Share

Menyebalkan

"Jo kamu ngapain Archy sampe pingsan gini sih?! Mana enggak pake baju, pasti kamu paksa ngapa-ngapain ya?!" Mama yang membantu menyadarkan Archy langsung mengomeli putranya saat melihat kondisi Archy.

"Dih Mama, aku gak nafsu kali sama dia. Tuh lihat, gara-gara cicak nempel di gaunnya dia langsung kerasukan reog!" Jo membela diri sambil menunjukan plastik bening berisi cicak. "Lagian rumah sebagus ini kok bisa ada cicak?"

"Ya emangnya rumah bagus gak boleh ada cicak? Makannya diam di rumah lebih lama, kamu keluyuran terus travelling jadi gak tahu keadaan rumah."

Jo hanya diam mendengar perkataan sang Mama. Bukan tanpa alasan mengapa ia memilih berkeliling dunia daripada mengurus perusahaan yang menjadi privillage dari sang Ayah. Namun, ada sakit yang tidak bisa ia jelaskan, ada perasaan pribadi yang juga tidak bisa ia ungkapkan karena takut menyinggung banyak pihak. Karena itu Jo memilih diam selama ini daripada banyak bicara.

"Archy, kamu enggak apa-apa nak?" Mama langsung memegang pipi Archy yang tampak sudah siuman.

Archy membuka mata perlahan, ia baru sadar bila dirinya pingsan setelah kejadian cicak naik ke atas gaun. Bola mata Archy berputar ke arah Jo yang tengah melipat tangan dan memandang ke arahnya. Seketika pipi Archy memerah, ia teringat sesuatu yang membuatnya pingsan.

"Ehm ... iya Ma udah gak apa-apa, tadi kaget lihat cicak di kaki aja kok." Archy berusaha duduk kemudian memegang keningnya yang sedikit pusing.

"Syukur deh kalau enggak kenapa-kenapa. Mama pikir kamu pingsan karena diajak ngapa-ngapain sama Jo." Mama terkekeh sambil melihat sang putra yang tengah mencebik kesal. "Ya udah, Mama sama pelayan sudah siapkan makanan serta obat-obatan. Kalau terjadi sesuatu jangan ragu panggil pelayan, Jo ada di sini ngelindungin kamu dari cicak. Besok Mama panggil orang yang bisa ngusir hama deh biar gak kejadian kayak gini lagi."

Archy melirik ke arah Jo yang tengah memalingkan wajah. Sepertinya dengan kejadian itu yang malu bukan hanya Archy saja, Jo juga nampak menyembunyikan raut wajah malunya kuat-kuat.

"Iya Ma, makasih banyak. Maaf udah ngerepotin kayak gini." Archy memandang Mama mertuanya itu dengan takut.

"Enggak apa-apa nak. Kamu istirahat, besok kita bakal berkeliling ke keluarga besar memperkenalkan kalian yang sudah menikah. Ini merupakan adat keluarga, pastikan kalian tidur yang cukup serta makan yang banyak. Oke?"

Mama mengelus pelan kepala Archy dan beranjak, nampak beliau menghampiri Jo dan memegang pipi putranya itu dengan penuh sayang. Jo nampak kikuk disentuh Mamanya seperti itu, karenanya Jo hanya menunduk tanpa berani memandang sang Mama.

"Sayang, jagain Archy ya nak? Mama titip sama kamu, jangan judes-judes! Mama tahu kok kamu anak yang baik dan perhatian, bersabar dulu sampai Kakakmu pulang. Oke?" tutur Mama sambil memandang anak bungsunya itu dengan lemah lembut.

Jo hanya mengulum bibir dan mengangguk. Tampak Mama tersenyum dan mengelus lengan putranya itu dengan bangga. Perlahan Mama berlalu bersama para pelayan dan meninggalkan keduanya di dalam kamar. Suasana hening muncul, keduanya malu untuk memulai pembicaraan.

"Jo, maafin gue ya." Archy memulai pembicaraan. "Gue enggak sengaja-"

"Udah jangan dibahas. Gue malu anjir." Jo nampak mengusap wajahnya kemudian duduk di tepian ranjang. "Pokoknya lo harus lupain apa yang lo lihat hari ini. Kita bakal sibuk, gue yakin lo juga bakal lupa."

