"Dwi! Jangan lakukan itu, Dwi. Mas mohon. Beri kesempatan sama Mas sekali ini saja. Sumpah demi Allah, Sayang. Sekali pun Mas nggak pernah menyentuh Lena." Dimas terdengar panik. Dia tidak menyangka kalau mamanya akan mengambil keputusan dengan cepat."Itu sudah jadi keputusan Mama, Mas. Dwi nggak bisa berbuat apa-apa." Dwi tampak pasrah. "Dwi sudah bilang sama mama kalau Dwi nggak hamil.""Kenapa kamu lakukan itu, Dwi? Mas mengatakan itu untuk menyelamatkan pernikahan kita. Lena pasti akan terus mengancam Mas agar menceraikan kamu jika Mas tidak berkata seperti itu.""Tapi Dwi nggak mau membohongi mama, Mas. Mas Dimas tega memberi harapan palsu sama mama? Mama pasti akan bertambah marah jika tahu bahwa cucu yang diidam-idamkannya itu tidak ada. Kenapa Mas tidak menikahi Lena saja? Bukankah itu juga akan menjadi cucu mama juga?" Dwi tak dapat lagi menahan tangisnya.Hatinya begitu perih mengucapkan kalimat-kalimat yang sebetulnya sangat bertentangan dengan hatinya. Jauh di lubuk hatin
Dwi terkejut. Tak menyangka kalau Dimas akan berpikir sampai sejauh itu. Hal itu membuat Dwi yakin akan segala ucapan suaminya."Mas benar-benar tidak pernah melakukan itu sama Lena?" Dwi meyakinkan."Berapa kali Mas harus bilang, Sayang? Atau kamu lebih senang Mas masuk penjara?""Mas!" "Katakan, Dwi. Katakan perasaan kamu sama Mas."Dwi menarik napas agar dapat bersikap tenang. "Iya, Mas. Dwi percaya sama Mas Dimas. Dwi juga mencintai Mas Dimas." Dwi terisak.Dimas tertegun. Hatinya merasa begitu lega karena cintanya telah berbalas dari istri kecilnya itu."Sayang? Kamu serius?" "Buktikan kalau Mas Dimas tidak bersalah. Dwi akan menunggu Mas.""Baik, Sayang. Mas akan melakukan apa pun demi kamu. Mas janji. Kita akan bisa sama-sama lagi. Tapi ada satu hal yang harus kamu lakukan agar Mas merasa tenang, Dwi.""Apa itu, Mas?"*Selesai sarapan, Ratih meminta Dwi untuk bersiap-siap. Hari ini mereka akan menemui pengacara untuk membicarakan duduk perkara agar dapat melakukan gugatan p
"Ma, Mas Dimas meminta Dwi menemuinya di hotel. Boleh?" Dwi bertanya saat makan siang dengan mertuanya. Karena kejadian waktu itu, Dwi memutuskan untuk tak lagi kembali ke kantor. Dia pun telah meminta izin pada mamanya. Juga Arya yang menjadi alasannya menerima tawaran bekerja waktu itu."Kenapa harus kamu yang menyusulnya? Kenapa dia tidak pulang saja?" Ratih bertanya heran."Mas Dimas tidak akan pulang sebelum semuanya selesai, Ma. Mas Dimas tidak mau membuat mama marah lagi. Lagipula, saat ini Mas Dimas sedang menghindari Lena. Kalau Mas Dimas pulang, wanita itu pasti mencarinya ke sini.""Ya, sudah. Nanti biar mang Udin yang ngantar kamu." "Makasih, Ma."*Dwi sampai di lobi hotel. Lalu tiba-tiba ada yang menarik tangannya dan menyeret langkahnya."Mas Dimas?" Dwi terkejut melihat Dimas seperti telah lama menunggunya.Dimas mengambil alih ransel berisi pakaian ganti yang dia pesan agar istrinya tidak kepayahan."Kita ke kamar aja, ya." Tangan Dimas tak lekang menggenggam tangan
Dimas tak menyia-nyiakan kesempatan, mencumbu Dwi dengan begitu bersemangat. Tangannya bergerak ke sana ke mari hingga Dwi yang tak siap harus bergerak mundur.Dimas tak melepaskan serangan itu, hingga akhirnya Dwi terpojok dan terduduk di sisi tempat tidur. Dimas merebahkan Dwi di atas ranjang. Tangan besarnya mulai meraba dan mencoba membuka kancing blush Dwi, hingga akhirnya Dwi menahan gerakan itu dengan tangannya."Kenapa?" Dimas berbisik."Bukankah Mas sudah berjanji?" Dwi tampak ketakutan."Mas akan buktikan semuanya, Sayang.""Kalau begitu tunggulah sebentar lagi.""Kamu tega?""Dari pada Dwi tidak percaya sama sekali?""Kamu menyiksa Mas, Sayang." Dimas memelas di sela-sela napasnya.Dwi tertawa kecil. "Siapa suruh ingkar janji. Yang seperti ini saja tidak bisa Mas tepati.""Ya? Ya? Plis!" Dimas kembali merayu."Begini cara Mas merayu Lena?""Ish!" Dimas mencubit hidung mancung Dwi dengan gemas. "Mas juga belum pernah, ya. Ini baru mau yang pertama.""Kalau begitu Mas Dimas
