"Mau apa kamu?"ucapnya lantang. Ia berusaha menutupi kegugupan dengan berlaga angkuh. Dasar ikan teri. Kamu tidak tahu jika tengah berhadapan dengan siapa? "Kamu kan yang menyebarkan fotoku dan Alia! Kamu sengaja mau menghancurkan nama baik Alia!" cecaku dengan langkah terus maju. Sasya terus saja mundur hingga akhirnya tubuh gadis itu menempel di tembok. "Itu kenyataannya! Kalian gila, kalian satu darah tapi mau menikah. Apa tidak ada wanita lain selain dia? Murahan, kakak sendiri di embat."PLAAKSatu tamparan mendarat, meninggalkan bekas merah di pipi mulusnya. Biar dia tahu arti kata sopan santun kepada orang yang lebih tua. Sasya meringis sambil memegangi pipi. Nyeri menjalar di tempat gambaran tanganku berada. "Kalian benar-benar gila!" umpatnya. Gadis ini benar-benar harus di beri pelajaran. Mendekam di penjara adalah solusi yang tepat untuk anak sombong seperti dia. Musik tapi belaga sok kaya. Muak aku melihatnya. "Ingat Sya, sekali lagi kamu bikin ulah! Aku tak segan m
Aku duduk di antara mama dan Bang Rizal dengan tatapan penuh tanda tanya dari para wartawan. Saat ini kami berada di sebuah restoran yang sudah di booking penuh untuk melakukan konferensi pers. Mama ingin menjelaskan tentang siapa Bang Rizal sebenarnya. Mama tak ingin prasangka buruk terus berkelanjutan hingga merugikan perusahaan.Rasa gugup dan takut menelusup hati. Ku remas ujung tunik yang ku kenakan. Bang Rizal menggenggam tanganku di balik meja. Lelaki yang telah mencuri hatiku itu memberikan kode bahwa semua akan baik-baik saja. Para wartawan sudah duduk dengan rasa penasaran bersarang di kepala mereka. Sesaat semua hening. Hingga kuasa hukum mama menyampaikan maksud dan tujuan diadakan konferensi pers ini. "Apakah benar Mas Rizal dan Mbak Alia akan menikah?""Bukankah mereka sedarah, dan haram hukumnya menikah?""Apakah Ibu Rahmawati memberikan restu untuk kedua anak ibu?""Apakah hubungan ini yang membuat Mbak Alia bercerai dengan Mas Alvan?"Berbagai pertanyaan memenuhi ru
"Mama dan Rizal memutuskan bulan depan kalian menikah. Urusan gedung, WO, dll mama yang urus. Untuk urusan pendaftaran nikah Rizal yang akan mengurus. Kamu terima jadi."Nah kan benar dugaanku, Bang Rizal dan mama kongkalikong. Kenapa aku tidak ditanya terlebih dahulu. Ini yang mau nikah aku dan Bang Rizal atau mama dengan Bang Rizal? "Kenapa Alia tidak diberitahu ma? Gak tanya pendapat Alia nih? Atau memang tak butuh pendapat Alia?" Aku mengerucutkan bibir, kesal kepada dua orang di hadapanku itu. Ini masalah masa depanku tapi aku sama sekali tidak tahu. Menyebalkan. "Kamu tahu Al, kenapa mama dan Rizal yang merencanakan ini semua? Mama ingin memberi kejutan padamu."Selamat mama dan Bang Rizal berhasil. Aku benar-benar terkejut dan hampir tak percaya. "Mama benar aku terkejut, sangat terkejut malah. Dan masalah sepenting ini, aku tidak tahu apa-apa!" ucapku datar. Mama mendekat lalu menggenggam kedua tanganku. Manik matanya menatap lekat ke arahku. "Mama kasihan dengan Rizal, m
Paket Baju Bayi Dari Suamiku"Alia!" Teriak Rizal saat melihat tubuh Alia terpental hingga di sisi jalan. Beruntung mobil yang yang berjalan mendekat ke arah Alia bisa berhenti tepat waktu. Jalanan seketika membeku, tak ada lalu lalang kendaraan. Semua berhenti di tempat masing-masing. Kemacetan pun terjadi di area kecelakaan. Rizal segera berlari ke arah Alia. Air bah turun melihat tubuh sang pujaan hati sudah bersimpah darah. Calon suami Alia segera membopong tubuh yang bersimpah darah menuju mobilnya. Bahkan kaos putih yang ia kenakan sudah berubah menjadi merah merona. "Tersangkanya kabur, woy!" teriak penjual es buah yang tadi sempat memperhatikan kecelakaan. Mobil silver yang menabrak Alia melejit meninggalkan tempat terjadinya kecelakaan. Tak ada orang yang bisa mengejar laju mobil sedan yang telah menabrak calon pengantin wanita itu. Kemacetan mengundang petugas kepolisian yang sedang lewat berhenti sejenak. Dua lelaki berseragam polisi itu mendatangi tempat kajadian. Da