Archy menatap Jo dengan seluruh tubuh yang terasa sangat panas. Astaga, ia ingin sekali loncat ke dalam segitiga bermuda dan berenang dengan ribuan ikan piranha supaya bisa melupakan hal tersebut. Namun, semakin Archy berusaha mengenyahkannya semakin ia ingat bagaimana detailnya. Sial, ini benar-benar membuat malu!

"Ya udah kita tidur aja, gue gak akan bahas!" Archy buru-buru menyingkir ke tepi sebelah kiri ranjang, menjauh dari Jo supaya tidak terlalu dekat.

"Awas jangan nyerang gue di tengah-tengah tidur ya." ancam Jo.

Jo mengambil beberapa guling dan menjadikan benda itu batas antara tubuhnya dengan tubuh Archy. Gadis itu mendengus, siapa juga yang mau berdekatan dengan Jo selama tidur?

"Bye." Archy mematikan lampu tidur dan bergegas memunggungi Jo.

Suasana hening, mungkin Jo sudah tidur duluan, pikir Archy. Namun, karena pingsan tadi Archy jadi susah tidur kembali. Waktu sudah menunjukan pukul satu malam akan tetapi ia sama sekali tidak merasakan kantuk datang menghampirinya.

Perlahan Archy berbalik, tapi alangkah terkejutnya ia melihat Jo tengah memandangnya dalam keadaan mata terbuka. Jujur ini lebih menakutkan daripada film Counjuring!

"Ih Joseph! Lo tuh kenapa melotot anjir?!" Archy melempar bantal dan bantal itu langsung mengenai muka Jo.

Jo menyingkirkan bantal itu dan mendengus. Ia menghela napas kemudian melirik Archy dengan tatapan kesal.

"Gue lagi ngelamun biar bisa tidur, lo malah ngebalik dan bikin gue tambah gak bisa tidur!" Jo mengomel. "Lagian gue tuh laper, mau makan takutnya lo kebangun."

Archy menyalakan lampu tidur, entah kenapa mendengar kata makanan membuat perutnya lapar juga. Tampak di meja tersaji makanan-makanan lezat yang tinggal di hangatkan di microwave, bukankah sebaiknya mereka makan kemudian tidur?

"Lo mau makan?" tanya Archy ragu. "Kalau mau makan, gue ikut makan deh. Kayaknya gara-gara pingsan, makanan yang gue makan tadi sore hilang."

"Emang lo mau makan bareng gue?" Jo menyangsikan kekasih Kakaknya itu mau duduk makan bersamanya.

Archy beranjak, ia meraih kotak Pizza dan Lasagna yang ada di atas meja. Perlahan ia membuka microwave kemudian memasukan makanan-makanan itu ke dalamnya.

"Gue enggak keberatan makan sama siapa aja. Lo kan kembaran cowok gue, seharusnya kita enggak berantem terus kan Jo?"

Jo memandang punggung Archy yang tengah membelakanginya itu dengan saksama. Ada rasa penyesalan di hati Jo karena sudah membuat Archy seharian itu kesal akibat omongannya. Jo menghela napas, menyibakkan rambut panjangnya itu ke belakang dengan kedua tangan.

"Gue minta maaf ya Chy, gara-gara gue lo jadi ngerasain nightmare di hari pernikahan lo. Sejujurnya gue gak mau ikut campur, tapi Papa punya sakit jantung dan gue khawatir beliau anfal. Kak Nathan menghilang aja udah bikin beliau bener-bener drop, apalagi kalau pernikahan sampe batal. Gue enggak bisa ngebayangin betapa malunya keluarga gue sekaligus keluarga lo, karena itu gue kepaksa ambil keputusan dan nempuh jalan kayak gini." Jo menjelaskan semuanya dengan nada bersalah. "Lo pasti sedih banget, maafin Kak Nathan ya?"

Mendengar pernyataan maaf Jo yang tulus itu Archy hanya tertegun. Semua bukan salah Jo, yang salah tentu saja Nathan karena ia malah membuat tragedi di hari pernikahan. Archy juga tidak mau membebani siapa pun atas semua kesalahan Nathan termasuk adik kekasihnya sendiri. Namun, melihat Jo yang begitu gentleman mengambil keputusan, Archy sudah sepatutnya berterima kasih bukan?

