Share

Kantin

Penulis: Asterona
last update Terakhir Diperbarui: 2021-05-22 14:57:06

Setibanya di kantin mata Selin langsung menjelajah sekeliling. Sangat ramai dan hampir memenuhi setiap kursi panjang yang ada. Berbagai macam jajanan yang terjual tampaknya enak-enak. Maka dari itu Selin mulai berpikir apakah di kantin ada yang menjual martabak?

Jika kalian bertanya-tanya mengapa Selin berpikiran begitu, karena ini kedua kalinya ia jajan di kantin. Pertama, Selin datang ke sini hanya untuk membeli mineral. Toh, waktu itu ia juga belum mendapatkan teman dan masih dalam proses penyesuaian. Dan hari-hari berikutnya, barulah Selin memutuskan membawa bekal dari rumah sebab teman perempuannya banyak seperti itu.

"Oi Dena!!" seruan Ankaa membuat pandangan Selin teralih. Ia mengikuti arah tatapan Ankaa. Di kursi pojok, ternyata Sadena sedang menyantap semangkok bakso.

"Yuk samperin Dena," ajak Ankaa dan Selin menurut.

"Beuhhh. Bakso. Enak bet dah. Nggak ngajak-ngajak lo, Na." Ankaa berujar, menatap penuh nafsu bakso milik Sadena.

Sadena tak peduli, ia terus menyantap baksonya seolah Ankaa dan Selin hanyalah makhluk tak kasat mata.

Setelahnya, Ankaa duduk di hadapan Sadena, Selin ikut-ikutan duduk di sebelah Ankaa.

"Mau makan apa, Sel?" tanya Ankaa.

Selin nampak berpikir. "Martabak ada?"

"Ada."

"Kalau gitu martabak aja deh. Sama teh es yaa."

"Okeee." Acungan jempol dari Ankaa. Lalu cowok itu berjalan dan mengantri.

Selin tersenyum samar, ia sangat beruntung memiliki teman sebaik Ankaa. Sangat perhatian.

Sekarang tersisa ia dan Sadena dalam satu meja. Rasanya canggung sekali. Selin berulang kali mencuri pandang ke wajah Sadena lalu menunduk. Begitu seterusnya sampai pandangan mereka bertemu.

"Biasa aja liatin guenya," celetuk Sadena sarkastik.

Demi menutupi kegugupannya Selin tersenyum manis. Sangat manis sampai siapa pun cowok yang melihatnya dijamin meleleh. Kecuali bagi Sadena. Lihat saja, cowok itu justru menatapnya datar.

"Sadena R. Aldizar," panggil Selin.

Sadena lantas menatap cewek itu seolah bertanya 'Apa?'

"Eh enggak," Selin tergelak saat sadar ucapannya tadi membuat Sadena heran. Ia menggeleng pelan. "Gue cuma ngeja name tag lo. Hehe."

"Ga jelas," Sadena ketus.

Selin cemberut sesaat, namun kembali semringah. "Oh sekarang gue ngertiii. Lo anaknya om Dian sama tante Mery. Bener kan? Kan-kan?"

"Hmm." Sadena hanya bergumam.

Selin mendengus. "Irit banget ngomongnya."

"Serah gue."

"Lo sekelas sama Ankaa ya?" Selin bertanya lagi.

Sadena menggangguk. "Lo?"

Selin memiringkan kepala. "Maksudnya?"

"Nggak jadi."

"Ih Denaaa. Jangan setengah-setengah gituu dong. Kan jadi kepo. Hehe."

"Bawel banget lu!"

"Nah iya gitu," kata Selin membuat Sadena semakin bingung apa yang sebenarnya cewek itu maksud.

"Ngomong lebih dari satu kata lebih baik, Dena. Karena itu terkesan menghargai. Btw, kenalin, nama gue Selindya Destira Zaneya."

"Tau," kata Sadena memotong ucapan Selin.

Selin memicing jahil. "Kok tau? Cenayang ya?"

"Berisik!"

"Ya emang. Ini kan kantin."

Sadena memutar bola matanya jengah, bukan hanya itu, ia juga sangat malas menghadapi ocehan cewek lemot nan bawel di depannya sekarang.

Apalagi kini tatapan-tatapan aneh terlayang padanya. Seolah keberadaan Selin yang satu meja dengannya adalah sesuatu yang menarik.

