Home / Rumah Tangga / Saat Istri Tak Lagi Cantik / 4. Kembalinya Sang Mantan

Share

4. Kembalinya Sang Mantan

last update Huling Na-update: 2022-12-29 10:40:43

POV Damar

Aku berjalan dengan semangat memasuki gedung kantor tempatku bekerja, sambil menyapa beberapa teman dan staff lainnya dengan ramah. Rasanya saat-saat bekerja begini adalah saat yang paling menyenangkan, karena bisa sekalian merefresh mata melihat wanita-wanita cantik nan bahenol. Ah, berbeda jauh dengan pemandangan yang ada di rumah.

Tak berapa lama, Hardi--sobat kentalku menghampiri dengan raut sumringah.

"Eh, Bro ... Udah dengar kabar belum?" Tanyanya begitu berada di sampingku.

"Kabar? Kabar apa, Di?"

"Barusan Pak Jaya ngasih pengumuman mendadak," ujarnya antusias.

"Pengumuman apa?"

"Nanti akan diadakan rapat mendadak. Ada desas-desus katanya soal kenaikan jabatan."

Mendengar penjelasan Hardi aku langsung semangat. Jelas, setiap orang di kantor ini pasti berharap dapat jabatan yang lebih baik. Apalagi aku. Selama ini aku sudah berusaha melakukan yang terbaik untuk perusahaan ini sebagai supervisor. Jadi wajar saja kalau aku pun ikut berharap bisa naik jabatan juga.

Aku menuju ke ruanganku dengan senyum mengembang percaya diri. Begitu sampai di ruangan, terlihat para staff juga sedang kasak-kusuk heboh. Ah, tak sabar rasanya aku menunggu waktu berlalu.

Tak berapa lama, waktu yang ditunggu-tunggu pun tiba. Kami diminta untuk berkumpul di ruangan rapat. Setelah semua berkumpul, Pak Jaya sebagai direktur utama pun masuk. Membuat jantungku makin berdetak-detak tak karuan, seperti orang sedang jatuh cinta rasanya.

Pak Jaya pun membuka rapat, beliau menyampaikan bahwa ia akan mengubah struktural perusahaan. Karena setelah evaluasi beberapa lama ia mulai menilai kinerja para staffnya.

Tanpa membuang-buang waktu Pak Jaya mulai membacakan nama-nama yang akan naik jabatan. Aku menunggu dengan sedikit harap-harap cemas saat Pak Jaya membacakan nama-nama yang diangkat pada posisi Manager. Hingga saat Pak Jaya membacakan namaku sebagai Manager pemasaran yang baru, aku langsung ingin meloncat rasanya sangking bahagianya.

Ah, aku benar-benar beruntung rasanya. Akhirnya usahaku selama ini membuahkan hasil juga.

Saat seperti ini, aku langsung terbayang wajah Ibu. Sudah pasti ini semua karena aku sudah menyenangkan hati Ibu kemarin dengan memberinya hadiah. Dan hari ini aku langsung diberi balasan yang luar biasa oleh yang Maha Kuasa. Terima kasih, Tuhan.

Rapat pun usai. Kami diminta kembali bekerja.

"Selamat ya, Bro! Bahagia banget lu ya, naik jabatan. Jangan sombong-sombong Lu nanti sama Gua, kalau udah jadi Manager." Hardi menyikut lenganku saat kami sedang berjalan bersisian menuju ruangan masing-masing.

Aku langsung terkekeh mendengar perkataan Hardi. Kasihan sebenarnya dengan temanku ini. Dari sejak dulu tak pernah sekali pun naik jabatan. Tapi wajar sih, Hardi orangnya bukan tipe orang yang pandai cari muka di depan bos.

Dia selalu berkata, "aku mau jalani apa adanya saja." Terlalu kolot pemikiran Hardi. Padahal jika ia mau menjilat para atasan sedikit, setidaknya ia bisa maju sepertiku sekarang ini.

"Tenang aja dah, Lu. Mana mungkin Gua sombong-sombong ke Elu. Tapi btw, Di ... Lu ada uang gak? Gua pinjam dulu dong sejuta," ucapku setengah berbisik.

Hardi langsung menoyor kepalaku. Dasar bawahan tak sopan! Berani-beraninya menoyor kepala seorang Manager.

"Ujung-ujungnya gak enak Lu, Mar!" Ketus Hardi bersungut-sungut.