"Lo enggak harus minta maaf atas kesalahan yang enggak lo perbuat, Jo. Gue enggak apa-apa kok! Cuma, semua bakal berat buat kita berdua untuk ke depannya. Berpura-pura jadi orang lain itu berat, emang lo sanggup berapa lama hidup jadi Nathan?" tanya Archy sambil menyajikan pizza hangat di hadapan Jo.

Jo tertegun mendengar pertanyaan Archy. Bukan tanpa alasan, Jo membayangkan akan seperti apa ia bersikap layaknya Nathan di hadapan orang-orang? Ia memiliki kepribadian yang jauh berbeda dengan Nathan, apakah ia sanggup menggantikan posisi Kakaknya yang menghilang itu?

"Gak sanggup. Makannya gue besok akan bikin perjanjian kontrak pernikahan diantara kita. Lo tahu sendiri kalau gue menikahi lo di Gereja atas nama diri gue pribadi, bukan nama Nathan. Itu berarti gue secara hukum dan juga Agama adalah suami lo secara sah! Jadi, jika dalam kurun waktu beberapa bulan ini Kak Nathan gak balik, gue janji bakal segera ceraikan lo. Gue enggak mau lo harus terbebani sama pernikahan yang enggak lo inginkan." Jo menjelaskan sambil mengunyah pizza dengan seru.

Archy hanya bisa mendengarkan kalimat-kalimat itu dengan saksama. Benar juga, mereka menikah secara sah dan Archy itu adalah istri dari seorang Joseph Suryakancana, bukan istri dari Jonathan Suryakancana. Meskipun digantikan secara fisik, akan tetapi pihak KUA tetap mencatat nama asli mereka sebagaimana mestinya. Tentu jika Nathan tidak kembali, pernikahan itu hanya beban bagi keduanya.

"Ya udah, gue juga kasihan sama lo. Kita cerai setelah tiga bulan. Jika Nathan enggak balik selama tiga bulan, kita langsung akhiri aja semuanya. Lo juga pasti punya pacar kan, apa dia tahu lo nikahin gue?" tanya Archy sambil menyuap lasagna.

Mendengar pernyataan itu Jo terdiam, perlahan ia meraih gelas minum dan meneguk air putih dengan rakus. Archy heran, apa pertanyaannya terasa aneh?

"Kenapa lo?" tanya Archy bingung.

"Haus, emang gak boleh gue minum?" Jo memandang Archy sambil menyeka bibirnya yang basah. "By the way, gue enggak punya pacar. Jadi lo enggak perlu khawatir soal apa pun, dan lo enggak usah mikirin apa-apa tentang gue. Oke?"

Archy hanya mengangguk setuju. Ia tidak selera berdebat atau menanyakan lebih jauh hal yang bukan ranahnya. Otaknya berputar, ia masih memikirkan di mana keberadaan Nathan dan ajudannya saat itu. Apakah mereka baik-baik saja? Apakah mereka tidak mengalami kejadian berbahaya hingga menghilang tanpa jejak?

Tiba-tiba ponsel Archy berbunyi, tanda bila ada pesan masuk ke dalam gawainya tersebut. Perlahan ia meraih benda itu dan membuka pesan yang masuk. Kira-kira siapa yang mengirimkan pesan kepadanya di tengah malam seperti ini?

From: My Jonathan

Chy, maafin aku. Aku gak bisa kembali, jangan menunggu.

Mata Archy rasanya mau melompat tinggi saat membaca pesan tersebut. Bagaimana bisa Jonathan mengirim pesan seperti itu tanpa tanggung jawab?

"Kenapa?" Jo penasaran melihat ekspresi Archy yang seperti melihat setan.

"Nathan chat gue! Tolong gue tremor."

Jo buru-buru mendekat dan melihat pesan masuk ke dalam ponsel Archy. Tanpa diperintah Jo langsung menelefon Nathan dengan emosi, bagaimana bisa Nathan menyuruh Archy tidak menunggu di kondisi demikian?

"Nathan! Lo di mana?" Jo nampak emosional saat telefon itu terhubung. "Jelasin apa yang terjadi?"

"Jo? Kok elo bisa pake Hp Archy?" Nada bicara Nathan tampak tidak ada rasa bersalah sama sekali.

