Share

Bab 5

Author: Yessa
Begitu mendengar kata-kata Clarin, Kirana tak kuasa menahan tangis.

“Ayahmu telah menjadi bebanmu... ”

Clarin segera memotong dengan suara serak, “Dia adalah ayahku. Dalam keluarga, nggak ada istilah siapa yang jadi beban siapa.”

“Bu, aku nggak takut capek, nggak takut susah… Aku cuma takut nggak bisa lagi makan masakan ayah, nggak bisa lagi mendapatkan kue kecil yang sering ayah beli untukku sepulang kerja, takut nggak dapat ucapan ulang tahun dari ayah, takut nggak bisa lagi dipeluk oleh ayah... ”

Keluarga Clarin memang sederhana, tapi ayah dan ibunya selalu berusaha memberinya yang terbaik.

“Ayahmu pasti akan sadar... ” bisik Kirana sambil terisak.

Clarin menghabiskan sisa kue kecil di tangannya, lalu menarik napas dalam-dalam.

“Bu, aku lanjut antar pesanan dulu, ya. Kalau telat, aku bisa dikomplain dan upahku mungkin akan dipotong.”

Kirana mengingatkan, “Hati-hati di jalan, jangan mengebut.”

“Aku tahu.”

Clarin mengangguk, melambaikan tangan, lalu berlari menuju lift.

Saat sedang mengantar pesanan berikutnya, kakeknya meneleponnya.

“Clarin, malam ini kamu harus datang ke rumah Keluarga Gunardi untuk makan bersama. Jam 7!”

Nada suara sang kakek seperti perintah, dingin dan tak bisa dibantah.

“Maaf, Kek, malam ini aku harus kerja paruh waktu, nggak ada waktu untuk pergi ke rumah Paman Ronald.”

Padahal yang terbaring di ICU juga adalah anak kandung kakeknya.

Namun sejak kecelakaan, ketika dia dan ibunya datang memohon bantuan untuk mencari pelaku tabrak lari, sang kakek menolak mentah-mentah.

Dia juga sempat ingin meminjam uang dari kakek, tapi kakek merespons bahwa dirinya nggak punya uang dan semua kebutuhan ditanggung oleh Ronald. Dia pun disuruh untuk meminta bantuan dari pamannya.

Tentu saja, hasilnya nihil.

“Nggak kerja satu hari nggak akan berpengaruh banyak.” Suara Tuan Kevin meninggi.

Clarin tidak tahu kenapa kakeknya begitu memaksa.

“Ayah masih dirawat di ICU. Biaya perawatannya besar sekali. Aku harus terus bekerja, setiap menit berharga bagiku!” ujar Clarin.

“Kalau gitu, aku kasih kamu dua juta. Malam ini kamu nggak usah kerja.” Nada suara Tuan Kevin tinggi dan sombong.

“Nggak mau!” tolak Clarin tanpa ragu. “Tadi aku bantu seorang nenek antar pesanan, dia kasih aku tips sebanyak dua juta. Siapa tahu nanti aku ketemu pelanggan dermawan lagi.”

“Aku kasih enam juta!” Tuan Kevin menaikkan tawaran dengan geram.

Clarin langsung mengalah demi uang. “Baik. Kakek transfer ke aku dulu.”

Orang bodoh mana yang akan tolak makanan enak dan imbalan besar?

Tadi dia memang sengaja tolak supaya kakeknya menaikkan tawaran.

Tak sampai dua menit, notifikasi masuk. Uang sejumlah 6 juta masuk ke rekening.

Pukul 18.50, Clarin memarkir motor listriknya di depan gerbang besar rumah Keluarga Gunardi. Kemudian, dirinya yang masih mengenakan seragam kurir pun masuk ke rumah.

Begitu dia masuk, Pak Limo selaku kepala pelayan menatapnya dengan ekspresi hina.

“Clarin, kenapa kamu datang begini? Lihat dirimu, berantakan dan bau!” Belinda menutup hidung dengan jari lentik, ekspresi penuh rasa jijik.

“Aku baru selesai antar pesanan, belum sempat... ”

“Cukup,” potong Belinda dingin, lalu menegur, “Kakek sampai menelepon sendiri hanya untuk suruh kamu datang makan bersama. Kamu malah anggap enteng.”

“Sekarang dia bahkan mulai jual mahal. Aku menyuruhnya datang untuk makan, dia malah minta imbalan sebesar 6 juta.”