"Please lah, Di ... Nanti bakal Gua ganti kok, kalau udah gajian. Lagian Gua ini kan udah jadi Manager, pasti nanti gaji Gua bakal naik." Aku masih berusaha merayu Hardi.

"Ya deh, ya deh. Nanti Gua transfer aja. Gak ada uang cash soalnya."

Yes! Akhirnya aku dapat uang juga untuk merayakan kenaikan jabatanku ini.

Aku bekerja penuh semangat hari ini. Apalagi ini adalah hari terakhir aku menduduki jabatan sebagai supervisor.

Tanpa terasa hari mulai sore, jam pulang pun tiba. Cepat-cepat aku keluar dari kantor hendak pulang. Tak sabar rasanya ingin memberitahukan kabar gembira ini secepatnya.

"Eh, Damar ... Udah mau pulang?"

Aku melengos saat seorang wanita cantik menyapaku di parkiran. Wanita bernama Cintya itu satu divisi dengan Hardi.

Bukan aku tak suka dengan Cintya, hanya saja sedari dulu aku selalu mencuri-curi perhatian wanita itu. Tapi ia selalu cuek dan jual mahal. Aku yakin, saat ini sifatnya berbalik seratus delapan puluh derajat karena tahu aku naik jabatan. Kali ini saatnya aku yang balas dendam dengan jual mahal padanya.

Tanpa menghiraukan Cintya, aku langsung melajukan motorku ke arah jalan pulang. Tak lupa kubeli oleh-oleh di tengah perjalanan.

Setengah jam perjalanan, aku pun sampai di depan rumah bercat putih itu. Rumah ternyamanku sejak dulu kala. Aku sedikit mengernyitkan dahi saat melihat sebuah sepeda motor yang bukan milik Ibu terparkir di halaman.

Melihat pintu rumah terbuka, aku langsung masuk sembari mengucapkan salam.

"Bu, Ibuu ...." Aku berteriak memanggil wanita yang kukasihi itu.

"Iya, Mar. Ibu di dapur."

Secepat kilat aku menuju dapur. Namun langkahku langsung terhenti saat melihat Ibu sedang bersama seorang wanita yang amat kubenci.

Aku langsung berbalik arah, tak jadi menemui Ibu. Namun detik selanjutnya, langkahku tertahan saat mendengar panggilan Ibu.

"Mau kemana, Mar? Ini ada Rasti. Kamu gak ingin menyapa dia dulu?"

Tanganku langsung terkepal begitu mendengar perkataan Ibu. Bisa-bisanya Ibu berkata seperti itu dengan entengnya. Padahal Ibu tahu bagaimana hancurnya aku dulu akibat ulah wanita itu.

"Mas Damar, Maaf jika aku datang secara tiba-tiba. Sebenarnya aku ingin bicara dengan Mas Damar." Suara wanita itu kini terdengar begitu dekat di belakangku.

Aku berusaha mengatur napas untuk mengontrol emosi. Aku tak mau akibat emosi yang melonjak, hati Ibu akan ikut tersakiti.

"Tak ada lagi yang perlu dibicarakan antara kita," ucapku dengan nada dingin. Namun, detik berikutnya aku dibuat terkejut saat mendengar isakan dari bibir wanita itu.

"Aku tahu Mas Damar pasti masih marah dan membenciku. Itu sebabnya aku berusaha untuk meminta bantuan Ibu agar mempertemukan kita. Aku sadar, dulu aku sudah benar-benar melakukan kesalahan, Mas. Sekarang aku sudah dapat karmanya," sahut Rasti di sela isak tangisnya. Namun aku tetap bergeming di tempat.

"Damar, ayolah! Beri Rasti kesempatan. Dia sudah mengakui semua kesalahannya dan dia juga menyesal. Kasihan Rasti, Mar. Dia baru saja diceraikan suaminya."

Aku langsung memutar tubuh begitu mendengar perkataan Ibu. Apa? Rasti sudah jadi janda? Tapi kenapa? Bukannya selama ini dia selalu membangga-banggakan suaminya yang keturunan orang kaya itu.

"Duduk dulu lah, Mar." Ibu menuntunku untuk duduk di kursi makan. Terpaksa aku pun menurutinya.

Terlihat Rasti masih berdiri menunduk sambil sesekali terisak. Ada rasa iba, tapi segera kutepis jauh-jauh. Mengingat perbuatannya dulu padaku.

"Ibu buatkan kopi dulu ya?" Tawar Ibu padaku. Namun, di luar dugaan, Rasti langsung mengangkat wajahnya yang bersimbah air mata dan menawarkan diri untuk membuatkanku kopi.