Pov Rizal[Target sudah dalam genggaman, Bos!] Satu pesan masuk dari Jefry. Senyum merekah membaca berita itu. Dia akan menyesal karena berani bermain-main denganku. Tanganku sendiri yang akan membalas sakit yang Alia rasakan. Sebenarnya aku buka lelaki yang suka main hakim sendiri. Namun keadaan yang memaksaku menjadi seperti ini. Kalau dia tidak mulai, aku tak akan membalas. Ancamanku tempo hari diabaikan begitu saja. Hari ini dia akan menerima akibatnya. [Aku akan segera ke sana. Jangan biarkan dia lolos!]Ku kirim balasan ke nomor orang kepercayaanku. Tak mununggu lama dia membalas "OKE"."Tunggu Sya, akan ku buat kau menangis dan bersimpuh di kakiku," gumamku. Ku turuni anak tangga. Mencari sosok wanita yang telah merawatku selama ini. "Ma, Mama ...."Sedikit berlari menuju halaman belakang. Sosok yang selalu memberiku limpahan kasih sayang itu duduk dengan pandangan kosong. Pasti beliau teringat Alia, putri semata wayangnya. Sesal dan rasa bersalah itu kembali hadir kalau m
"Tersangkanya sudah tertangkap, Mas," ucap Pak Polisi saat aku masuk ke dalam ruangan. "Siapa, Pak?""Saat ini Pak Jono sudah dijadikan tersangka. Dari keterangannya ternyata dia dibayar untuk menabrak Mas Rizal. Namun sayang target meleset hingga akhirnya Mbak Alia yang menjadi korban."DEGIni sama persis seperti dugaanku semula. Jangan-jangan benar jika dalang sebenarnya adalah .... "Pak Jono mengaku jika dia disuruh dengan lelaki bernama Ibrahim atau kerap dipanggil Baim. Seorang manager personalia di perusahaan Ibu Rahmawati. Kami masih mendalami motif di balik tidak kejahatan yang ia lakukan."Astaga,Ya Tuhan! Ternyata dia adalah dalang kecelakaan yang menimpa Alia. Benar-benar keterlaluan laki-laki itu. Dia mengatakan cinta tapi justru dia yang membuat Alia sengsara. Brengs*k! "Apa Baim sudah ditangkap, Pak?" "Dia ...."Pak polisi menghentikan ucapan, tapi matanya mamandang ke arah pintu. Rasa penasaran membuatku menoleh ke arah yang sama. Tanpa pikir panjang aku berdiri
Aku sudah berada tempat parkir rumah sakit. Tentu,setelah mengantarkan mama ke kantor. Sebenarnya ingin membelikan bunga mawar putih untuk Alia tapi pihak rumah sakit tidak memperbolehkan pasien ICU mendapatkan bunga atau apa pun. Lebih tepatnya menjaga kesehatan pasien agar tidak ada kuman atau virus yang masuk dan akhirnya menganggu kesehatan pasien. Aku duduk di sebelah Alia setelah memakai pakaian khusus dari rumah sakit. Kutatap wajah cantik yang kini tengah tertidur lelap. Saking lelapnya membuat ia tertidur selama dua minggu. "Sayang, bangun! Abang kangen!" ucapku seraya menggenggam tangan kanannya. Alia masih saja terlelap, bahkan mungkin ucapanku tak ia dengar. Namun aku tetap saja bercerita panjang. Menceritakan kenangan masa lalu yang pernah kita lewati bersama. Tak terasa waktu kunjungan telah usai. Ku kecup punggung tangan Alia. Lalu ku cium dahinya dengan mesra. Dalam hati berharap jika sebuah kecupanku bisa membangunkannya dari tidur panjang ini. Ya, seperti cerita
Pov RizalMataku membola saat melihat ranjang yang biasanya ditiduri Alia bersih dan rapi. Alia tak ada di sini. Kamar ini KOSONG. "Kemana perginya Alia? Jangan-jangan ...."Tanpa pikir panjang aku berlari keluar ruangan. Mencari keberadaan suster jaga di sini. "Suster dimana Alia?"Suster itu menghembuskan nafas perlahan dan menatapku dengan pandangan yang sulit untuk ku artikan. Jangan-jangan! Lagi dan lagi pikiran buruk bersemayam di hati.Tuhan, aku tak sanggup jika harus berpisah dengan Alia. "Tolong baju khusus di ruang ICU dikembalikan, Mas!" Astaga, karena panik membuatku menjadi tidak bisa konsentrasi. Baju di ruang ICU masih menempel di tubuh, padahal aku sudah berada di luar. Dengah malu ku berikan pakaian itu pada suster. Dia menerimanya lalu kembali masuk ke ruang ICU. Kini hanya tinggal aku dan seorang suster berbadan kecil. Kalau kedua suster itu berjalan beriringan, sudah pasti seperti angka 10. "Mas Rizal kenapa baru datang. Mas Rizal terlambat ....""Tidak! Tid