dan berwibawa itu, sekarang berubah jadi sosok yang lusuh dan tak terurus. Dia bahkan menutup diri dari dunia luar dan mengurung diri di rumah.Sementara Selena...Setelah lulus, dia menolak pindah dari asrama mahasiswa. Pihak kampus sampai turun tangan menindaknya.Hari itu, orang tuanya datang mengamuk ke kampus, katanya uang lamaran sudah diberikan tapi putri mereka malah menolak menikah.Sel

  • Saat Cinta Menyerah   Bab 8

    “Zayn, kamu masih ingat terakhir kali kamu bilang hal yang sama? Aku nggak kasih kamu kesempatan? Aku justru kasih waktu satu tahun untuk mempertahankan hubungan ini. Kamu nggak sadar setahun ini aku lebih sering di rumah? Aku bahkan sempat bilang kita bisa mulai bicara soal anak. Kamu yang bilang ditunda lagi. Kamu lupa, ya?”Ucapanku membuatnya terdiam.“Kamu pernah bilang gitu! Nggak, aku nggak ingat. Itu nggak penting, yang terpenting kita masih saling cinta. Aku cinta kamu, Manda!” Zayn terjebak dalam ingatan masa lalunya.“Kamu bilang cinta? Zayn, kamu udah nggak cinta sama aku, kamu cuma belum menyadari itu. Kalau masih cinta, kamu pasti tahu aku sudah berhenti jadi atlet setahun lalu. Dan sekarang, aku udah jadi manajer profesional,” sahutku menentang.“Sejak kapan?” Zayn terkejut. Dia tahu betapa pentingnya dunia atletik bagiku.“Sejak kamu sibuk menemani muridmu yang katanya lemah dan sakit-sakitan itu,” sindir Noah menyela.“Apa!” Ekspresi kaget Zayn perlahan berubah menjadi

  • Saat Cinta Menyerah   Bab 7

    Setelah sampai di apartemen sewaku dan membereskan semua barang, malam pun sudah larut.Zayn belum juga membalas pesanku.Aku curiga dia tak melihat surat cerai yang kutinggalkan.Pesanku tak dibalas, panggilanku pun tak diangkat. Saat aku coba menelepon lagi, justru Selena yang menjawab.Belum sempat aku membuka mulut, suara sombongnya langsung terdengar, “Bang Zayn lagi mandi. Kamu pikir pakai cara kayak gini bisa...”Tak menunggu ocehannya selesai, langsung saja kututup telepon dan memblokir mereka berdua dari Whatsapp-ku.Tekanan yang sejak tadi menghimpit dadaku perlahan-lahan memudar ketika aku melangkahkan kaki ke dalam klub tenis.Di sinilah tempatku yang sesungguhnya, tempat di mana aku punya kendali penuh dan bisa mencurahkan seluruh semangatku.Aku langsung meninjau ulang semua operasional klub. Berbekal pengalaman bertahun-tahun, aku mengidentifikasi titik-titik yang bisa ditingkatkan, lalu melakukan pembaruan strategis.Tak lama, aku mengumpulkan seluruh tim, lalu memapark

  • Saat Cinta Menyerah   Bab 6

    Kedatangan kurir tiba-tiba memecah keheningan yang mencekam.Perutku benar-benar kosong. Rasa lapar membuatku tak ingin berdebat dengan mereka.Namun, Selena justru menutup hidungnya sambil mengernyit, seolah-olah yang ada di hadapannya bukanlah makanan, melainkan tumpukan sampah.“Bau ini … aku …” Selena tampak ingin muntah.“Buang itu!” Suara Zayn terdengar dingin.Aku mengabaikan mereka. Aku ambil pesananku dan berjalan kembali ke meja dengan bertumpu pada satu kaki.Namun, tepat saat aku hendak berjalan, sebuah dorongan ringan datang dari belakang hingga membuatku kehilangan keseimbangan.Aku pun terjatuh bersama semangkuk mie nyemek di tanganku. Kuah bercampur mie yang panas membasahi tubuh, membuatku merasa sangat berantakan.Aku mencoba bangkit berdiri, tapi tubuhku benar-benar tak sanggup.Seharian belum makan apa-apa, aku benar-benar kehabisan tenaga.Dari belakang, Selena berpura-pura prihatin.“Mbak Manda, kok ceroboh banget, sih?” ucapnya.Lalu suaranya merendah, bernada si

  • Saat Cinta Menyerah   Bab 5

    Ding, dong!Suara bel tiba-tiba berbunyi.Hatiku langsung berbunga. Aku pikir, pesanan mie nyemek milikku akhirnya tiba.Dengan satu kaki menopang tubuh, aku berjalan ke arah pintu dengan hati-hati.Tapi, saat pintu terbuka, yang kulihat justru Zayn dan Selena.Wajahku yang kecewa jelas terlihat oleh mereka.“Kemarin buru-buru keluar, lupa bawa kunci,” ucap Zayn datar.Sambil bicara, dia mengambil salah satu sandal bergambar kura-kura milikku, yang bahkan enggan kupakai karena terlalu kusayangi dan memberikannya pada Selena.Gambar kura-kura yang ada pada sandal itu merupakan lambang shio-ku. Kini justru dengan entengnya diberikan pada orang lain.“Nggak usah dijelaskan,” jawabku pelan.Yang kupikirkan hanya satu, makan malamku—mie nyemek. Aku berbalik, bertumpu pada satu kaki, melangkah ke meja untuk mengambil ponsel, memeriksa status pesananku.“Mbak Manda, ini semua salahku. Tolong jangan marah sama Bang Zayn,” ucap Selena. Suaranya bergetar, matanya berkaca-kaca nyaris menangis.“A

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status