Share

Part3

Author: Oscar
last update Last Updated: 2022-08-05 13:34:08

Aku hanya terdiam menyaksikan mama memarahi mas Dimas habis-habisan. Aku yang sedari kecil hanya menumpang tinggal dengan mereka, merasa tak punya hak suara untuk menengahi perdebatan itu. Yang bisa kulakukan saat ini hanyalah menanti dengan pasrah keputusan apa yang mereka ambil untukku.

Aku yang tidak punya siapa-siapa lagi ini tak tahu harus ke mana jika harus mengalah dan pergi. Kerabat lain pun tak banyak yang aku kenal. Sementara selama ini, makan dan segala kebutuhanku masih dipenuhi oleh orang-orang di rumah ini.

Andai aku mengalah dan angkat kaki dari sini, aku harus ke mana? Pengalaman kerja pun aku belum punya. Tidak mungkin aku membiarkan mas Dimas pergi dari rumahnya sendiri. Laki-laki yang masih sah menjadi suamiku itu pasti semakin membenci keberadaanku.

Ya, Allah. Apa yang harus aku lakukan?

"Kamu jangan khawatir, Dwi." Mama seperti bisa membaca pikiranku. "Kamu tetap menjadi anak Mama. Kalau Dimas menceraikan kamu, Mama akan mencarikan jodoh lain untuk kamu, dan menyerahkan perusahaan ke tangannya." Mama kembali memberikan sinyal mengancam pada anaknya.

Aku memandang wajah mama yang terlihat begitu tulus. Lalu melirik mas Dimas yang terlihat gusar, seperti frustasi dan bingung dengan apa yang harus dilakukan.

"Kamu pikirkan baik-baik, Dimas. Kamu pikir mama tidak tahu, kalau diam-diam kamu menjalin hubungan dengan wanita lain?" 

Mas Dimas semakin terkejut dengan ucapan mama. 

"Ma, itu__."

"Wanita itu yang datang saat papa meninggal, kan? Tadi juga mama lihat dia datang dan mendekati kamu. Dasar wanita tidak tahu malu. Tidak punya harga diri."

"Ma! Lena wanita baik-baik. Mama jangan menuduhnya yang bukan-bukan." Mas Dimas keberatan dengan tuduhan mama, meski sudah ketahuan.

"Wanita baik-baik mana yang masih menempel pada pria beristri. Di mana-mana pelakor itu bukan wanita baik-baik! Perusak rumah tangga orang!" Mama tak mau kalah.

Aku begitu terkejut saat tahu mama sudah memiliki firasat seperti itu. Pantas wanita berhijab coklat itu marah besar saat mas Dimas hendak mengucap kata cerai.

Aku saja yang terlalu percaya, hingga tidak peka pada gelagat aneh suami sendiri. Masih tak menyangka, kalau laki-laki sebaik dan bertanggung jawab seperti mas Dimas akan besikap curang seperti ini.

"Kamu pikirkan baik-baik, Dimas. Tarik kata-kata kamu, atau malam ini juga kamu bereskan barang-barangmu. Ayo, Dwi. Biarkan anak durhaka ini merenungi kebodohannya."

Belum sempat berpikir dan menjawab, mama sudah merangkul bahuku untuk keluar dari kamar.

Aku hanya menangis sesenggukan saat sampai di kamar mama. Mama memelukku dengan sangat erat. Tangisnya bahkan lebih menyedihkan dibanding aku.

Aku mengerti. Ini seperti musibah yang bertubi-tubi. Baru tiga hari ditinggal suami untuk selamanya, kini hal mengejutkan kembali terdengar olehnya.

"Jangan tinggalkan Mama, Dwi. Kamu satu-satunya putri kesayangan mama." Mama sesenggukan. "Mama nggak mau kesepian di rumah ini tanpa kalian."

Kesedihanku saat ini tak sebanding dengan kesedihan mama.  Aku jadi tidak tega dan merasa bersalah. Di lubuk hatiku pun aku tidak ingin meninggalkan mama yang telah memanjakanku selama ini dengan limpahan kasih sayang.