Mendengar suara Nathan perasaan Archy jadi kacau, bahkan lelaki itu nampak tidak mau tahu bagaimana kondisi saat pernikahan mereka hampir batal. Kenapa Nathan sangat egois?

"Gak penting kenapa gue bisa megang Hp Archy, sekarang lo di mana? Gue bakal jemput lo." Jo berkacak pinggang.

"Nggak usah, gue gak akan balik Jo. Bilang sama Mama dan Papa jangan cari lagi gue, perusahaan semuanya gue kasih buat lo dan gue mohon jaga semuanya dengan baik."

"Lo enggak bisa gitu ya, Kak. Lo gak tahu apa pernikahan lo hampir batal dan Papa udah bener-bener lemes sama kelakuan lo! Lo mesti tanggung jawab, ada Archy yang nunggu lo!"

"Hmm ... jadi pernikahannya tetep berlangsung kan? Lo gantiin gue kan? Ya udah, gue gak usah khawatir kalau gitu. Titip Archy ya Jo, gue pamit."

Belum selesai Jo bicara, telefon itu tiba-tiba terputus. Jo berusaha beberapa kali menelefon ulang akan tetapi tidak terhubung, Nathan benar-benar berniat menghilang rupanya.

Archy memandangi Jo saksama, lelaki itu menghela napas panjang dengan tatapan tak percaya. Archy juga mendengar semua penuturan Nathan yang terkesan menganggap enteng semuanya dengan perasaan hancur. Bagaimana bisa lelaki itu tidak bertanggung jawab? Jangankan terhadap Archy, terhadap perusahaan dan keluarganya saja Nathan tidak mau tahu! Bagaimana bisa Archy percaya sepenuh hati pada Nathan selama ini?

"Chy, kamu-"

Jo bisa melihat Archy menangis tersedu-sedu. Pizza yang tengah dipeganginya itu gemetar, Jo buru-buru menyingkirkan pizza tersebut dari tangan Archy karena takut jatuh dan mubazir.

"Semuanya udah jelas, Nathan emang gak mau tanggung jawab. Sekarang gue harus gimana Jo? Gimana gue jelasin sama keluarga gue?" tanya Archy.

Jo merasa iba mendengar suara tangis Archy yang lirih. Perlahan ia mendekat ke arah Archy dan menyerahkan beberapa lembar tissue. Archy meraih tissue itu kemudian menangis tersedu-sedu.

"Gue janji bakal cari Nathan, udah jangan nangis. Gue yakin Kak Nathan kayak gini bukan tanpa alasan. Beliau itu pebisnis yang cukup ditakuti, gue yakin dia kayak gini juga karena tekanan dari pihak lain. Lo mau nunggu pihak keluarga selesaikan semuanya kan?" tanya Jo.

Archy hanya mengangguk pasrah. Ia ingin sekali Nathan datang ke hadapannya untuk menjelaskan kepergian yang dirasa sangat membingungkan tersebut. Namun, Archy juga tidak bisa memaksakan kehendak, ia yakin Nathan sudah merencanakan hal tersebut hanya saja ia tidak tega mengatakan semuanya pada Archy sejak awal.

"Kalau Nathan niat balik, dia bakal balik kok Jo. Kita hanya bisa berusaha dan pasrah, jujur denger telefon Nathan lutut gue udah lemes banget. Apa gue masih ada harapan? Apa gue enggak salah menaruh kepercayaan sama Nathan selama ini?" Archy menyeka air matanya dengan pilu.

Jo mengernyitkan dahi, ia memutar bola matanya dan memandang Archy seksama. Perlahan tubuhnya condong, meminta Archy mendengarkan kalimatnya.

"Gue janji akan cari tahu, gue juga janji bakal ceraikan lo setelah semuanya selesai. Jangan mikirin apa-apa buat semua masalah ini, percayakan semuanya sama gue. Gue janji lo gak bakal menderita terlalu lama, lo bisa percaya sama gue. Oke?"

Kalimat Jo terdengar klise saat diucapkan, akan tetapi Archy bisa melihat Jo sungguh-sungguh mengucapkan itu pada Archy. Archy hanya bisa menganggukkan kepalanya dengan lemah.

"Iya Jo, gue percaya sama lo."

**

Related chapter

Latest chapter

DMCA.com Protection Status