Beruntung, tak lama kemudian Ankaa datang.

"Nah ini dia," Ankaa berucap sambil membawa sebuah nampan berisi dua piring martabak. Di taruhnya satu di depan Selin dan satu untuk dia.

"Kayaknya enak," tebak Selin.

"Yoi. Gue yang bikin," sahut Ankaa bangga.

"Seriusan?"

Ankaa terbahak. "Ya enggaklah. Elo mah, Sel. Polos-polos minta ditampol."

Jleb.

Selin langsung kicep dan wajahnya berubah datar. Namun hanya sesaat, Selin kembali antusias saat mengambil gigitan pertama martabaknya. Selin menyantap makanan itu penuh sukacita.

"Enak buwangetttt," celetuk Selin dengan mulut penuh dan bibir belepotan sambal.

Sadena yang melihat itu memutar bola malas. Selin benar-benar. Sifatnya persis seperti Ankaa. Kekanakan.

"Makan aja, nggak usah bawel," seloroh Sadena lalu menyeruput kuah baksonya.

Selin memeletkan lidah. "Blee. Bilang aja mau."

"Gue bisa beli sendiri kali, monyet!"

"Huuu."

"Udahlah," Ankaa menegur membuat perdebatan keduanya berhenti. Sadena mendengus keras. Selin mencebikkan bibir lalu menyantap kembali makanannya dengan santai. Sesekali melempar tatapan permusuhan pada Sadena.

"Btw, lo udah tau belum malam ini ada pentas theater, Sel?" tanya Ankaa.

Selin menggangguk cepat. "Tau. Gue udah izin sama mama papa. Jadi, malam ini gue nonton. Lo juga kan, Ka?"

"Yoi dongg."

Selin tersenyum lebar. "Asyikkk. Kalau gitu kita barengan yaa."

"Okey. Kita bertiga. Lo, gue sama Sadena."

"Maksa lo, tai," desis Sadena tidak terima. Dia melotot.

Ankaa mengangkat bahu acuh. "Ngikut aja sih, Na. Pokoknya lo nggak boleh nolak. Kalo nggak gue bom rumah lo."

"Halah, gigi."

Ankaa tertawa begitu juga Selin. Namun tawa gadis itu tak selepas Ankaa. Karena sekarang mulutnya penuh dan Selin masih mementingkan imej diri. Bisa berabe kalau dia ketawa puas terus makanan di mulutnya malah berhamburan.

Selanjutnya suasana menghening, tidak ada yang bicara sebab mereka melanjutkan aktivitas makan dengan tenang. Setelah Ankaa memperingatkan bel masuk sebentar lagi berbunyi.

Beberapa menit kemudian makanan mereka habis. Selin mengelus perutnya yang terasa membuncit akibat kekenyangan. Sementara Ankaa langsung bersendawa tanpa malu.

"Ih Ankaa jorok," cibir Selin. Ankaa nyengir lebar.

Sadena? Ah, jangan ditanya. Bagaimana pun keadaannya cowok itu selalu pandai mengatur eskpresi agar terlihat biasa saja.

Lalu tatapan mereka bertemu. Selin memicing memandang Sadena begitu pun sebaliknya. Entah karena perdebatan mereka tadi atau yang lain. Keduanya saling memandang penuh selidik.

Ankaa yang melihat kelakuan dua orang itu tertawa. "Yaelah pakai tatap-tatapan terus. Udah tau belum, Sel. Siapa Sadena?"

"Nggak. Nggak penting juga," alibi Selin cuek.

Sadena melotot. "Emang lo penting buat gue? Kagak!"

"Hahaha," Ankaa tertawa nggak jelas. "Cocok dah lu bedua."

"Nggak!" tandas Selin dan Sadena berbarengan. Lalu mereka saling melirik sinis sebelum akhirnya saling membuang pandangan.

"Perlu lo tau juga, Sel," celetuk Ankaa membuat Selin menatap cowok itu sambil mengernyit.

"Apa?"

"Sadena punya kembaran cowok. Namanya Sadava Refgar Aldizar."

"Oh ya?" Selin bertanya antusias.

Ankaa terkekeh dan memicing. "Hayoo. Tadi katanya nggak penting."

Selin cengar-cengir. Ia mendelik Sadena sinis. "Mau tau aja. Pasti lebih ganteng dari Dena."

