Share

~ 4 ~

           Brakkk!!!

            “Kurang ajar! Cepat bereskan keamanan di wilayah tembok pembatas itu. Aku tidak ingin ada celah yang membuat berandal kecil itu bisa berkomunikasi dengan kota ini,” ujar seorang laki-laki paruh baya dengan wajah yang dingin seolah menggambarkan bahwa memang laki-laki itu tengah menahan amarah.

            Sedangkan suasana Kota Metrolium sedang dilanda banyak tanda tanya mengenai datangnya gelombang suara berfrekuensi rendah. Para masyarakat berhamburan keluar ruangan hanya untuk mengetahui apa yang sebenarnya terjadi. Tidak jauh berbeda dengan Reandra dan Angkasa yang kini tengah termenung bersama pikiran masing-masing.

            “Dari mana datangnya gelombang tadi?” tanya Angkasa.

            Reandra sendiri masih terdiam. Pemuda itu tengah memikirkan suara samar yang dia tangkap ketika gelombang suara itu merambat melalui udara. Meski tidak terdengar jelas, tetapi Reandra yakin bahwa itu adalah suara seorang perempuan.

            “Rean, kau sedang memikirkan apa?” Angkasa melihat gelagat aneh dari Reandra.

            “Apa tadi kau mendengar sesuatu?” tanya Reandra.

            “Tidak. Aku hanya mendengar suara dengingan,” jawab Angkasa.

            Pemuda itu semakin bingung dengan asal usul pesan samar itu. Kenapa tidak semua orang bisa mendengarkannya? Atau memang pesan itu sengaja dikirim hanya untuk Reandra?

            “Ada apa?” tanya Angkasa saat melihat raut wajah Reandra

            “Aku seperti mendengar sesuatu bersamaan dengan datangnya gelombang suara. Seperti seseorang mengucapkan kalimat ‘tolong aku’, hanya saja itu terdengar begitu samar,” ujar Reandra menjelaskan.

            “Hah? Kau serius? Tidak mudah bagi manusia menciptakan gelombang suara berfrekuensi sangat rendah untuk menyampaikan pesan. Dan kita sendiri juga memiliki batas frekuensi yang bisa kita dengar.” Angkasa menatap Reandra tidak percaya.

            Reandra sangat paham tentang teori itu. Namun, pemuda itu juga tidak berbohong tentang suara sama yang dia dengar. Pemuda bertelinga unik itu mengusap wajahnya dengan kasar. Reandra masih menerka pemilik suara samar yang dia dengar.

            Di sisi lain dari Kota Metrolium, Juna Ardian juga tengah merasa tidak tenang setelah gelombang suara itu menyapa. Pemuda itu sangat tahu siapa yang berusaha mengirimkan pesan melalui rambatan udara. Tidak dipungkiri di hati Juna tercipta rasa khawatir yang begitu besar.

            “Kenapa kau melakukan semua ini? Apa kau di sana tidak baik-baik saja?” gumam Juna dengan raut wajah sendu.

            Pemuda itu terus mondar-mandir di ruang apartemennya. Juna memikirkan kemungkinan yang akan terjadi setelah kejadian ini. Permasalahan jaringan ilegal saja belum usai, tetapi sekarang sudah ada permasalahan yang baru. Dan kali ini dapat dipastikan otoritas keamanan pemerintah akan bertindak lebih cepat.

            “Aku harus ke pusat perbelanjaan,” ujar Juna yang langsung menyambar jaket dan bergegas pergi.

            Sedangkan di rumah minimalis Reandra, pemuda itu juga tengah bersiap untuk pergi bersama rekan kerjanya, Angkasa. Beberapa menit yang lalu setelah tidak mendapatkan titik terang tentang suara samar itu, Reandra dan Angkasa memutuskan untuk melihat kondisi di luar. Barangkali di luaran sana mereka akan menemukan orang lain yang juga mendengar pesan yang merambat melalui gelombang suara tadi.

            Reandra telah meluncur dengan papan kayu usang yang telah menemani perjalanannya, sedangkan Angkasa mengendarai skuter terbang miliknya. Sepanjang jalan, mereka bisa menangkap beberapa obrolan masyarakat yang juga heran dengan datangnya gelombang suara tadi. Bahkan beberapa orang bercerita dengan heboh saat denging dari gelombang suara tadi hampir memecahkan gendang telinga.

            “Itu sangat mengejutkan. Dengingnya seperti akan membuatku tidak bisa mendengar suara.”

            “Gelombang suara yang sangat tinggi tidak mudah diciptakan begitu saja. Siapa kira-kira yang melakukan semua itu?”

            “Aku hampir kehilangan pendengaranku karena denging tadi.”

            Itu sebagian percakapan yang Reandra dan Angkasa dengarkan. Masih dengan kendaraan masing-masing, mereka tanpa sadar telah melesat menuju pusat perbelanjaan. Reandra bahkan sampai menghentikan laju papan luncurnya saat pemuda itu telah berhenti di depan gedung yang memilih puluhan lantai.

            “Apa kau mau masuk?” tanya Angkasa kepada Reandra. Pemuda pemuja teknologi itu sangat tahu bahwa Reandra biasanya akan enggan untuk memasuki gedung yang memiliki puluhan lantai.

            Namun, sepertinya Reandra memang sedang kerasukan sesuatu. Pemuda itu mengangguk sekilas kemudian melangkah menuju ke arah pintu masuk pusat perbelanjaan meninggalkan Angkasa yang menatap Reandra tidak percaya. Langkah Reandra terhenti saat robot pemeriksaan menghadang langkahnya. Sensor pemindaian mulai berjalan dari layar kecil robot itu. Sebuah sistem pemeriksaan mutakhir tanpa harus menggunakan tenaga manusia. Sistem itu lebih akurat dalam melakukan pemeriksaan daripada hanya menggunakan metal detector.

