Home / Rumah Tangga / Saat Istri Tak Lagi Cantik / 5. Awal Perubahan Damar

Share

5. Awal Perubahan Damar

last update Last Updated: 2022-12-29 10:41:29

POV Adista

Aku menatap lekat jam dinding yang sedari tadi terus berputar jarumnya. Sedikit gelisah menanti kepulangan Mas Damar. Biasanya jam segini Mas Damar sudah sampai rumah. Aku juga sudah memasakkan makanan kesukaan Mas Damar sesuai permintaannya. Mumpung Mas Damar sudah memberi uang tambahan.

Namun hingga waktu beranjak malam, Mas Damar tak jua kembali. Pesan yang kukirim sejak sore pun tak dibacanya sama sekali. Kemana sebenarnya Mas Damar? Apa ia sedang lembur?

Lamunanku yang sedang berkelana memikirkan Mas Damar langsung buyar saat mendengar notifikasi pesan masuk di ponsel. Buru-buru aku meraih ponsel, berharap Mas Damar lah yang menghubungiku.

Aku kembali lesu saat melihat ternyata bukan Mas Damar yang mengirim pesan tersebut.

Kubuka pesan dari Wina, sahabatku itu. Begitu melihat apa yang dikirim Wina, hatiku langsung terlonjak kaget. Ternyata Wina mengirim sebuah foto yang diambilnya dari sebuah restoran ternama.

[Ta, ini suamimu dan mertuamu ada di sini. Kamu kok gak ikut?]

Tubuhku terasa lunglai saat melihat foto itu lebih jelas. Di situ terlihat Mas Damar bersama Ibunya dan seorang wanita tengah makan bertiga. Wajah Ibu terlihat begitu sumringah. Namun berbanding terbalik dengan Mas Damar yang menampakkan raut wajah masam dan tak suka.

Apa ini? Kenapa raut wajah Mas Damar terlihat kesal di foto ini? Padahal biasanya ia selalu ceria jika bersama Ibunya.

Segera kuhubungi nomor Mas Damar, ingin mendengar penjelasan darinya. Namun berulang kali aku berusaha menghubungi, ia tak juga mengangkatnya.

Kutatap makanan yang tersaji di meja makan. Air mata menetes tanpa terasa sebab menahan sesak di dada. Aku sudah capek-capek masak, sembari menyambi mengurus Rafis, tapi malah Mas Damar asyik makan di luar dengan Ibunya dan wanita lain.

Aku memilih masuk ke kamar mandi untuk membersihkan badan sekaligus mendinginkan kepala. Kesempatan, mumpung Rafis sudah tidur waktunya aku mengurus diri supaya Mas Damar tak lagi menatapku dengan tatapan risih.

Usai mandi, aku memilih memejamkan mata setelah lelah beraktivitas seharian. Namun sekeras apapun aku berusaha untuk tidur, pikiran ini malah berkelana kembali pada Mas Damar.

Terdengar deru motor Mas Damar masuk ke halaman. Aku sama sekali tak berniat untuk membukakannya pintu. Biar dia rasakan, bagaimana rasanya hatiku kecewa akibat ulahnya.

Terdengar pintu terbuka dari luar. Lalu lelaki yang sudah menikahiku itu pun masuk ke dalam.

"Itaa ...." Terdengar lagi panggilan lelaki itu. Namun aku memilih tak menjawab.

"Ck! Suami pulang bukannya disambut, malah tidur," ketus Mas Damar di ambang pintu kamar.

Aku memilih mengabaikannya walau sebenarnya, aku mendengar semua perkataannya.

Baru dua tahun berjalan rumah tangga kami. Tapi makin lama aku makin merasa sikap Mas Damar benar-benar berubah seratus delapan puluh derajat. Padahal dulu ia sangat mencintaiku, dan sering memuji-mujiku. Tapi sekarang ....

Pikiranku berkelana di awal perubahan Mas Damar. Kala itu kehamilanku mulai menginjak trimester ketiga, di mana berat badanku naik begitu drastis. Mas Damar yang dulu sangat romantis berubah menjadi begitu cuek. Komunikasi pun menjadi amat sangat jarang.

Saat aku berusaha mengajaknya berkomunikasi, maka hanya jawaban sepatah dua kata saja yang kudapat. Bahkan ia tak lagi perhatian dengan calon anak kami.