"Dwi akan tetap sama Mama. Mama jangan berpikir yang macam-macam, ya?" Aku mencoba menenangkannya. Padahal aku sendiri juga butuh ditenangkan.

"Maafkan Dimas yang telah menyakiti kamu, Dwi. Anak itu sama sekali bukan suami yang baik seperti papanya."

"Sudah, Ma. Dwi juga salah. Tidak seharusnya Dwi mengganggu hubungan mas Dimas dengan pacarnya. Dwi yang telah merebut mas Dimas dari wanita itu."

"Kamu tidak boleh bicara seperti itu, Dwi. Tidak ada yang merebut siapa pun. Wanita seperti kamu yang lebih pantas mendampingi Dimas."

Aku tak lagi melanjutkan kata-kataku. Keadaan ini membuat aku dan mama sama-sama merasa terpukul. Yang kami butuhkan saat ini hanyalah waktu untuk sendiri. Mama yang mengenang papa, dan aku yang merenungi nasibku selanjutnya.

Usai saling memberi semangat dan menguatkan, aku pamit dan meninggalkan mama sendirian di kamarnya. Membiarkan wanita berhati malaikat itu sendiri untuk beristirahat. Tahlilan malam ke tiga ini cukup membuat semua orang merasa lelah. 

Jika tanpa kejadian yang disebabkan oleh mas Dimas tadi, kami semua pasti sudah tidur dengan nyenyak.

Aku kembali menaiki tangga menuju lantai dua. Namun kali ini aku tak kembali ke kamar tadi. Aku memasuki kamarku yang dulu aku tempati sebelum menikah. Kamar yang sama-sama berada di lantai atas tak jauh dari kamar mas Dimas yang sekarang menjadi kamar kami.

Aku membaringkan diri di atas ranjang lamaku. Memikirkan nasib yang sepertinya masih belum berpihak padaku.

Dalam hati aku masih berpikir, mama tak mungkin benar-benar tega membiarkan putranya pergi dengan tangan kosong dari rumah ini. Mama hanya emosi dan marah untuk sementara waktu. Kelak jika dia rindu, dia akan menyesal dan meminta mas Dimas kembali bersamanya.

Dan aku pun akan merasa begitu canggung saat kembali tinggal bersama dalam satu rumah dengan laki-laki yang sudah menceraikanku. Mau pergi dari rumah pun, tak tega setelah mendengar permohonan mama tadi.

Dilihat dari cara mas Dimas hendak menceraikanku, sepertinya mas Dimas tidak akan gentar menghadapi ancaman mama. Melihat keberaniannya membawa wanita bernama Lena ke rumah ini, dia pasti benar-benar serius dengan wanita itu.

Andai orang tuaku masih hidup, aku pasti tidak akan mengalami hal buruk seperti ini. Air mataku tak berhenti mengalir sejak tadi hingga aku merasa mengantuk. Baru saja mataku terpejam, suara ketukan terdengar dari pintu.

Dengan malas aku bangkit, lalu mengusap sisa air mata yang sebagian sudah mengering di pipi.

"Mas Dimas?" Laki-laki itu sudah berdiri di depan pintu.

"Ngapain di sini?" tanya dia.

"Dwi mau tidur, Mas."

"Kamu senang Mas kena marah terus sama mama? Ayo balik." Mas Dimas memberikan kode dengan kepalanya.

"Balik ke mana?"

"Kamar." 

Aku tak menjawab. Merasa kalau sekarang aku berada di kamar yang benar. 

"Tunggu apa lagi?"

"Tapi ini kamar Dwi, Mas." Aku masih berlaku sopan. Bagaimana pun juga Mas Dimas pernah menjadi seseorang yang aku anggap kakak dan aku hormati.

"Sekarang, Dwi! Ke kamar kita!"