Saat ini Dimas sedang memulai aksinya. Setelah Dwi meninggalkannya sendirian di hotel, Dimas benar-benar merasa kesepian. Baru saja dia ingin menikmati manisnya madu sebagai pengantin baru, malah harus kecewa karena Dwi dengan tegas menolaknya.Tentu saja Dimas tidak serta merta menyalahkan istrinya. Dwi melakukan itu sudah pasti karena perbuatan Dimas sendiri. Karena itu Dimas harus berusaha lebih keras lagi untuk membuktikan bahwa dirinya tidak bersalah.Dua jam lamanya Dimas menempuh perjalanan dengan mobilnya. Meski hanya sekali, dia masih ingat jalan yang pernah dia lalui. Mobil melaju pelan saat memasuki halaman sebuah bangunan.Sebuah villa tempat terjadinya kejadian saat Dimas dijebak oleh Lena.Dimas turun dari mobil saat melihat seorang pria yang sedang menyapu daun-daun dari pohon yang berserakan."Mau cari siapa, Mas?" Pria paruh baya itu menghampiri saat melihat Dimas berjalan mendekatinya."Bapak, yang punya villa ini?" tanya Dimas berpura-pura."Bukan, Mas. Saya hanya m
"Len, sudah lama Dimas tidak ke sini. Apa hubungan kalian sudah berakhir?" Pak Diki bertanya pada anak perempuannya saat makan malam."Eh, enggak kok, Pa. Dimas akhir-akhir ini sibuk di kantor. Kan papanya Dimas udah nggak ada. Jadi sekarang Dimas harus menghandel kerjaannya sendirian." Lena beralasan."Jangan lama-lama lagi, Len." Mamanya Lena ikut menimpali. "Suruh Dimas cepat melamar kamu. Tahun ini saja umur kamu sudah dua puluh lima. Mama nggak mau kamu disebut nggak laku. Anaknya teman-teman arisan mama sudah pada nikah. Malah ada yang sudah punya cucu."Lena terdiam, sembari mengusap perutnya yang masih rata. Tentu saja dia tidak mungkin mengatakan kalau saat ini dia juga sedang mengandung. Bisa-bisa mamanya pingsan dan papanya akan mengamuk, lalu memaki-maki Dimas.Lena tak ingin rencananya hancur sia-sia karena kecerobohannya."Iya, Ma. Mama tenang aja, ya. Sebentar lagi Dimas dan keluarganya akan melamar Lena, kok.""Baguslah kalau begitu. Kalau dia tidak secepatnya melamar
Dimas terbangun dari ranjang hotel saat mendengar bunyi panggilan masuk dari ponselnya. Dimas langsung tersenyum saat melihat nama yang tertera di layar yang sedang menyala itu. Nama seseorang sedang melakukan panggilan video dari aplikasi whatsapp."Pagi, Sayang." Dimas menyapa dengan suara serak khas bangun tidur."Ish, ini udah siang, tau!" Suara Dwi berdecak manja dari seberang sana.Dimas melirik ke arah jam beker di atas nakas. Lalu tertawa kecil saat melihat jarum jam sudah menunjukkan pukul sepuluh. Hari sudah hampir siang."Iya, iya. Mas kesiangan." Dimas menggaruk rambutnya yang masih acak-acakan."Emang tadi malam tidur jam berapa? Begadang sama siapa?""Nggak ada, Sayang. Mas tidurnya larut karena kepikiran terus sama kamu.""Gombal!"Dimas kembali tertawa."Keenakan ya, mentang-mentang sekarang udah nggak kerja lagi," rajuk Dwi. "Bebas. Nggak perlu lagi bangun pagi.""Eh, kan cuma sementara, Sayang. Kalau nanti Mas ke kantor__.""Barusan Lena datang nyariin Mas!" Bibir D
"Lancang kamu! Tidak punya sopan santun. Seenaknya saja datang dan menuduh saya yang bukan-bukan. Saya tidak akan sudi punya menantu seperti kamu." Mamanya Dimas yang semula mulai luluh dan meminta Dimas bertanggung jawab, kini harus mengurungkan niatnya.Wanita yang selama ini menjadi kekasih anak laki-lakinya itu telah menunjukkan sifat aslinya. Pagi-pagi sekali Lena datang dengan keadaan kacau balau. Bau alkohol dan asap rokok bercampur dan masih bisa tercium oleh siapa pun yang berada dekat dengannya.Sejak tadi malam, Lena memang tidak pulang ke rumahnya. Tentu saja Rangga yang sedang dimabuk cinta tak mungkin begitu saja melepaskannya. Mantan narapidana itu membawanya menginap di apartemen. Tentu saja untuk melayaninya sepanjang malam.Dwi hanya terdiam melihat Lena berteriak-teriak memanggil nama Dimas. Bahkan dia sempat memaki Dwi karena telah merebut Dimas dari dia. Tapi tentu saja mertuanya selalu pasang badan untuk membelanya. Hingga wanita paruh baya itu harus memanggil m