Yang lebih menyakitkan lagi, di saat kehamilanku masuk di bulan ke sembilan, Mas Damar sama sekali tak lagi mau menyentuhku. Bahkan tiap aku mendekatinya untuk bermanja, ia selalu menghindar.

Emosiku memuncak saat kontraksi palsu datang. Aku datang ke bidan mengeluhkan kontraksi palsu yang kurasakan, namun begitu bidan memeriksa ia berkata bahwa kepala bayi masih jauh. Ia menganjurkan agar aku melakukan induksi alami. Dan induksi alami yang paling bagus, ya dengan berhubungan suami istri.

Bukannya mendengar saran dari bidan, Mas Damar memilih acuh dan malah menyuruhku untuk memperbanyak makan nanas. Bukan kontraksi yang kudapat, malah lambung yang mengulah akibat terlalu banyak mengonsumsi nanas.

Hatiku benar-benar perih kala itu. Emosiku yang tak stabil karena hormon kehamilan jadi meluap. Aku mengancam akan pergi dari rumah jika Mas Damar tak juga menyentuhku. Sungguh aku merasa harga diriku berada di titik terendah kala itu.

Tapi ancamanku berhasil. Walau dengan enggan, Mas Damar menyentuhku malam itu. Dan ajaibnya esok siangnya tanda-tanda kelahiran dan kontraksi asli muncul.

Dan sikap Mas Damar itu tetap bertahan sampai sekarang. Hanya saja setiap aku mengancam pulang ke rumah orang tua, atau mengancam pisah Mas Damar jadi ketakutan dan langsung memohon maaf padaku. Itulah yang membuat aku masih berusaha mempertahankan rumah tangga kami.

***

Pagi tiba. Hari ini Mas Damar libur. Aku masih mendiamkan Mas Damar karena masih kecewa dengan sikapnya kemarin.

Dia yang melihatku tak banyak bicara pagi ini pun merasa heran. Saat aku tengah memasak untuk sarapan, ia mendatangiku.

"Kamu kalau aku belum pulang itu lain kali jangan tidur duluan. Istri macam apa begitu? Suami pulang bukannya menyambut malah enak-enakan tidur."

Aku yang sedang memegang spatula, langsung membantingnya kasar di atas kuali. Tadinya kupikir ia mendekatiku karena merasa bersalah dan ingin minta maaf, tapi ternyata ia malah membalikkan kesalahan padaku.

Aku mengambil napas perlahan berusaha menahan emosi agar tak meledak-ledak, lalu berbalik badan untuk membalas perkataan lelaki yang bergelar suami ini. Hanya gelarnya saja suami, tapi makin lama lagaknya sudah seperti majikan dan aku babunya.

"Untuk apa aku menunggu orang yang sama sekali tak memikirkan aku, Mas? Hanya buang-buang waktu dan tenaga!" Balasku tak kalah ketus.

Mas Damar membelalakkan mata mendengar jawabanku. Mungkin ia pikir aku akan menjawab dengan takzim sebagaimana istri yang patuh pada suami. Oh, tidak bisa! Aku tahu di sini dia yang salah, jadi ia tak punya hak untuk marah padaku.

"Kamu kok gitu ngomongnya? Jadi menurut kamu menunggu aku pulang kerja itu membuang waktu dan tenaga kamu?"

"Kamu juga begitu kan? Menghabiskan masa bersamaku, bagimu membuang waktu dan tenaga kan?"

"Jangan asal ngomong kamu, Ita. Kalau aku merasa begitu, tak akan mau aku kembali ke sini. Tapi buktinya aku tetap mau kembali ke sini untuk bersama kalian kan?"

Aku memilih mengacuhkan Mas Damar dan kembali sibuk dengan masakan.

"Lain kali jangan begitu lagi."

"Terserah aku," jawabku acuh.

"Apa?!"

"Terserah aku mau gimana. Toh, kamu juga gak pernah memikirkan bagaimana perasaan aku!"

"Kapan aku tak memikirkan perasaanmu, Ta? Aku berusaha sebaik mungkin menafkahi kalian," balas Mas Damar tak mau kalah.

Lagi-lagi ia mengungkit nafkah. Apa dia kira, seorang istri itu hanya butuh nafkah lahir saja? Nafkah batin seperti kebahagiaan, kasih sayang, dan perhatian, itu tak diperlukan?

