Argantara Pratama, dengan lengan kemeja yang digulung sampai siku pria itu tampak keluar dari dalam kamar mandi kamar inap mewah itu. Berjalan pelan menuju bangsal yang kini ditempati oleh seorang wanita cantik yang memakai baju pasien itu.
"Kenapa nggak dihabisin makanannya, Bi?" Ujar Arga setelah ia berada di samping Bianca. Mendudukkan dirinya di bangsal milik Bianca sembari menatap puan cantik berambut hitam panjang itu.Bianca Lisa menggeleng pelan."Nggak enak, Ga! Makanan rumah sakit rasanya hambar," ujar wanita itu sembari mengerucutkan bibirnya."Makan, Bi. Lihat tubuhmu udah makin kurus," ujar Arga yang tampak khawatir dengan kondisi Bianca. Setelah pulang dari kantornya, Arga memang lebih mengutamakan untuk menemani Bianca. Bahkan tak jarang pria itu harus membawa pekerjaannya ke rumah sakit atau ke apartemen Bianca ketika sahabatnya ini tengah kambuh.Wanita itu tampak berdecak mendengar ucapan Arga."Memangnya kenapa kalau aku kurus? Nggak sexy lagi begitu?" Balasnya terlihat kesal. Wanita yang berusia 29 tahun itu tampak membusungkan dadanya.Arga terkekeh melihat kelakuan sahabatnya ini."Nggak enak kalau dipeluk," balas Arga sembari mengacak-acak poni halus milik Bianca Lisa."Sialan!" Sahut Bianca sembari memukul lengan Arga pelan.Pria itu tertawa renyah setelah menggoda Bianca."Cepat habiskan makananmu, nanti ku beri hadiah," ujar Arga sembari mengambil nampan yang berisi makanan itu.Mata Bianca pun sontak berbinar. "Beneran, Ga?" Ujarnya antusias.Sedangkan Arga hanya menganggukkan kepalanya saja.Senyum Bianca mengembang lebar."Suapi aku dong," ujar Bianca terdengar begitu manja. Dengan senyum manis yang tersemat, serta mata yang mengerjap lucu Bianca tampak merayu Argantara Pratama agar mau menyuapi dirinya."Jangan manja," balas Arga sembari menjitak dahi Bianca.Merengut kesal, lantas Bianca pun setengah memekik."Tanganku masih sakit jatuh tadi tahu!" Ujarnya kesal dan tampak memalingkan wajahnya, memulai aksinya lagi untuk mogok makan.Menghela nafasnya panjang, lalu Argantara Pratama pun berujar, "Ya.. Ya.. Dasar cerewet!" Ucap pria itu sembari mengambil sendok.Melihat sang sahabat pria hanya pasrah begitu saja. Lantas Bianca pun tersenyum lebar, sembari membuka mulutnya untuk menerima suapan dari pria itu.Ya, inilah Argantara Pratama. Sahabatnya yang selalu ada dan luluh padanya.Waktu sudah menunjukkan pukul sepuluh malam, namun tampaknya pria itu tidak beranjak sama sekali dari sofa sembari menatap layar laptopnya. Pria itu tampak sibuk sekali dengan pekerjaannya.Bianca yang melihatnya tampak jenggah. Argantara Pratama adalah salah satu pengusaha sukses di Indonesia. Namun mengapa pria itu masih saja bekerja saat malam hari, bukankah ia sudah kaya?"Kamu nggak pulang?" Ujar Bianca sembari memakan apel yang Arga kupaskan beberapa saat yang lalu."Aku harus jagain kamu," ujar Arga seadanya.Bianca berdecak mendengarnya. Menjaga apanya, justru pria itu tampak sibuk dengan pekerjaannya. Dan dia hanya menonton saja."Pulang aja, Ga. Aku nggak apa-apa," ujar Bianca setelah menghabiskan potongan apel yang terakhir.Pria tampan itu tampak menghela nafas beratnya."Nanti kamu jatuh lagi, Bi." Ujarnya terdengar khawatir."Tenang saja, aku tidak akan ceroboh sebanyak dua kali." Sahut Bianca, namun hanya tatapan datar yang Arga berikan padanya.Bianca pun berdecak jenggah."Pulang sana! Kiara sama Fiola pasti nungguin kamu, Argantara Pratama!" Ucapnya setelahnya.Jantung Arga seakan terhenti saat Bianca menyebut nama istri dan juga anaknya. Shit! Ia benar-benar lupa jika ia meninggalkan Kiara dan Fiola begitu saja. Bahkan ia tak memberi kabar pada istrinya sebaris pesan pun pasca ia pergi begitu saja pagi tadi.Ada perasaan takut dalam hati Arga saat ini. Mengambil ponsel dan memeriksa jam, sudah pukul sepuluh malam. Percuma ia menelepon Kiara, karena dapat dipastikan wanitanya itu sudah tidur jam