Tuan Kevin masih geram tentang hal ini.

Mendengar itu, Nyonya Sinta alias nenek tiri Clarin langsung menyambar dengan nada tajam, “Kakekmu sudah baik hati mengajakmu makan bareng, kamu malah minta uang. Dasar tak beretika. Tak heran ayahmu gagal seumur hidup, sekarang bahkan masih sekarat di rumah sakit!”

KRANG! Clarin melempar sebuah cangkir teh ke depan Nyonya Sinta.

Nyonya Sinta jelas terkejut. Wajahnya memucat, napasnya tersendat.

Mata Clarin berapi-api, tangan mengepal erat. “Jaga mulutmu, dasar nenek tua! Sekali lagi kamu hina ayahku, aku nggak akan tinggal diam!”

Clarin sangat menyayangi kedua orang tuanya. Dia bisa mengabaikan hinaan terhadap dirinya, tapi tidak untuk kedua orang tuanya.

Kalau sampai orang tuanya dihina, dia tidak akan berkompromi.

Nyonya Sinta gemetaran karena saking emosinya.

“Ronald, lihat dia! Dia nggak hanya lempar cangkir di hadapanku, tapi juga meneriakiku... ”

Belum sempat Ronald bicara, kepala pelayan memotong dengan nada penuh hormat, “Pak Kevin, Pak Ronald, Pak Steven sudah tiba.”

Sekejap, seluruh anggota Keluarga Gunardi berdiri dan berjalan cepat ke arah pintu.

Clarin mengernyit bingung. Kenapa dirinya diundang makan bersama di saat ada tamu luar?

Beberapa detik kemudian, dia melihat Belinda masuk dengan merangkul seorang pria tinggi memakai setelan jas abu-abu elegan. Keduanya dikelilingi anggota Keluarga Gunardi lainnya.

“Clarin, ini tunanganku, Steven Lowui. Kamu tahu Keluarga Lowui, ‘kan? Keluarga terkaya di Negara Namara. Kami akan segera bertunangan.”

Ekspresi Belinda terlihat penuh kebanggaan dan kemenangan.

Liontin yang dijual Clarin pada Susan beberapa hari lalu tepat adalah lambang tunangannya dengan Steven.

Steven memang bukan penerus Keluarga Lowui, tapi setidaknya adalah keponakan dari Charles selaku penguasa Keluarga Lowui.

“Oh... “ Dengan sikap sopan, Clarin menyapa, “Salam kenal, Pak Steven.”

Belinda yang berdandan elok dan Clarin yang tampak lusuh setelah antar pesanan seharian, membentuk perbandingan yang sangat kontras.

Steven menatap Clarin yang memakai seragam lusuh dan berbau keringat dengan tatapan jijik.

Sementara Belinda diam-diam memperhatikan reaksi tunangannya.

Dengan nada manja, dia menjelaskan, “Kak Steven, ini kakak sepupuku. Kakek sudah bilang padanya sejak pagi untuk makan bersama malam ini. Dia jelas punya waktu untuk berdandan... ”

“Kalian sengaja menghinaku?” Wajah Steven muram. “Kalian mengundangku untuk makan bersama pengemis?”

“Aku bukan pengemis!”

Clarin membantah dengan emosi.

“Kamu kotor dan bau. Kalau bukan pengemis, lalu apa?”

Seusai berkata, Steven mengeluarkan dompet, mengambil segepok uang seratus ribu, lalu melemparkannya ke hadapan Clarin.

Uang pun berserakan di lantai.

“Pungut semua uang ini, lalu enyah dari pandanganku!”

Clarin memandangi sejenak uang di lantai. Perkiraannya mungkin ada lima hingga enam juta.

Dia pun segera berjongkok dan memungut selembar demi selembar uang tersebut.

“Hahaha! Lihat dia! Katanya bukan pengemis, tapi lihat betapa cepat tangannya memungut uang,” tawa Steven meledak.

Clarin menggigit bibir sembari menahan air mata.

Dia menelan semua amarah, mengingatkan diri bahwa harga dirinya tidak sepenting nyawa ayahnya.

Tips dari Nyonya Vivian, enam juta dari Tuan Kevin, ditambah lagi dengan 5 hingga 6 juta yang berserakan di lantai dan upahnya setelah mengantar pesanan seharian penuh, semua ini cukup untuk membayar biaya pengobatan ayahnya selama sehari.

Namun ketika dia baru memungut sebagian uang, dua pelayan datang menariknya dengan kasar dan mengusirnya keluar dari rumah Keluarga Gunardi.

