Share

Bab 8

Pove Sindi.

Kenapa aku yang selalu disalahkan, bahkan darah di bibirku masih segar, Mas Abidin tidak mempedulikanku sedikitpun, apalagi membelaku, sudah cukup, Mas! Keputusanku sudah bulat aku ingin berpisah saja darimu.

"Sindi." Mbak Ayu datang, ia meraih tanganku, aku masih shock memperhatian dua bersodara dan ibunya yang sedang bermanja setelah apa yang terjadi.

"Maafkan, Ayah, Sin." Ayu duduk di sampingku, aku masih terdiam hatiky masih sakit setelah apa yang terjadi kepadaku, tanpa alasan Mas Abidin semarah itu, ia tidak sadar perbuatannya tadi justru mengundangku dari masalah.

"Iya, Mbk, aku tidak apa-apa," ucapku, aku mencoba tersenyum walapun hati ini pedih, "Mbak Ayu, nginap disini?" Tanyaku, ia mengangguk.

"Sini aku obati luka di bibirmu." Mbak ayu membawa kota P3K.

"Sudah jangan diobati, Yu, biarkan saja dia mati!"

Deg, jantungku serasa berhenti berdetak, tubuhku kembali lagi bergemetar, keringat dinginku mulai bercucuran lagi. Setega itu Ayah mertuaku menyuruhku mati, bahkan kedua orang tuaku tidak pernah bicara seperti itu kepadaku.

"Ayah ...." Mbak Ayu menggelengkan kepalanya, Ayah mertuaku menatapku dingin. "Bawa wanita itu masuk ke kamar! Aku muak ngelihat wajah melasnya!" 

Seperti di hujami pisau hatiku terasa pilu sebenci itukah dia denganku, bahkan kata-katanya semakin tajam.

"Maafkan saya jika saya salah, Ayah. Jika ayah tidak menyukaiku maka kupastikan besok akan angkat kaki dari rumah ini," ucapku entah kekuatan dan keberanian dari mana bibir ini berbicara, ia menatapku tajam dan berkata, "Itu lebih baik, bahkan aku membecimu ketika kamu menginjakakn kaki di rumahku!" Tatapannya senggit, seolah-olah ingin mengulitiku hidup-hidup aku bergidik ngeri. 

"Sudah. Ayo masuk kamar!" Mbak Ayu mengertku masuk kekamar, Riri san raka sudah tertidur kupandangi wajah anakku satu persatu, jika aku bercerai dengan Ayahnya terus bagaimana dengan nasib mereka, kucium kening Raka dan Riri, air mataku jatuh satu persatu jika bukan karena mereka aku pasti sudah memiluh mundur dari dulu.

"Sin, apa kamu baik-baik saja?" Mbak ayu menepuk pundakku.

"Menurut Mbak Ayu!" Jawabku sinis.

Ia tersenyum lalu mengelus pipi anak-anakku dan berkata, "Yang kuat ya, Sin. Semua rumah tangga ada ujiannya, demi Riri dan Raka, kasihan mereka jika kamu sampai berpisah, dia yang akan menjadi korban." 

"Lalu, perasaanku yang menjadi korban, Mbak." Jawabku tak kalah melas.

Memamg Mbak Ayu orang satu-satunya tempat curhatku dan dia pasti tahu apa yang aku rasakan saat ini.

"Mengala sedikit, kuatkan hatimu. Aku tidak mau rumah tanggamu dan adikku berantakan, melihat Raka dan Riri saja rasanya tidak tega."

"Mbak Ayu, tingalkan aku sendiri, Kumohin!" Mbak Ayu menggaguk ia keluar dan menutup pintu kamarku dengan perlahan, bahkan suamiku tidak menenangkan hatiku saat ini. 

Drt... Drt... Drt...

Benda pipih berteknologi cangih milik Mas Abidin berdering, ia lupa mengantongi benda tersebut kuraih ponsel itu terlihat pangilan masuk bertulisan 'Anjani' dadaku mulai bergemuruh batinku sesak, tubuhju bergemetar ingin rasanya menangis sekuat mungkin.

Ya Allah Ya Rob. Ujian apa lagi ini bahkan hatiku masih basah atas kejadian tadi di tambah lagi Anjani menelpon suamiku tengah malam, kuremas gawai milik suamiku ini berulang kali pangilan masuk bernama Anjani namun tidak aku terima.

Setelah selesai berdering aku penasaran dan membuka pesan masuk dari Anjani.

['Baik, besok di tempat biasanya ya, Mas, aku tunggu'] 

Berarti Mas Abidin bertemu diam-diam dengan Anjani rasanya pedih, aku meremas dadaku mengatur napas agar tidak menangis membaca pesan masuk lainnya.

[Sorry, tadi aku mandi gak lihat pesan darimu']

[Thanks, ya nanti uangnya aku kembakikan']

Apa lagi ini, dia memberikan uang Anjani tanpa sepengetahuanku. Ya Allah sakitnya laur biasa, Mas Abidin!.

['Jangan sedih ya, aku selalu ada kok buat kamu'] 

Cih.. Rasanya ingin sekali aku memaki-mami Anjani namun itu semua tidak penting biarkan dia mau apa saja dengan Mas Abidin toh, aku akan bercerai dengannya.

Setelah membuka pesan masuk tanganku kembali memencet pesan keluar.

['Pergunakan uang itu dengan baik ya Anjani']

['Jangan lupa makan siang ya cantik']

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status