"Sok tau, kebo," Sadena menyahut.

Selin mengacuhkan cowok itu, ia menatap Ankaa penuh rasa ingin tahu. "Terus-terus, gimana cara bedainnya?"

"Gampang. Sadava punya tahi lalat di leher. Sementara Dena enggak."

"Ohh."

"Satu lagi, Sadava orangnya friendly, tapi Sadena..." Ankaa menggantung ucapannya sesaat, dia tersenyum jahil lalu bergeser sedikit untuk membisikan sesuatu di telinga Selin.

Selin tertawa ngakak kemudian.

"Apa-apa dah!" desis Sadena mulai suudzon seolah dirinya yang ditertawakan.

Ankaa terkikik. "Kepo ya, Na?"

"Gigi, lo!"

Selanjutnya Sadena kembali diserang rasa bosan, apalagi kini Ankaa dan Selin malah membincangkan sesuatu yang tidak jelas sampai ngakak berbarengan. Sadena mendengus. Cukup memiliki satu teman konyol seperti Ankaa saja ia pusing. Di tambah lagi Selin.

Rasanya Sadena ingin mengarungi mereka berdua dan menendangnya hingga nyangkut ke angkasa.

Sadena pun memilih memainkan ponsel, namun baru saja membuka lookscreen, satu notifikasi chat dari seseorang muncul.

Zoe: Malam ini. Gue tunggu lo di ring.

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi

Bab terbaru

  • Sadena   Kehidupan Baru

    Selin mengunyah dengan lahap sosis bakar di mulutnya hingga pipi perempuan itu membulat, ia menyengir menatap Sadena, pria itu terkekeh geli menatap wajahnya.Sadena membelikan banyak sekali makanan, bukan hanya sosis bakar, tapi juga es krim serta permen manis. Dan yang Selin tak habis pikir, sosis bakar, es krim dan permen manis tersebut masih sama merknya seperti yang pernah Sadena belikan dulu untuknya saat mereka SMA. Pedagang sosis bakar tersebut bahkan masih mengingat Sadena saking seringnya dulu mereka datang ke taman ini lalu jajan sosis bakar beliau.Jika saja Sadena tidak melanjutkan studinya ke Amerika, mungkin di masa kuliah, mereka akan menambah kenangan di sini.Melihat Sadena tidak makan, hanya duduk di samping sembari mengusap-ngusap kepalanya, Selin pun menawarkan sosis bakarnya pada pria itu."Dena mau?" kebiasaan Selin, apa pun yang dimakan selalu di tawarkan padanya. Apalagi, Selin termasuk perempuan yang tidak

  • Sadena   Bernostalgia Bersama

    Pagi menyapa seperti biasa, bedanya hari ini hari libur, jadi Sadena berencana mengajak Selin jalan-jalan. Bukan cuma Selin, ia juga berniat mengajak Mou. Kasihan Sadena melihat bocah itu beberapa minggu ini hanya berdiam diri di rumah. Mery dan Aldevan sibuk, mungkin karena itu mereka tidak punya waktu mengajak Mou jalan-jalan, begitu pula dengan Ken.Mou bilang Ken sering curhat dia bosan berada di rumah. Oleh karenanya, Sadena juga mengajak Ken agar Mou punya teman bermain.Mou mengenakan sweater berwarna pink dan rok selutut, gadis kecil itu tampak sangat gemas mengenakan pakaian seperti itu. Ah, dia salah, ada lagi yang lebih menggemaskan, yaitu istrinya yang baru saja selesai bersiap lalu keluar dari kamar. Selin, memakai warna sweater yang sama dengan Mou. Mereka sangat kompak."Apa gue harus pakai yang pink-pink juga nih?" batin Sadena tertawa. Ia duduk di sofa menunggu kedua bidadarinya selesai bersiap.Mou turun dari tang