Clarin pun mengentakkan kaki dengan kesal.

Keterlaluan sekali! Mereka sudah menghinanya, tapi malah tidak membiarkannya memungut semua uang di lantai.

Benar-benar keterlaluan!

Clarin menghitung uang yang berhasil dipungutnya, empat juta rupiah. Suasana hatinya pun agak membaik.

Dia menaiki motor listrik untuk lanjut mengantar pesanan.

Di perempatan besar, cahaya lampu mobil yang menyilaukan tiba-tiba menghantam matanya.

BRAK!

Tubuh Clarin dan motornya terlempar ke aspal.

Ketika menyadari dirinya telah menabrak mobil yang sangat mahal, rasa khawatir yang berat langsung membanjiri batinnya.
Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Salah Nikah, Temukan Cinta Sejati   Bab 50

    Melihat Clarin diam tak menjawab, Carles memerintah dengan tegas. “Jawab!”“Aku… aku takut bikin kamu tambah marah.”Clarin menggeleng, lalu buru-buru menyendok nasi dan menyumpal penuh dua pipinya sampai membengkak seperti hamster kecil.Carles dibuat tertawa oleh ulahnya ini.“Kalau begitu, jangan bicara hal yang bikin aku marah.”“Cepat makan dulu, Pak Carles. Nanti kalau dingin rasanya nggak enak.” Clarin segera lempar topik.Carles tidak mengatakan apa-apa lagi. Ekspresinya tampak seperti sedang memikirkan sesuatu.Selesai makan, Clarin bergegas untuk bayar.Begitu keluar restoran, dia berkata dengan ragu, “Kalau begitu, kita balik masing-masing?”Rencana awalnya memang cuma mentraktir Carles makan.Carles tiba-tiba menangkap pergelangan tangannya. “Temani aku tidur.” Lalu menambahkan, “Cuma tidur. Aku sudah nggak tidur selama beberapa hari.”“Oh… ” Clarin hanya bisa mengangguk pelan. Wajah merona merah.Kemudian, Carles membawanya ke hotel bintang lima terdekat.Sementara itu, di

  • Salah Nikah, Temukan Cinta Sejati   Bab 49

    Clarin buru-buru menjamin, “Jangan… jangan salah paham. Aku sudah menikah denganmu. Walaupun kamu nggak sekaya Steven, bagiku kamu jauh lebih baik darinya. Aku nggak mungkin mau bersama Steven.”“Sekarang kamu sudah menikah, jadi tidak bisa bersamanya. Tapi kalau kamu belum menikah… ”Carles mendengus.“Sekalipun aku belum menikah, aku nggak akan pernah suka pada orang seperti Steven. Dia arogan, galak, dan tidak berakhlak. Aku bahkan merasa malu berdiri di sampingnya,” bantah Clarin tegas.Kemudian, dia mencondongkan tubuh sedikit, menatap Carles lekat-lekat.“Sepertinya Pak Carles cemburu?” Clarin pura-pura meneliti. “Apa yang mau kamu tanyakan padaku?” Carles ganti topik dengan ekspresi datar.“Orang yang memiliki perjanjian pernikahan dengan Steven sebenarnya adalah aku. Tapi, Keluarga Gunardi mengambil alih liontin giokku untuk mengklaim perjanjian pernikahan itu. Menurutmu, apakah aku perlu pergi ke keluarganya Steven dan memberi tahu mereka tentang kebohongan Paman Ronald?” tan

  • Salah Nikah, Temukan Cinta Sejati   Bab 48

    “Paman Carles… ”Tatapan Belinda tiba-tiba berubah tajam, seolah menyadari suatu rahasia yang sangat besar.Dia menatap Clarin penuh keterkejutan.“Jangan-jangan dia adalah… ”Nyonya Lowui yang misterius itu?Belum sempat pikirannya menguat, Belinda langsung menepis dugaan itu sendiri.Kalau Clarin benar-benar Nyonya Lowui, dia seharusnya diiringi pengawal dan diantar dengan mobil mewah. Bagaimana mungkin dia masih naik motor listrik butut begitu?“Clarin, tadi mobilku yang nggak sengaja menabrak kamu. Maaf!” Steven buru-buru minta maaf. Wajahnya penuh kebengisan.Belinda tidak tahu apa yang terjadi, tapi karena Steven mendadak bersikap begitu, dia pun ikut-ikutan pakai ekspresi menyesal.“Kak Clarin, maaf. Tadi aku terlalu terbawa emosi.”Clarin bingung dan penuh curiga, spontan mundur satu langkah. “Kalian… ”“Oh ya!” Steven segera mengeluarkan dompet, lalu memberikan semua uang tunai yang dimilikinya kepada Clarin.“Ini kompensasi karena sudah membuatmu kaget.”Belinda juga cepat-ce