"Biar Rasti aja, Bu."

"Tak usah! Aku tak haus," sahutku cepat.

"Tak apa, Mas. Aku sangat ingin berbuat sesuatu untuk Mas Damar."

Aku hanya memutar bola mata mendengar jawabannya. Entahlah, rasa benciku pada wanita itu begitu membuncah. Sejenak ingatanku kembali berkelana ke masa lalu. Masa di mana bertahun-tahun kuhabiskan dengan wanita itu.

Patuloy na basahin ang aklat na ito nang libre
I-scan ang code upang i-download ang App
Mga Comments (1)
goodnovel comment avatar
Siti Masitoh
ah Damar ,kayaknya bukan suami setia deh
Tignan lahat ng Komento

Pinakabagong kabanata

  • Saat Istri Tak Lagi Cantik   77. Akhir dari Segalanya

    Hari beranjak malam, tapi sama sekali belum ada kabar apapun dari Mas Rasyid. Entah kenapa hatiku terus tak tenang walau kini sudah berada di ruangan tempat aku tinggal dengan Mita selama ini.Aku terhenyak, lamunanku buyar saat dari televisi tabung kecil yang memang disediakan oleh bos kami di kamar ini, menampilkan sebuah berita penganiyaan seorang ART oleh majikannya.Yang membuat aku terkejut pasalnya alamat yang disebutkan adalah alamat rumah Mas Damar. Walau wajah sang pelaku tak terlihat karena ditutupi, tapi aku bisa dengan mudah mengenali jika itu adalah Mas Damar.Belum tuntas aku menonton berita tersebut, pintu ruangan kami terdengar digedor dari luar. Aku langsung bangkit untuk membukanya, karena Mita sedang berada di kamar mandi.Aku terkejut saat melihat Mas Rasyid yang berada di sana bersama seorang temannya yang kutebak adalah polisi juga."Ras, mari ikut kami ke kantor," ajak Mas Rasyid yang menjawab semua keraguanku sedari tadi."Jadi benar kalau yang dianiaya itu ad

  • Saat Istri Tak Lagi Cantik   76. Kabur

    POV RastiSudah berhari-hari aku terkurung di kamar bekas Mas Danis. Akses untuk keluar sama sekali tak ada, karena pintu terkunci dari luar. Hanya waktu makan dan waktu-waktu tertentu saja pintu akan terbuka, baik itu dibuka oleh Mas Damar atau Mbok Darti yang baru kutahu adalah ART di rumah ini.Kurasa Mas Damar kini sudah tak waras. Awal berjumpa dengannya dan dia meminta rujuk denganku aku tak begitu kaget. Karena aku tahu tentang video viral Bella yang ternyata seorang pelakor itu.Walau Mas Damar membujukku bahkan berjanji akan menerimaku apa adanya, aku tak akan luluh begitu saja. Karena aku paham betul bagaimana sifat Mas Damar sejak dulu.Mas Damar meminta rujuk denganku semata-mata bukan karena ia cinta, tapi aku tahu ia melakukan itu hanya demi harga dirinya. Sejak dulu ia kan selalu menjaga image di depan orang, dan selalu ingin dipuji-puji. Jadi pasti ia kini tengah malu karena gagal berumah tangga sebanyak tiga kali. Mungkin itu sebabnya ia jadi tak waras hingga menguru

  • Saat Istri Tak Lagi Cantik   75. Pucuk Dicinta Ulam pun Tiba

    Kembali ke POV Damar ya.Dengan berat hati aku akhirnya berangkat juga ke rumah Dista untuk ikut meramaikan hari jadi anak semata wayangku itu.Kalau bukan karena Rafis, tentu aku tak akan datang. Entahlah bagaimana reaksi Dista nanti saat mengetahui bahwa aku tak lagi bersama dengan Bella.Selang beberapa saat, aku pun sampai di depan sebuah rumah megah. Masih bertahan di dalam mobil, berulang kali aku mengecek, apa benar ini alamat rumah Dista yang benar? Tapi pertanyaanku terjawab saat melihat Hilman ada di antara kerumunan tamu yang mulai datang. Ternyata memang benar ini adalah rumah Dista dan Hilman. Betapa beruntungnya mantan istriku itu, lepas dariku malah mendapat seorang sultan.Setelah menepikan mobil di luar pagar aku pun masuk ke halaman rumah tersebut yang sudah disulap dengan berbagai macam dekorasi ulang tahun khas anak-anak."Hilman ...." Aku menyapa Hilman yang masih sibuk dengan tamu-tamunya yang lain. Lalu menyalaminya sekedar basa-basi."Eh udah datang, Mar?" Bal

