Heru keluar dan langsung mendapat sorakan dari warga, Sarah tak lepas menggenggam tangan suaminya, tubuhnya bergetar, jantungnya berdetak hebat.
"Tenang-tenang."
Seseorang yang berdiri paling depan memberikan instruksi agar warganya tenang. Mereka pun terdiam.
"Ada apa ini pak?" tanya Heru.
"Jangan pura-pura kamu, kalian kumpul kebo kan?" ujar salah satu warga.
"huhhh" sorak warga lainnya.
"Tenang-tenang." ujar Pak RT, warga pun terdiam kembali.
"Begini Bu Sarah, bisa saya dan beberapa warga masuk?" tanya Pak RT pada Sarah selalu pemilik rumah.
"Silahkan Pak RT.
Sarah dan Heru pun masuk lebih dulu diikuti Pak RT dan beberapa warga yang lainnya menunggu di luar.
"Begini Bu Sarah, sebelumnya kami mohon maaf jika kedatangan kami mengganggu. Kami bermaksud untuk menanyakan sesuatu sama Bu Sarah." ucap Pak RT.
"Ada yang bisa saya bantu pak?" tanya Sarah.
"Jika boleh kami tahu bapak ini s
"Jangan hubungi Nirmala, sebelum kamu memutuskan untuk meninggalkan perempuan itu. Satu hal lagi, jangan minta bantuan Mama untuk melunasi hutangmu."Mama Ratih menutup panggilan itu dan memberikan ponselnya kembali pada Nirmala. Di seberang sana Heru terperangah mendengar ucapan Mamanya, ia menggenggam erat ponselnya meninjukan kepalan tangannya."Shittt..." geramnya.Kini Heru harus menanggung semua akibatnya sendiri, dipecat, dijauhkan dari anak, diambil semua fasilitas kendaraannya, dia benar-benar hanya bermodalkan pakaian yang ia kenakan dan ia punya di rumah Sarah.Heru berpikir mencoba mencari cara agar bisa menemui Nirmala dan membujuknya, perempuan itu ternyata bisa tegas juga pada dirinya. Heru salah mengira soal Nirmala, Nirmala memang istri lugi dan baik, sejak awal menikah Heru meminta Nirmala untuk tidak menyentuh barang-barang pribadinya termasuk ponsel dan Nirmala menurutinya, Heru meminta Nirmala untuk tak membahas masa lalunya dan
Mama Ratih melepas kepergian anak, menantu dan cucunya itu, atas saran Mama Ratih mereka pergi menggunakan mobil Papa Sudibyo agar Heru tak bisa seenaknya untuk memakai, motor Sarah ditinggal di rumah Mama Ratih.[Kamu harus bisa membuat Heru nggak ketemu perempuan itu]Nirmala membaca pesan itu dari Mama Ratih, sejenak Nirmala terdiam dan memikirkan cara yang tepat untuk melakukan itu. Di perjalanan Kania terus berceloteh dengan Papanya, hati Nirmala semakin teraduk-aduk, lamunanya menerka dimensi waktu yang akan datang jika Heru memang tak lagi bersama mereka dan semua itu membuat Nirmala menggidigkan tubuhnya.Ada perasaan berbeda ketika Nirmala memasuki rumah, bagaimana tidak sejak Heru membawa perempuan itu ke rumahnya rasanya Nirmala tak ingin menginjakannya lagi, bayangan mereka berdua di rumah ini membuat Nirmala selalu lemah."Nirmala, maafkan ak
Sarah bukannya menyerah dan menyadari kesalahannya, ia justru semakin meradang, pemandangan di depan matanya membuat matanya memanas, pipinya memerah padam, ia kepalkan tangannya, amarahnya sudah bergejolak namun ia menahannya.Melihat Heru yang hanya berdua dengan Kania tak Sarah sia-siakan dia berjalan menghampiri Heru dan Kania yang sedang menunggu obat. Ia tak memikirkan apa pun selain akan menemui Heru dan menumpahkan segala rindu pada lelaki itu.Langkah Sarah terhenti ketika tangannya ada yang menariknya."Mau apa kamu haha?" tanya Nirmala.Sarah melepaskan cengkraman tangan Nirmala, menajamkam tatapan pada Nirmala yang sudah menghancurkan rencananya. Sarah nyaris menghampiri Heru dan Kania, langkahnya nyaris mendekat namun beruntung Nirmala melihatnya sepulang dari toilet,"Tidak akan aku biarkan kamu merus