                                      ~~~

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Saat Ibu Mertua Berdiri Dipihakku   Part 69

    "Kenapa Mama pergi, Sayang? Apa mama masih benci sama Mas?" tanya Dimas ketika melihat ibunya langsung pergi begitu dia baru sampai. Tanpa menyapa apalagi bertanya tentang keadaannya terlebih dahulu."Sudah, Mas. Tidak usah dipikirkan. Ayo kita masuk." Dwi langsung menarik lengan suaminya agar ikut masuk dengannya. "Apa Mas sudah sarapan? Mau Dwi buatin kopi, atau apa?""Sebenarnya belum, sih. Tapi ketika melihat kamu, Mas sudah kenyang.""Ilih, Mas Dimas suka gombal, deh. Jangan-jangan sudah dibuatin sarapan sama Lena tadi, iya kan?" Mengingat nama itu sebenarnya hati Dwi terasa perih, namun nama itu tidak akan bisa dia lupakan begitu saja dari dalam hidupnya."Kok ngomongin dia lagi, sih? Apa Dwi belum bisa percaya seutuhnya sama Mas?""Dwi percaya kok sama Mas. Jika Dwi tidak percaya sama Mas Dimas, untuk apa juga Dwi nyuruh Mas pulang." Dwi meralat kembali ucapannya agar suaminya tidak jadi marah."Eh, suasana rumah kok sepi? Bik Siti kemana?" tanya Dimas begitu menyadari tidak ad

  • Saat Ibu Mertua Berdiri Dipihakku   Part 68

    "Ibu!" ucap Rangga ketika memasuki ruangan yang ditempati oleh Ratih. Pria itu mencoba untuk mengingat-ingat sesuatu sembari mengacungkan jari telunjuk ke arah wanita paruh baya itu. Raut wajah wanita yang sedang mengenakan busana serba putih itu seperti tidak asing baginya."Kamu mengenal saya?" tanya Ratih dengan penuh tanda tanya. Seingat wanita paruh baya itu, dia tidak pernah mengenal ataupun melihat pemuda yang sedang berada dihadapannya kini."Oh, iya. Saya ingat sekarang. Bukankah Anda itu adalah Bu Ratih, salah satu donatur tetap di Panti Asuhan 'Sahabat Sejati'?" ucap Rangga penuh dengan keyakinan."Benar itu saya. Saya adalah salah satu pemilik dan pengurus yayasan itu. Kamu siapa? Kenapa kamu tahu tentang yayasan itu?" Ratih balik bertanya pada pemuda yang baru saja memasuki ruangannya itu."Oh, perkenalkan. Nama saya Rangga Adiyasa, saya adalah salah satu anak penghuni Panti Asuhan itu tempo dulu. Senang bisa bertemu dengan anda kembali." Dengan ramah, pemuda yang memilik

  • Saat Ibu Mertua Berdiri Dipihakku   Part 67

    "Dimas! Dimana kamu? Ayo keluar! Jangan coba-coba sembunyi dariku Dimas!" teriak Lena dari luar sembari menggedor-gedor pintu ruangan yang biasa ditempati oleh Dimas dengan sangat keras. Sudah beberapa hari ini wanita itu datang ke kantor ini untuk mencari keberadaan kekasih hatinya itu dan ingin meminta pertanggung jawaban darinya.Namun sayang, apa yang dia cari tak kunjung ketemu. Bak ditelan bumi, keberadaan Dimas tidak dia ketahui. Yang ada hanya Arya, pemuda yang begitu menyebalkan baginya.Ratih dan Arya yang sedang memeriksa berkas-berkas pekerjaan kantor di dalam ruangan itu sontak terkejut."Siapa itu Arya?" tanya Ratih kepada putra temannya itu."Sepertinya itu suara Lena, Tante.""Kenapa wanita itu bisa bebas berkeliaran di kantor ini?""Dia sudah biasa melakukannya, Tante. Beberapa hari ini saja, dia sudah berkali-kali datang ke sini untuk mencari Dimas.""Kenapa kamu tidak mengusirnya?""Saya sudah mencoba untuk memberinya peringatan, namun wanita itu tidak juga mau meny

