Share

Tentang Jonathan

"Benarkah itu?"

Andrea bertanya tidak percaya. Tangannya mencengkeram erat punggung tangan Edwin yang berada di atas pahanya. Baik Andrea maupun Edwin, keduanya langsung menoleh ke arah Cassie yang sedang tertidur. 

Andrea mendesah berat.

"Kenapa di saat seperti ini Cassie justru ingat laki-laki itu?" keluhnya menundukkan kepala.

"Tenang, Ma. Ini kan cuma sementara. Mario juga sudah ada di sini. Sudah pasti Mario ngga akan biarkan Cassie terus-terusan ingat laki-laki jahat itu."

Emosi yang sepertinya sudah terpendam sekian lama, mendadak kembali meledak. Terlihat dari ekspresi Edwin beserta nada bicaranya. 

"Ya, tapi … rasanya belum siap kalau harus menceritakan dari awal pada Cassie, Pa. Bagaimana kalau dia menangis sesenggukan kayak dulu lagi? Ngga mau makan, ngga mau keluar kamar, ngga mau pergi kuliah. Apalagi kondisi Cassie yang seperti sekarang. Mustahil kita cerita ke dia yang sebenarnya."

Andrea membenamkan wajahnya ke dalam telapak tangan. Edwin yang duduk di sampingnya, hanya mampu berusaha menenangkan dengan mengelus pelan punggung sang istri.

Jujur saja Mario tidak mengerti. Bahkan mendengar nama Jonathan pun tidak pernah. Tadinya ingin segera membahas dengan Cassie, tapi perawat sudah lebih dulu datang untuk mengantarkan makan siang. Mario pun meminta Cassie untuk menghabiskan makan siangnya sebelum akhirnya membicarakan tentang Jonathan. Namun, alih-alih menunggu Cassie selesai makan, Mario justru pergi keluar kamar dan menunggu di kursi yang ada di luar. Lalu ketika para orang tua akhirnya datang dan mereka masuk kembali ke dalam kamar, Cassie rupanya sudah tertidur. 

Beruntung Lily dan Samuel sudah memutuskan untuk pulang lebih dulu. Melihat reaksi Andrea dan Edwin yang tidak terlalu baik ketika mendengar nama Jonathan, tampaknya memang ada baiknya Lily dan Samuel tidak tahu tentang lelaki itu.

Bohong jika Mario tidak penasaran, jadi dia bertanya saja.

"Maaf, Ma, Pa. Memangnya ada apa dengan Jonathan? Dia benar masih jadi pacar Cassie?"

Wajah Andrea terangkat. Lupa jika Mario tidak tahu perihal itu.

"Kamu belum dengar apa pun tentang Jonathan ya?"

Mario menggelengkan kepala. “Apa mungkin Mama dan Papa tahu?”

“Oh, Lily dan Samuel hanya tahu kalau Cassie baru saja putus dan begitu terpukul, tapi mereka ngga tahu apa pun tentang Jonathan. Kami sendiri pun juga berusaha untuk tidak membahas-bahas apa pun lagi tentang laki-laki itu, karena tidak ingin membuat Cassie teringat lagi,” jawab Andrea.

"Jadi, Jonathan itu … dia mantan pacar Cassie," jelas Edwin mengambil alih kesempatan Andrea menjelaskan lebih lanjut. "Mereka sudah pacaran sejak SMA dan akhirnya putus ngga lama setelah Cassie masuk kuliah. Jonathan sebenarnya juga kuliah di ALBIU, hanya saja dia mengambil jurusan yang berbeda dengan Cassie dan mereka pun putus karena Cassie tahu Jonathan selingkuh dengan perempuan lain."

Mario terdiam. Dari sekian banyak anggota tubuhnya, hanya bola matanya yang bergerak, bergulir ke berbagai arah. 

"Cassie sangat menyayangi Jonathan," ungkap Andrea. "Mama tahu itu karena Cassie selalu cerita apa pun soal Jonathan pada Mama dan ketika Cassie tahu kalau ternyata Jonathan selingkuh dengan perempuan lain … dia benar-benar sedih, Mario."