Heru memboyong Sarah yang sudah terjatuh pingsan, dia berusaha keluar dari rumahnya yang sudah terbakar, tetiba ia ingat di belakang rumah ada gazebo yang cukup jauh dari rumah ini, bergegas ia menuju ke belakang karena tak mungkin untuk keluar api semakin menjalar masuk.Dibaringkannya tubuh Sarah, Heru sebisa mungkin terus membangunkan Sarah namun nihil tak ada hasilnya, tak ada ponsel yang ia bawa, mereka berdua terjebak di rumah yang sudah terbakar. Setelah sekitar satu jam Sarah perlahan menggeliat, Heru langsung meraih tubuhnya."Syukurlah sayang kamu sudah sadar," ucap Heru"Mas, rumahku mas."Sarah meratapi rumahnya yang sedang dilalap si jago merah, perlahan meredup karena mobil pemadam kebakaran sudah datang hingga api mulai mengecil, tim pemadam kebakaran mengevakuasi Sarah dan Heru, mereka dibawa keluar rumah.Hamp
Bu, Bu Ratih." Terdengar suara memanggil nama Mama Ratih terburu-buru. Mama Ratih dan Nirmala menghampiri ibu itu. "Ada apa Bu Mirna?" tanya Mama Ratih. "Itu bu, di depan gerbang perumahan ada perempuan tertabrak tadi Mas Heru yang bawa katanya istrinya, tapi ini Mba Nirmala baik-baik saja. Terus tadi..." Bu Mirna tak meneruskan ucapannya, sontak seketika Mama Rita dan Nirmala terkejut mendengar berita itu. Mereka saling berpandangan dan terpaku seketika. "Sekarang dimana bu?" tanya Mama Ratih "Sudah dibawa ke rumah sakit bu, kalau begitu saya permisi." Bu Mirna pamit dan berlalu, Mama Ratih dan Nirmala tak percaya dengan apa yang mereka dengar, semua terjadi begitu cepat ya Tuh
Perlahan Sarah membuka matanya hingga ia bisa melihat setiap sudut ruangan itu. Tubuhnya masih terbaring lemas. Ia mencoba memginga-ingat peristiwa yang menimpanya."Sus, siapa yang membawa saya?" tanya Sarah."Suami ibu, tapi dia sekarang sudah pergi dan menitipkan ini." jawab perawat itu.Mata Sarah berbinar namun seketika kembali meredup. Perawat itu menyodorkan lipatan kertas, Sarah meraihnya dengan lemas. Perlahan ia buka kertas itu dan membacanya."Sayang, maafkan aku. Aku harus pergi, aku sudah tak bisa bersama kamu lagi. Sekarang kamu sudah tak punya apa-apa, hidupku juga sudah susah gara-gara kamu jadi aku pergi. Jangan cari aku, mulai hari ini kita berpisah."Mata Sarah memanas membaca isi pesan yang tertulis dalam kertas itu, dadanya terasa sesak, bulir bening dari matanya jebol tak tertahan. Marah, kesal, kecewa ya itulah yang
"Bagaimana dengan Kania kak?" tanya Nirmala.Akhirnya mereka paham apa yang membuat Nirmala menangis, ya Kania tentu saja selain memikirkan nasibnya yang ada dibenaknya tentu anak mungil itu. Apa yang harus diceritakan padanya jika bertanya soal papanya.Nilam pun terdiam mendengar pertanyaan adiknya itu, ia terlalu cepat bertindak, ia lupa pada keponakannya itu, bagaimana cara menyampaikannya pada anak sekecil itu yang belum mengerti apapun. Papa dan Mama Heru pun terpaku, semua nampak dilema dengan semua yang terjadi, bagaimana lagi kini Heru sudah pergi entah kemana? Semua merasa perlu mencari cara agar Kania tak mengingat papa kesayangannya lagi."Kamu tenang ya, nanti kita pikirkan jalan keluarnya bersama-sama."Kak Nilam mencoba menenangkan adiknya, ia merangkul bahu Nirmala, menguatkannya dengan semua cobaan ini.
"Kak, Sarah sekarang mengkhawatirkan. Lihat deh."Nirmala menunjukan gambar Sarah yang tadi dia ambil, Kak Nilam hanya tersenyum. Perempuan yang ikut serta menghancurkan kehidupan Sarah merasa senang, kini adiknya tidak selalu bersedih akan kehadirannya."Itu karma buat dia dek.""Tapi kadang aku kasian juga kak, dia sebatang kara percis kata Mas Heru kalau dia tak punya siapa-siapa jika Mas Heru meninggalkannya maka hancurlah hidupnya dan benar saja kak, aku jadi merasa bersalah.""Mulai deh sok berhati malaikat. Hahaha" gelak Kak Nilam."Dek, terkadang kita perlu bersikap jahat dengan niat untuk membuat orang itu sadar. Kita sekarang hanya tinggal berdoa semoga Sarah sadar atas apa yang dia lakukan selama ini.""Aku kepikiran Mas Heru kak, dimana dia sekarang? Kania terus nanyain kadang dia