"Ini bukan masalah nafkah, Mas! Ini masalah sikap kamu yang menganggapku entah seperti apa di rumah ini!" Aku berucap dengan nada tinggi, emosiku tak lagi bisa kutahan.

"Sikap yang mana? Sikapku yang selalu mengacuhkanmu?"

Aku membelalakkan mata mendengar ucapan lelaki di hadapanku. Ternyata ia sadar bahwa selama ini mengacuhkanku, tapi kenapa?

"Asal kamu tahu ya, Ita ... Aku benar-benar bosan dengan dirimu yang sekarang. Tampilanmu yang sekarang selalu bikin mataku sakit!"

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Saat Istri Tak Lagi Cantik   77. Akhir dari Segalanya

    Hari beranjak malam, tapi sama sekali belum ada kabar apapun dari Mas Rasyid. Entah kenapa hatiku terus tak tenang walau kini sudah berada di ruangan tempat aku tinggal dengan Mita selama ini.Aku terhenyak, lamunanku buyar saat dari televisi tabung kecil yang memang disediakan oleh bos kami di kamar ini, menampilkan sebuah berita penganiyaan seorang ART oleh majikannya.Yang membuat aku terkejut pasalnya alamat yang disebutkan adalah alamat rumah Mas Damar. Walau wajah sang pelaku tak terlihat karena ditutupi, tapi aku bisa dengan mudah mengenali jika itu adalah Mas Damar.Belum tuntas aku menonton berita tersebut, pintu ruangan kami terdengar digedor dari luar. Aku langsung bangkit untuk membukanya, karena Mita sedang berada di kamar mandi.Aku terkejut saat melihat Mas Rasyid yang berada di sana bersama seorang temannya yang kutebak adalah polisi juga."Ras, mari ikut kami ke kantor," ajak Mas Rasyid yang menjawab semua keraguanku sedari tadi."Jadi benar kalau yang dianiaya itu ad

  • Saat Istri Tak Lagi Cantik   76. Kabur

    POV RastiSudah berhari-hari aku terkurung di kamar bekas Mas Danis. Akses untuk keluar sama sekali tak ada, karena pintu terkunci dari luar. Hanya waktu makan dan waktu-waktu tertentu saja pintu akan terbuka, baik itu dibuka oleh Mas Damar atau Mbok Darti yang baru kutahu adalah ART di rumah ini.Kurasa Mas Damar kini sudah tak waras. Awal berjumpa dengannya dan dia meminta rujuk denganku aku tak begitu kaget. Karena aku tahu tentang video viral Bella yang ternyata seorang pelakor itu.Walau Mas Damar membujukku bahkan berjanji akan menerimaku apa adanya, aku tak akan luluh begitu saja. Karena aku paham betul bagaimana sifat Mas Damar sejak dulu.Mas Damar meminta rujuk denganku semata-mata bukan karena ia cinta, tapi aku tahu ia melakukan itu hanya demi harga dirinya. Sejak dulu ia kan selalu menjaga image di depan orang, dan selalu ingin dipuji-puji. Jadi pasti ia kini tengah malu karena gagal berumah tangga sebanyak tiga kali. Mungkin itu sebabnya ia jadi tak waras hingga menguru

  • Saat Istri Tak Lagi Cantik   75. Pucuk Dicinta Ulam pun Tiba

    Kembali ke POV Damar ya.Dengan berat hati aku akhirnya berangkat juga ke rumah Dista untuk ikut meramaikan hari jadi anak semata wayangku itu.Kalau bukan karena Rafis, tentu aku tak akan datang. Entahlah bagaimana reaksi Dista nanti saat mengetahui bahwa aku tak lagi bersama dengan Bella.Selang beberapa saat, aku pun sampai di depan sebuah rumah megah. Masih bertahan di dalam mobil, berulang kali aku mengecek, apa benar ini alamat rumah Dista yang benar? Tapi pertanyaanku terjawab saat melihat Hilman ada di antara kerumunan tamu yang mulai datang. Ternyata memang benar ini adalah rumah Dista dan Hilman. Betapa beruntungnya mantan istriku itu, lepas dariku malah mendapat seorang sultan.Setelah menepikan mobil di luar pagar aku pun masuk ke halaman rumah tersebut yang sudah disulap dengan berbagai macam dekorasi ulang tahun khas anak-anak."Hilman ...." Aku menyapa Hilman yang masih sibuk dengan tamu-tamunya yang lain. Lalu menyalaminya sekedar basa-basi."Eh udah datang, Mar?" Bal