  • Saat Ibu Mertua Berdiri Dipihakku   Part 66

    Dimas dapat merasakan tentang betapa beratnya kerinduan yang dirasakan oleh istri kecilnya itu. Sebab saat ini Dimas juga merasakan hal yang sama. Tapi, dia tidak bisa berbuat banyak dan segera keluar dari masalah yang sedang menderanya. "Kamu yang sabar ya, Sayang. Mas akan segera membuktikan bahwa Mas tidak pernah berhubungan sejauh yang Lena tuduhkan pada Mas. Kamu percaya kan sama Mas?" Hanya kata-kata itu yang dapat Dimas ucapkan untuk meyakinkan istrinya."Dwi percaya sama Mas Dimas."*Sepanjang malam Dwi tidak bisa tidur memikirkan tentang keadaan suaminya. Sebagai istri, seharusnya saat ini Dwi berada di samping suaminya dan melayani segala kebutuhan Dimas. Dalam hati yang paling dalam, Dwi benar-benar merasa bersalah karena telah menuntut Dimas dengan berlebihan dan memberi sebuah beban yang sangat berat dipundak suaminya itu.Karena tidak bisa tidur, Dwi memutuskan untuk membuat sarapan untuk ibu mertuanya. Dwi harus mencari perhatian dari ibu suaminya itu agar tetap bersi

  • Saat Ibu Mertua Berdiri Dipihakku   Part 65

    "Kamu mengenalku?" tanya Dimas heran.Pria yang ada dihadapannya itu tersenyum sinis sembari membuang muka, seperti tak ingin melihat wajah Dimas."Tentu saja aku mengenalmu. Kamu orang yang telah merebut Lena dariku, bukan?"Sontak Dimas terkejut dengan pernyataan pria itu. Dimas merasa khawatir jika akan terjadi selisih paham diantara mereka. Kemudian dia melirik Arya yang berada disampingnya. Dimas curiga bahwa Arya sengaja melakukan semua ini untuk menjebaknya. Agar pria yang tidak dia kenali ini salah sangka dan menghajarnya.'Licik sekali kamu, Arya!' gumam Dimas dalam hati."Tenang saja, Bro. Aku tidak akan berbuat macam-macam terhadapmu. Justru dengan kedatanganmu kesini, akan menguntungkan buatku. Bukankah begitu kawan?" ucap pria itu menatap kearah Arya.Arya tersenyum sembari mengangguk. Membenarkan semua ucapan pria yang bernama Rangga tersebut."Apa maksud kalian?" tanya Dimas semakin tak mengerti. Menatap Arya dan Rangga secara bergantian."Oh, perkenalkan! Saya Rangga,

  • Saat Ibu Mertua Berdiri Dipihakku   Part64

    Dwi yang melihat itu menjadi tak enak hati. Lalu semakin mengeratkan diri dalam pelukan suaminya itu."Dwi cuma bercanda, Sayang. Dwi ke sini sengaja mau ngasi kejutan buat Mas Dimas. Dwi kangen banget sama Mas Dimas," ucap Dwi dengan sangat manja.Hati Dimas terenyuh mendengarnya. Suara manja Dwi membuat wanita itu terlihat begitu menggemaskan."Oh, gitu. Sengaja mau bikin Mas marah, gitu?""Dih. Emang kalau Mas Dimas marah gimana?""Mmm... nantangin, ya?""Emang mau ngapain?"Dimas tersenyum nakal, lalu menarik hidung mancung Dwi dengan gemas."Mas mau ngasi kamu hukuman sampai sore." Dimas langsung menarik tubuh Dwi dan merebahkannya di atas ranjang."Ish, Mas Dimas nakal." Dwi menjerit kecil.Dimas tak peduli, lalu terus mencumbu istrinya dengan semangat."Awas kelewatan, ya. Tepati janji Mas.""Berisik! Pokoknya hukuman kamu sampai sore!"*Sore harinya Dimas dan Dwi turun dari kamar. Setelah menghabiskan waktu seharian, Dwi akhirnya harus pulang. Dimas punya sesuatu untuk dikerj

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status