segini.Bahkan Kiara, tak mengirim pesan apapun padanya. Hal ini membuat Arga merasa resah. Namun, segera ia tepis pemikiran itu. Mungkin Kiara paham jika dirinya memang sibuk dengan pekerjaan dan juga Bianca."Kamu beneran nggak masalah kalau aku ninggalin kamu sendirian?" Ujar Arga sembari mendongakkan kepalanya."Tentu saja!" Sahut Bianca sembari mengangguk. "Aku justru merasa semakin bersalah pada Kiara kalau kamu terus nemenin aku disini," ujar wanita itu. Usia Kiara memang dua tahun lebih muda di bandingankan Bianca.Ucapan Bianca memang ada benarnya, namun tetap saja ia masih tak tega jika harus meninggalkan Bianca sendirian lagi."Dia bakalan ngerti," balas Arga meskipun ia tidak yakin akan hal itu. Pertengkaran kerap kali terjadi di antara mereka hanya karena masalah sepele ini."Nggak, Ga. Pulang sana, I'm fine!" Ucap Bianca menyakinkan diri.Menghela nafasnya panjang, lalu Arga pun mulai menutup laptopnya. Memasukkannya kembali ke dalam tas kerjanya, lalu berjalan mendekat ke arah Bianca."Baiklah tapi janji sama aku buat nggak bikin khawatir lagi kali ini," ujar Arga begitu lembut sembari mengusap puncak kepala sahabatnya itu dengan sayang."Iya, iya. Ck, kamu nggak perlu ngingetin lagi," balas Bianca setengah tersipu."Cepat pulang sana! Wajahmu kelihatan kering karena merindukan istri dan anakmu!" Ucap Bianca sembari melepaskan telapak tangan Arga dari puncak kepalanya. Ya meskipun ia selalu suka dengan usapan Arga dikepalanya.Terkekeh pelan, lalu Arga membalas, "Kamu selalu mengerti aku, Bi.""Kita temenan nggak hanya sehari dua hari, Ga! Lima belas tahun kalau kamu lupa." Sahut Bianca Lisa.Arga menganggukkan kepalanya setuju, lalu pria itu tiba-tiba saja mencondongkan tubuhnya. Bibirnya tepat berhenti di sebelah telinga Bianca."Aku bahkan tahu ukuran bra-mu, Bi." Bisik Argantara Pratama yang sontak menimbulkan guratan merah di pipi Bianca.“Mama Kiara sama Aunty Bianca lebih didahulukan siapa?” ujar Harris dengan sebuah seringaian tipis di wajah tampannya.“Mas Harris, kamu ngomong apa, sih?”seru Kiara dari arah samping sembari membawa piring di tangannya. Dibantu pula dengan seorang asisten rumah tangga. Tiara melayangkan tatapan tajam ke arah kakak kandungnya itu. Ia paham persis apa yang sedang Harris bicarakan.Harris Arya adalah sosok kakak yang merangkap sebagai ayah bagi Kiara. Perbedaan usia mereka yang terpaut lebih dari sepuluh tahun itu membuat Harris sangat menjaga Kiara. Kiara besar tanpa sosok ayah di sampingnya dan Harris yang mengambil peran itu. Selain ia adalah satu-satunya harapan keluarga, pria itu juga harus berdiri sebagai pelindung keluarganya.“Om Har nih, Ma… selalu ngomong yang aneh-aneh. Fiola kan jadi binggung,”sahut gadis kecil itu tampak polos tak mengerti apa yang pamannya katakan. “Fiola duduk di kursi kamu sendiri, biar Papa bisa sarapan.” Balas Kiara setelah meletakkan piringnya di mej
Pagi ini suasana sarapan di kediaman Ibu Kiara terdengar ramai sekali, sumbernya hanya satu yaitu berasal dari celotehan gadis manis yang tengah bercerita banyak hal di pangkuan sang Ayah. Fiola Natalie Pratama, gadis muda itu tampak antusias bercerita tentang kegiatannya selama berada di rumah sang nenek. Membuat Arga tidak bisa menahan gelak tawanya saat mendengar cerita sang putri. Sedangkan Kiara dan ibunya tampak sibuk menyiapkan makan pagi untuk mereka. “Pa, Fio punya pertanyaan buat Papa!” Fiola mendongak menatap sang Ayah. Matanya setengah memicing sembari tersenyum miring. Ia yakin sekali jika sang Ayah tidak akan bisa menjawabnya kali ini. “Pertanyaan apa, Princess?” balas Arga dengan lembut. “Telur sama ayam duluan mana?” ujar Fiola dengan antusias. Arga terkekeh. “Sudah pasti telur,” balas Arga sembari mencubit pipi putri kesayangannya itu gemas. “Ih… Papa kok bisa tahu?” Gadis manis itu tampak cemberut. Ia gagal lagi memberikan jawaban yang sulit untuk Ayahnya.