  • Saat Istri Tak Lagi Cantik   74. Hilang Kembali

    POV RasyidAku termangu menatap wajah mulus bak pualam itu. Matanya rapat terpejam terlihat damai setelah beberapa hari mengalami hal-hal yang aneh.Aku tersentak saat tiba-tiba bahuku ditepuk oleh seseorang dari belakang."Jaga pandangan, belum mahram."Aku tersenyum kikuk saat mengetahui Ustadz Faisal lah yang menepuk bahuku.Segera kututup pintu kamar Rasti yang tadi sempat kubuka sedikit untuk melihatnya."Apa ia sudah tak apa, Tadz?" Tanyaku khawatir."Insya Allah ia sudah tak apa. Kami akan berusaha merutinkan ruqyah agar pengaruh pelet dari tubuhnya cepat hilang."Hatiku sedikit tenang mendengar ucapan Ustadz Faisal.Masih teringat jelas dalam benakku kejadian beberapa hari yang lalu.Mita teman kerja sekaligus teman sekamar Rasti menelpon ke nomorku malam-malam. Ia memang tahu bagaimana selama ini aku berusaha berjuang mendapatkan hati Rasti dan berniat mempersuntingnya. Namun entah kenapa Rasti seolah selalu menjaga jarak jika aku membahas soal perasaanku padanya.Mita mengab

  • Saat Istri Tak Lagi Cantik   73. Kemana Rasti?

    "Maaf, aku gak bisa!" Sahut Rasti acuh tanpa memikirkan perasaanku."Dan aku minta secepatnya kamu urus perceraian kita. Karena aku sudah punya pengganti kamu. Jadi jangan berharap banyak!" Lanjut Rasti lagi mengejutkanku."Kamu sudah punya pengganti aku? Secepat itu?" Balasku tak percaya. Bisa jadi itu hanya kebohongan yang dibuat Rasti agar aku menjauh darinya.Belum sempat aku menjawab, bersamaan dengan itu terdengar seseorang dari pintu masuk memanggil nama Rasti begitu akrab."Tumben cepat datangnya, Mas?" Tanya Rasti sembari tersenyum manis pada lelaki yang kini sudah berada di belakangku."Iya. Mas sudah selesai tugas, jadi langsung kemari."Aku terhenyak demi mendengar suara lelaki tersebut. Kenapa suaranya begitu familiar? Refleks aku menoleh ke belakang untuk melihat siapa lelaki yang kini tengah berbincang hangat dengan Rasti."Rasyid?" Mataku membulat sempurna saat melihat Rasyid teman sekolahku dulu lah yang sedang berbincang dengan Rasti."Damar?" Ia pun sama terkejutny

  • Saat Istri Tak Lagi Cantik   72. Ingin Rujuk

    Aku menutup panggilan dari Mbok Darti setelah berjanji akan segera pulang. Kebetulan sebentar lagi jam pulang kantor akan tiba.Bukannya sedih mendengar kabar dari Mbok Darti tersebut, aku malah bersorak-sorai dalam hati. Ternyata tanpa aku perlu repot-repot, Bella sudah terkena karmanya sendiri.Dengan bersiul riang aku keluar dari kantor hendak pulang ke rumah. Namun di depan sana terlihat Hardi berjalan tergesa ke arahku."Kenapa lu? Kok macam habis ketemu setan gitu?" Tanyaku pada Hardi setelah jarak kami dekat."Liat nih, Mar! Liat!" Tanpa menyahut pertanyaanku Hardi langsung menunjukkan ponselnya.Di sana terpampang sebuah video live yang terlihat ramai penonton. Mataku membelalak saat sadar tempat yang ada di dalam video tersebut adalah rumahku.Terlihat seorang wanita paruh baya mengamuk pada seorang wanita yang seperti Bella. Bukan, itu memang Bella!Namun syukurnya polisi yang ada di sana langsung melerai sebelum wanita itu semakin brutal.Saat melihat komen-komennya, rata-r

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status