  • Salah Nikah, Temukan Cinta Sejati   Bab 47

    “Iya.” Clarin mengangguk, lalu bertanya pelan, “Pak Carles, apakah kamu sudah ada janjian makan siang?”“Belum.”“Kalau begitu, biar aku yang traktir sebagai ucapan terima kasih karena kamu sudah merekomendasikan aku ke Pak Jordan sehingga aku bisa dapat pekerjaan paruh waktu ini.”“Boleh.”Carles langsung setuju.Clarin segera mengirimkan alamat restoran, lalu mengambil motor listriknya dan berangkat lebih dulu.Saat Clarin hampir tiba di restoran, sebuah mobil mewah melaju dari arah berlawanan.Begitu mendekat, mobil itu sengaja membanting setir ke arah Clarin!Clarin refleks menghindar. Tubuhnya dan motor listrik langsung terhempas jatuh ke jalan.Mobil berhenti. Belinda dan Steven turun dengan ekspresi penuh amarah.“Clarin! Kamu buta?!” bentak Steven dengan kasar.Belinda berpura-pura melihat bagian depan mobil, lalu menghampiri Clarin dan langsung menarik lengannya. “Clarin, motor listrikmu yang jelek ini menggores mobil baru Steven! Bayar ganti rugi!”“Jelas-jelas kalian yang se

  • Salah Nikah, Temukan Cinta Sejati   Bab 46

    “Standar Grup Lowui memang tinggi. Tapi kamu bahkan belum mencoba, kenapa langsung menyimpulkan kamu nggak sanggup? Jangan merendahkan diri sendiri.”Nada suara Carles dingin, terdengar jelas ketidaksenangannya.Clarin langsung diam seperti murid SD yang baru dimarahi wali kelas. Tak berani membantah.Carles melanjutkan dengan tegas, “Aku akan minta temanku menghubungimu. Gunakan akhir pekan ini untuk tes kerja.”“Baik, aku coba,” jawab Clarin pelan.Carles sekadar mengiyakannya, lalu bersiap menutup telepon.“Oh, iya!” Clarin buru-buru menambahkan, “Pak Carles, jangan lupa minum sup herbalnya.”Carles terdiam.Tanpa sepatah kata, telepon ditutup.Tak lama setelah itu, Clarin mendapat telepon dari Jordan.Mereka berbicara sebentar, lalu membahas soal gaji. Jordan juga mengirimkan dokumen berisi detail pekerjaan. Akhirnya, satu tugas diberikan pada Clarin sebagai tes awal kemampuan.Demi bisa lolos, Clarin mengerjakannya dengan sangat serius.Larut malam.Kirana berjalan ke depan kamar

  • Salah Nikah, Temukan Cinta Sejati   Bab 45

    “Nenek memang sudah tua, tapi pikirannya sangat jernih. Dia nggak mungkin salah kasih,” jawab Carles dengan yakin.Kalau saja dia tidak sedang menyembunyikan identitas aslinya, pemberian dari nenek untuk Clarin pasti akan lebih besar. Mungkin sepuluh kali, bahkan seratus kali lipat.Clarin menjawab pelan, “Oh… ”“Hm.”Hening beberapa detik, Clarin berkata, “Kalau begitu, aku lanjut kerja dulu.”“Kerja apa?” tanya Carles.“Antar pesanan. Minggu depan ayahku akan menjalani operasi. Terima kasih sudah bantu datangkan tim Dokter Alex dan menalangi biayanya. Setelah ayah sadar nanti, akan ada banyak biaya lanjutan. Jangan salah paham, aku sama sekali tidak bermaksud minta dari kamu. Aku cuma mau bilang, uang darimu akan aku cicil dan kembalikan suatu hari nanti,” tutur Clarin.“Kita sudah nikah. Kamu nggak perlu membeda-bedakan uangku dan uangmu.” Suara Carles terdengar dingin dan tidak senang.Baginya, uang yang dikeluarkannya benar-benar tak ada apa-apanya.“Setelah bertemu Nenek hari ini

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status