           “Benda yang Anda bawa tidak dapat dibawa masuk. Silakan simpan melalui kode jaringan berikut ini,” ujar robot pemeriksaan dengan suara khasnya.

           Reandra, pemuda itu memilih menuruti permintaan dari robot pemeriksaan. Setelah menitipkan papan luncurnya, Reandra dan Angkasa segera memasuki pusat perbelanjaan yang tampak tidak begitu ramai. Mungkin karena masih hari kerja, jadi orang-orang masih berkutat pada pekerjaan mereka.

           “Tidak pernah ada yang berubah. Oh lihatlah semua ini, sungguh membuat mata menjadi segar kembali,” ucap Angkasa mengagumi betapa banyak teknologi yang ditawarkan di pusat perbelanjaan.

           Reandra hanya mendengkus menanggapi rekan kerjanya. Pemuda pemilik telinga unik itu memilih berkeliling dan meninggalkan Angkasa dengan dunianya sendiri. Di pusat perbelanjaan, sistem jaringan yang digunakan sangatlah berbeda. Bangunan dengan puluhan lantai ini memiliki sistem keamanan tinggi juga jaringan yang begitu rumit sehingga sangat sulit untuk dijangkau. Sistem jaringan pada pusat perbelanjaan memiliki jalur tersendiri, berbeda dengan sistem jaringan yang digunakan oleh para masyarakat kota.

           Langkah kaki Reandra mulai memasuki bagian awal dari bangunan. Pandangan pemuda itu menelisik sekitar mencari hal menarik untuk diteliti. Hingga kedua bola mata meruncingnya menangkap sosok yang begitu Reandra kenal. Pemuda itu memicing heran dan mencoba meyakinkan diri bahwa pemuda itu tidak salah lihat.

           “Bukankah itu Juna? Sedang apa dia di sana?” ujar Reandra lirih.

           Jauh di hadapan pemuda itu, memang terlihat Juna tengah berbincang serius dengan seorang laki-laki paruh baya. Sesekali Reandra juga melihat jika laki-laki paruh baya itu seperti sedang menenangkan Juna.

           Reandra mencoba melangkah mendekat untuk menyapa ketua perpustakaan yang juga merupakan rekan kerjanya. Pemuda itu masih melangkah dengan tenang. Semakin mendekat ke arah Juna, perlahan Reandra juga bisa mendengarkan percakapan dua orang yang berbeda usia itu.

           “Dia mengirimkan pesan. Apa dia akan baik-baik saja?” ujar Juna.

           Laki-laki paruh baya itu hanya menghela napas memaklumi.

           “Apa itu tidak akan apa-apa?” Juna kembali bertanya. Pemuda itu tidak bisa berbohong bahwa dia tengah dilanda rasa khawatir.

           “Adikmu pasti akan baik-baik saja. Tenangkan dirimu. Pasti ada alasan kenapa adikmu mencoba menyampaikan pesan itu,” ujar laki-laki paruh baya.

           Juna menghela napas sejenak mencoba menghilangkan rasa khawatir dalam hati. Pemuda itu terlalu menyayangi adiknya yang terpisah akibat ketamakan pemerintahan Kota Metrolium.

           Reandra terdiam sesaat. Pemuda bertelinga unik itu memang tidak tahu menahu bahwa ketua perpustakaan yang selama ini Reandra kenal memiliki keluarga. Namun, beberapa detik kemudian Reandra tersadar akan kata-kata yang dikeluarkan oleh laki-laki paruh baya itu.

          “Pesan? Atau jangan-jangan?” gumam Reandra lantas bergegas mendekati Juna.

          Derap kaki Reandra yang sedikit menggema menarik atensi laki-laki paruh baya saat akan kembali memberikan kalimat penenang kepada Juna. Ada gurat senyuman tipis yang laki-laki paruh baya itu berikan saat tubuh Reandra semakin mendekat.

          “Sepertinya pesan adikmu juga sampai kepada orang lain,” ujar laki-laki paruh baya dengan pandangan mengarah ke arah Reandra.

          Juna yang mengikuti arah pandang laki-laki paruh baya itu tentu terkejut menatap kedatangan Reandra. Pemuda jangkung bertelinga unik itu tampak mengatur napas sebelum menatap penuh tanya ke arah Juna.

         “Jadi, pesan melalui gelombang itu memang dari seseorang. Dan pengirimnya adalah adikmu, Ketua?” tanya Reandra.

          Sedangkan Juna hanya terdiam. Pemuda itu tidak tahu apa yang harus dia katakan untuk menjelaskan semua kepada Reandra. Sebenarnya Juna cukup terheran kenapa Reandra juga bisa mendengar pesan itu. Pemuda itu menatap lekat ke arah Reandra, sebelum menjawab pertanyaan dari rekan kerjanya itu.

          Juna menghela napas sejenak, “Iya. Sebenarnya—“

          “Otoritas keamanan pemerintah telah memberikan keterangan mengenai gelombang suara berfrekuensi rendah yang menyebabkan dengingan keras. Ketua otoritas keamanan akan memastikan bahwa gelombang suara tersebut tidak menyebabkan gangguan dalam sistem jaringan pemerintah....”

          Ucapan Juna terpotong oleh suara penyiar berita. Raut wajah pemuda itu langsung memucat seketika.

          “Naya....”

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status