Sudah cukup lama Argantara Pratama kembali berada dalam posisi canggung yang luar biasa seperti ini. Duduk bersama dengan seseorang yang menjadi sosok wali bagi istrinya itu, masih saja terasa gugup. Pria dengan mata sipit yang terlihat tegas, kulit yang terlihat lebih pucat darinya, serta aura dingin yang menguar dari tubuhnya mampu membuat Argantara Pratama membeku saat berada di sebelahnya. "Bang, bagaimana kabarmu?" Ujar Arga yang mencoba memecah keheningan ini untuk pertama kali setelah sekitar sepuluh menit mereka hanya saling berdiam. Setelah beberapa saat Arga bertanya, namun tetep saja pria itu tanpa tenang terlihat asik membuat asap berbentuk lingkaran.Tak berniat langsung membalas ucapan Arga, pria dengan rambut hitam itu justru mengarahkan vapor miliknya pada Arga. "Mau?" Ujarnya sembari menatap datar ke arah Argantara Pratama. Arga sejenak membeku di tempatnya, pria yang disebelahnya kini selalu sama, benar-benar sulit ditebak bagaimana jalan pikirannya. Menggeleng
Sembari memandang lurus taman kecil yang di rawat dengan rapi di depannya itu, sesekali Argantara Pratama menyesap cigarette yang ia bakar sekitar sepuluh menit yang lalu. Setelah bermain dengan Fiola, Arga memutuskan untuk merokok di teras samping rumah ibu mertuanya. Kiara masih tidak mau berbicara dan justru menjaga jarak dengannya. Tak ingin membuat kesalahan fatal lagi, Arga memilih untuk menjauh ketika Kiara memasuki kamar Fiola. Melihat Kiara dan Fiola secara langsung saja sudah membuat Argantara Pratama merasa senang bukan kepalang hari ini. "Tidak ingin masuk?" Ujar seseorang yang sudah berdiri di dekat pintu teras. Membuat Arga menolehkan kepalanya dengan cepat.Wanita cantik yang menggunakan piyama merah muda itu menatap ke arahnya sembari menyilangkan kedua tangannya. "Udara cukup dingin malam ini," ujar Kiara. Mendapati sang istri mengajaknya bicara lebih dulu membuat senyum Arga tersungging lebar. "Rokokku masih sisa, sayang." Ujar pria berambut sedikit acak-acakan
Mobil mercedes-benz berwarna hitam itu berhenti tepat di depan sebuah halaman rumah cukup besar dan mewah. Namun setelah beberapa saat setelah empat roda itu berhenti, nampaknya sang pengemudi masih enggan untuk sekedar membuka pintu mobilnya dan segera turun. Argantara Pratama, pria itu masih terlihat bimbang untuk melanjutkan langkahnya memasuki rumah sang mertua. Setelah ia pulang dari apartemen Zidan lusa kemarin, Arga mendapati rumahnya yang kosong. Kembali panik dan hendak mencari, tiba-tiba seorang asisten rumah tangga datang dan memberitahunya jika istri dan anaknya pergi ke rumah Ibu Kiara selama dua hari.Ada perasaan lega saat Arga tahu kemana kepergian sang istri. Namun juga merasa takut, apabila Kiara mengadukan sikap kasarnya beberapa waktu lalu pada sang ibu.Dua hari menunggu nyatanya tak membuat Kiara segera kembali ke rumah, perasaan was-was dan gelisah semakin terasa nyata dalam hati Arga. Puluhan pesan dan panggilannya tak pernah dibalas. Rasa ketakutan akan kehi
"Tapi kamu justru nyakitin istri dan anakmu, sialan!" Umpat Zidan Alfian dengan nada bicara yang lebih tinggi daripada sebelumnya. Sungguh, pria itu tampak kesal dengan atasannya ini. Arga terdiam. Tubuhnya stagnan. Dalam diamnya itu meneguk ludahnya yang terasa mencekat di kerongkongannya. Menghela nafasnya sejenak, lantas Arga pun menjawab, "Kiara masih memiliki banyak orang yang menyayanginya, sedangkan Bianca hanya memiliki aku saat ini," balas Arga terdengar pasrah. Zidan kembali dibuat terkejut dengan jawaban pria itu. Mengeleng-gelengkan kepalanya seakan tak percaya. "Kalau begitu bercerailah dengan Kiara dan hiduplah dengan Bianca." Ucap Zidan terdengar sinis, lalu ia pun mengambil kaleng soda yang masih tersisa setengah itu dan meneguknya hingga tandas. Mata Arga sontak membola lebar. "Jaga ucapanmu, sialan!" Balasnya tak suka. Kekehan remeh pun kembali mengalun dari bibir tebal milik Zidan Alfian. "Lagipula Kiara cantik. Andai saja diriku belum memiliki Sania, pasti