  • Sadena   Titipan Tuhan dan Kemesraan

    Selin mengeluari kamar kecil dengan perasaan lega. Sebab ia baru saja berhasil lancar buang air besar setelah berhari-hari mengalami sembelit. Perempuan itu lantas menjatuhkan dirinya di atas kasur sembari mengelus-ngelus perutnya yang rata.Entah kenapa tingkah Selin itu menarik perhatian Sadena yang tadinya asik berkutat di depan laptop mengerjakan tugas kantor, sekarang malah tersenyum menatap Selin lalu mengusap rambut istrinya."Habis boker?" tanya Sadena. Selin menyengir malu-malu."Hehe, iya. Dari kemarin aku sembelit makanya tadi pas keluarnya lancar aku lega bangett," jawabnya. Sadena mengacak gemas rambut Selin. Ya, setelah menikah, istrinya itu semakin terlihat menggemaskan."Udah minum susu?" Sadena bertanya lagi, membuat Selin menepuk jidatnya."Oh iya lupa, aku bikin dulu ya." Selin sudah hendak turun dari kasur, namun Sadena menahan pergelangannya."Enggak usah kamu diisi aja, biar aku yang

  • Sadena   Promise

    Sadava menyantap dengan lahap hidangan makan siang yang dibawakan oleh Marsha, bahkan sudut bibir laki-laki itu jadi belepotan.Marsha lantas dibuat gemas melihat tingkah calon suaminya itu, dia pun mengambil selehai tisu basah dan menyeka sudut bibir Sadava yang comot oleh sambal. Empunya langsung tergelak, Sadava menyengir lebar menampilkan gigi putihnya yang terdapat sisa cabai, alhasil tawa Marsha meledak memenuhi ruangan."Ih Dava lucu banget sih, di gigi kamu ada cabai tau!" ledek Marsha, Sadava hanya terkekeh ringan tanpa dosa.Sudah berapa tahun dia menjalin hubungan bersama perempuan itu, jadi untuk apa malu? Justru Sadava pikir hal ini bagus karena dia bisa membuat Marsha tertawa. Kalau bisa, ia akan setiap hari bertingkah konyol agar Calon istrinya itu selalu tersenyum."Masakanmu enak banget, By. Besok bawain yang ini lagi yaa," pinta Sadava sembari mencomot sisa-sisa sambal di jarinya seperti anak kecil.M

  • Sadena   Setelah 5 Tahun

    Takdir, tidak ada yang bisa mengubah takdir yang digariskan oleh Tuhan untuk makhluknya.Semua bisa terjadi tanpa kita duga sebelumnya, apalagi kita tebak.Seseorang yang dulu bersikap sangat buruk bisa berubah baik atas kehendak Tuhan, kita contohkan saja laki-laki bernama Zoe Navvare yang sedang sibuk berkutat dengan laptop di hadapannya.Dulu, dia adalah sosok jahat yang ditakuti semua orang, penuh dendam, serta pribadi yang suka berkelahi. Tapi sekarang dia berbeda, dia sudah berubah menjadi orang baik yang disegani semua orang, pekerja keras, ramah, penyayang, juga taat beribadah.Meski label "Penjahat" pernah melekat pada laki-laki itu, namun seiring waktu berjalan, tahun demi tahun berlalu, Zoe mendapatkan hidayah dan menebus kesalahannya dulu.Sekarang dia telah sukses menjalankan perusahaan bernama Gemilang Angkasa milik mendiang ayahnya Bella. Setahun berjalan, perusahaan yang dikabarkan akan bangkrut i

  • Sadena   Gemilang Angkasa

    Hari ini Selin mendapati suatu kebenaran yang tak pernah ia duga sebelumnya. Bahwa Zoe telah banyak berubah setelah keluar dari penjara.Bella adalah orang yang membuktikan semua perubahan itu pada Selin. Meski belum melihatnya secara langsung, Selin sudah yakin Zoe banyak berubah karena gadis itu.Hidayah memang datang tanpa pandang bulu, seburuk apa pun seseorang, dia pantas mendapatkan pengampunan dan berhak mengubah perilakunya menjadi lebih baik.Maka sehabis menyiapkan sarapan dan mengerjakan pekerjaan rumah, Selin bergegas berkunjung ke rumah Marsha, dia ingin menceritakan kejadian ini pada calon adik iparnya itu.Mengetuk pintu rumah Marsha, Selin disambutlangsung oleh Tuan rumah. Marsha saat itu masih mengenakan pakaian tidur."Selin?" kejutnya. Marsha tersenyum segera membuka pintu lebih lebar dan mempersilahkan Selin masuk. Dia dituntun menuju sofa. Dan for your Information saja, rumah Marsha sekarang lebih besar dan nyaman

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status