Share

03. Yang Paling Mengerti

Argantara Pratama, dengan lengan kemeja yang digulung sampai siku pria itu tampak keluar dari dalam kamar mandi kamar inap mewah itu. Berjalan pelan menuju bangsal yang kini ditempati oleh seorang wanita cantik yang memakai baju pasien itu.

"Kenapa nggak dihabisin makanannya, Bi?" Ujar Arga setelah ia berada di samping Bianca. Mendudukkan dirinya di bangsal milik Bianca sembari menatap puan cantik berambut hitam panjang itu.

Bianca Lisa menggeleng pelan.

"Nggak enak, Ga! Makanan rumah sakit rasanya hambar," ujar wanita itu sembari mengerucutkan bibirnya.

"Makan, Bi. Lihat tubuhmu udah makin kurus," ujar Arga yang tampak khawatir dengan kondisi Bianca. Setelah pulang dari kantornya, Arga memang lebih mengutamakan untuk menemani Bianca. Bahkan tak jarang pria itu harus membawa pekerjaannya ke rumah sakit atau ke apartemen Bianca ketika sahabatnya ini tengah kambuh.

Wanita itu tampak berdecak mendengar ucapan Arga.

"Memangnya kenapa kalau aku kurus? Nggak sexy lagi begitu?" Balasnya terlihat kesal. Wanita yang berusia 29 tahun itu tampak membusungkan dadanya.

Arga terkekeh melihat kelakuan sahabatnya ini.

"Nggak enak kalau dipeluk," balas Arga sembari mengacak-acak poni halus milik Bianca Lisa.

"Sialan!" Sahut Bianca sembari memukul lengan Arga pelan.

Pria itu tertawa renyah setelah menggoda Bianca.

"Cepat habiskan makananmu, nanti ku beri hadiah," ujar Arga sembari mengambil nampan yang berisi makanan itu.

Mata Bianca pun sontak berbinar. "Beneran, Ga?" Ujarnya antusias.

Sedangkan Arga hanya menganggukkan kepalanya saja.

Senyum Bianca mengembang lebar.

"Suapi aku dong," ujar Bianca terdengar begitu manja. Dengan senyum manis yang tersemat, serta mata yang mengerjap lucu Bianca tampak merayu Argantara Pratama agar mau menyuapi dirinya.

"Jangan manja," balas Arga sembari menjitak dahi Bianca.

Merengut kesal, lantas Bianca pun setengah memekik.

"Tanganku masih sakit jatuh tadi tahu!" Ujarnya kesal dan tampak memalingkan wajahnya, memulai aksinya lagi untuk mogok makan.

Menghela nafasnya panjang, lalu Argantara Pratama pun berujar, "Ya.. Ya.. Dasar cerewet!" Ucap pria itu sembari mengambil sendok.

Melihat sang sahabat pria hanya pasrah begitu saja. Lantas Bianca pun tersenyum lebar, sembari membuka mulutnya untuk menerima suapan dari pria itu.

Ya, inilah Argantara Pratama. Sahabatnya yang selalu ada dan luluh padanya.

Waktu sudah menunjukkan pukul sepuluh malam, namun tampaknya pria itu tidak beranjak sama sekali dari sofa sembari menatap layar laptopnya. Pria itu tampak sibuk sekali dengan pekerjaannya.

Bianca yang melihatnya tampak jenggah. Argantara Pratama adalah salah satu pengusaha sukses di Indonesia. Namun mengapa pria itu masih saja bekerja saat malam hari, bukankah ia sudah kaya?

"Kamu nggak pulang?" Ujar Bianca sembari memakan apel yang Arga kupaskan beberapa saat yang lalu.

"Aku harus jagain kamu," ujar Arga seadanya.

Bianca berdecak mendengarnya. Menjaga apanya, justru pria itu tampak sibuk dengan pekerjaannya. Dan dia hanya menonton saja.

"Pulang aja, Ga. Aku nggak apa-apa," ujar Bianca setelah menghabiskan potongan apel yang terakhir.

Pria tampan itu tampak menghela nafas beratnya.

"Nanti kamu jatuh lagi, Bi." Ujarnya terdengar khawatir.

"Tenang saja, aku tidak akan ceroboh sebanyak dua kali." Sahut Bianca, namun hanya tatapan datar yang Arga berikan padanya.

Bianca pun berdecak jenggah.

"Pulang sana! Kiara sama Fiola pasti nungguin kamu, Argantara Pratama!" Ucapnya setelahnya.

Jantung Arga seakan terhenti saat Bianca menyebut nama istri dan juga anaknya. Shit! Ia benar-benar lupa jika ia meninggalkan Kiara dan Fiola begitu saja. Bahkan ia tak memberi kabar pada istrinya sebaris pesan pun pasca ia pergi begitu saja pagi tadi.

Ada perasaan takut dalam hati Arga saat ini. Mengambil ponsel dan memeriksa jam, sudah pukul sepuluh malam. Percuma ia menelepon Kiara, karena dapat dipastikan wanitanya itu sudah tidur jam segini.

Bahkan Kiara, tak mengirim pesan apapun padanya. Hal ini membuat Arga merasa resah. Namun, segera ia tepis pemikiran itu. Mungkin Kiara paham jika dirinya memang sibuk dengan pekerjaan dan juga Bianca.

"Kamu beneran nggak masalah kalau aku ninggalin kamu sendirian?" Ujar Arga sembari mendongakkan kepalanya.

"Tentu saja!" Sahut Bianca sembari mengangguk. "Aku justru merasa semakin bersalah pada Kiara kalau kamu terus nemenin aku disini," ujar wanita itu. Usia Kiara memang dua tahun lebih muda di bandingankan Bianca.

Ucapan Bianca memang ada benarnya, namun tetap saja ia masih tak tega jika harus meninggalkan Bianca sendirian lagi.

"Dia bakalan ngerti," balas Arga meskipun ia tidak yakin akan hal itu. Pertengkaran kerap kali terjadi di antara mereka hanya karena masalah sepele ini.

"Nggak, Ga. Pulang sana, I'm fine!" Ucap Bianca menyakinkan diri.

Menghela nafasnya panjang, lalu Arga pun mulai menutup laptopnya. Memasukkannya kembali ke dalam tas kerjanya, lalu berjalan mendekat ke arah Bianca.

"Baiklah tapi janji sama aku buat nggak bikin khawatir lagi kali ini," ujar Arga begitu lembut sembari mengusap puncak kepala sahabatnya itu dengan sayang.

"Iya, iya. Ck, kamu nggak perlu ngingetin lagi," balas Bianca setengah tersipu.

"Cepat pulang sana! Wajahmu kelihatan kering karena merindukan istri dan anakmu!" Ucap Bianca sembari melepaskan telapak tangan Arga dari puncak kepalanya. Ya meskipun ia selalu suka dengan usapan Arga dikepalanya.

Terkekeh pelan, lalu Arga membalas, "Kamu selalu mengerti aku, Bi."

"Kita temenan nggak hanya sehari dua hari, Ga! Lima belas tahun kalau kamu lupa." Sahut Bianca Lisa.

Arga menganggukkan kepalanya setuju, lalu pria itu tiba-tiba saja mencondongkan tubuhnya. Bibirnya tepat berhenti di sebelah telinga Bianca.

"Aku bahkan tahu ukuran bra-mu, Bi." Bisik Argantara Pratama yang sontak menimbulkan guratan merah di pipi Bianca.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status