  • Saat Istri Tak Lagi Cantik   74. Hilang Kembali

    POV RasyidAku termangu menatap wajah mulus bak pualam itu. Matanya rapat terpejam terlihat damai setelah beberapa hari mengalami hal-hal yang aneh.Aku tersentak saat tiba-tiba bahuku ditepuk oleh seseorang dari belakang."Jaga pandangan, belum mahram."Aku tersenyum kikuk saat mengetahui Ustadz Faisal lah yang menepuk bahuku.Segera kututup pintu kamar Rasti yang tadi sempat kubuka sedikit untuk melihatnya."Apa ia sudah tak apa, Tadz?" Tanyaku khawatir."Insya Allah ia sudah tak apa. Kami akan berusaha merutinkan ruqyah agar pengaruh pelet dari tubuhnya cepat hilang."Hatiku sedikit tenang mendengar ucapan Ustadz Faisal.Masih teringat jelas dalam benakku kejadian beberapa hari yang lalu.Mita teman kerja sekaligus teman sekamar Rasti menelpon ke nomorku malam-malam. Ia memang tahu bagaimana selama ini aku berusaha berjuang mendapatkan hati Rasti dan berniat mempersuntingnya. Namun entah kenapa Rasti seolah selalu menjaga jarak jika aku membahas soal perasaanku padanya.Mita mengab

  • Saat Istri Tak Lagi Cantik   73. Kemana Rasti?

    "Maaf, aku gak bisa!" Sahut Rasti acuh tanpa memikirkan perasaanku."Dan aku minta secepatnya kamu urus perceraian kita. Karena aku sudah punya pengganti kamu. Jadi jangan berharap banyak!" Lanjut Rasti lagi mengejutkanku."Kamu sudah punya pengganti aku? Secepat itu?" Balasku tak percaya. Bisa jadi itu hanya kebohongan yang dibuat Rasti agar aku menjauh darinya.Belum sempat aku menjawab, bersamaan dengan itu terdengar seseorang dari pintu masuk memanggil nama Rasti begitu akrab."Tumben cepat datangnya, Mas?" Tanya Rasti sembari tersenyum manis pada lelaki yang kini sudah berada di belakangku."Iya. Mas sudah selesai tugas, jadi langsung kemari."Aku terhenyak demi mendengar suara lelaki tersebut. Kenapa suaranya begitu familiar? Refleks aku menoleh ke belakang untuk melihat siapa lelaki yang kini tengah berbincang hangat dengan Rasti."Rasyid?" Mataku membulat sempurna saat melihat Rasyid teman sekolahku dulu lah yang sedang berbincang dengan Rasti."Damar?" Ia pun sama terkejutny

  • Saat Istri Tak Lagi Cantik   72. Ingin Rujuk

    Aku menutup panggilan dari Mbok Darti setelah berjanji akan segera pulang. Kebetulan sebentar lagi jam pulang kantor akan tiba.Bukannya sedih mendengar kabar dari Mbok Darti tersebut, aku malah bersorak-sorai dalam hati. Ternyata tanpa aku perlu repot-repot, Bella sudah terkena karmanya sendiri.Dengan bersiul riang aku keluar dari kantor hendak pulang ke rumah. Namun di depan sana terlihat Hardi berjalan tergesa ke arahku."Kenapa lu? Kok macam habis ketemu setan gitu?" Tanyaku pada Hardi setelah jarak kami dekat."Liat nih, Mar! Liat!" Tanpa menyahut pertanyaanku Hardi langsung menunjukkan ponselnya.Di sana terpampang sebuah video live yang terlihat ramai penonton. Mataku membelalak saat sadar tempat yang ada di dalam video tersebut adalah rumahku.Terlihat seorang wanita paruh baya mengamuk pada seorang wanita yang seperti Bella. Bukan, itu memang Bella!Namun syukurnya polisi yang ada di sana langsung melerai sebelum wanita itu semakin brutal.Saat melihat komen-komennya, rata-r

Higit pang Kabanata
Galugarin at basahin ang magagandang nobela
Libreng basahin ang magagandang nobela sa GoodNovel app. I-download ang mga librong gusto mo at basahin kahit saan at anumang oras.
Libreng basahin ang mga aklat sa app
I-scan ang code para mabasa sa App
DMCA.com Protection Status