"Tapi untungnya kamu datang tepat waktu," timpal Edwin dengan cepat. 

Mario tersenyum tipis. “Aku pikir Papa terlalu berlebihan. Aku pulang ke Bandung memang karena kuliahku di Singapore udah selesai.”

"Papa ngga berlebihan. Kehadiran kamu membuat kami berpikir bahwa mungkin memang sudah takdirnya Cassie putus dengan Jonathan dan berakhir dengan kamu. Jadi Papa sangat berharap, kamu benar-benar bisa menjaga Cassie."

"Benar, Mario,” timpal Andrea. “Memang kami tahu kalau sampai sekarang kamu mungkin masih sulit menerima, tapi Mama yakin kalian berdua bisa melewatinya," lanjut Andrea tersenyum seraya menggenggam halus kedua tangan Mario yang saling mengepal di atas paha.

Edwin menyandarkan punggungnya pada sandaran sofa. Melipat kedua tangannya di depan dada diikuti dengan embusan napas berat.

"Jadi yang paling penting sekarang adalah bagaimana membahas tentang Jonathan di depan Cassie?" 

"Apa kita biarkan saja Cassie berpikir kalau dia masih pacaran dengan Jonathan? Toh mereka berdua kan sudah ngga pernah ketemu dan ngga pernah saling kontak lagi. Kita biarkan saja seperti itu sampai ingatan Cassie pulih dan dia tahu tentang Jonathan dengan sendirinya. Semoga saja tidak lama." Andrea berharap, meskipun kedengarannya ragu.

"Ngga bisa begitu, Ma. Cassie akan komentar apa tentang kita kalau dia tahu kita justru menikahkan dia di saat dia masih dengan Jonathan? Itu justru akan memunculkan masalah baru."

Edwin tidak setuju dengan ide Andrea. Terlalu riskan. 

Melihat Mario yang hanya diam saja seperti sedang berpikir, Edwin akhirnya memilih bertanya pada menantunya itu.

"Apa kamu ada saran lain, Mario?" tanya Edwin di tengah pikiran Mario yang melayang-layang.

Dari posisi duduk yang tadinya agak membungkuk, Mario menegapkan punggungnya. 

"Menurut Mario mungkin bisa diberitahukan aja kalau mereka berdua memang sudah putus, tapi jangan memberi tahu alasannya yang sebenarnya …." Kalimatnya langsung menggantung ketika menemukan kulit di sekitaran wajah Edwin mulai mengerut. "Maksudnya, bisa dipikirkan alasan lain yang jauh lebih baik. Supaya Cassie ngga terlalu syok dan justru membuat pikirannya makin kacau."

Merasa saran dari Mario ada benarnya, Edwin manggut-manggut pertanda setuju. 

"Kelihatannya biar ini jadi urusan Mario aja, Pa,” cetus Mario kemudian. “Mama dan Papa ngga perlu memikirkan soal Jonathan ini lagi. Biar Mario sendiri yang tangani.”

Bicara dengan orang tua—terlebih itu adalah mertuanya—sangatlah tidak mudah. Butuh keberanian juga keyakinan dan pastinya semua itu dilakukan dengan tetap mencerminkan sosok seorang menantu yang baik.

Edwin dan Andrea saling bertukar pandang.

"Kamu yakin bisa menangani Cassie kalau dia terus-menerus membahas tentang Jonathan?" tanya Andrea.

"Akan Mario usahakan."

"Karena kamu yang akan terus bersama dengan dia terhitung mulai besok."

"Ngga masalah, Pa."

Edwin dan Andrea saling pandang sekali lagi.

"Oke kalau begitu. Papa percayakan semuanya sama kamu, Mario," ujar Edwin menepuk-nepuk pelan bahu Mario—menantu kesayangannya.

💐💐💐

Tak henti-hentinya Cassie memandangi, memutar-mutar, dan membolak-balikkan ponsel di tangannya. Kaget ketika layar ponsel langsung menyala ketika dihadapkan di depan wajahnya. 

"Ini bukan hp-ku," ujar Cassie mengembalikan ponselnya pada Mario.

"Itu hp kamu." Mario bersikeras. Sedang sibuk membereskan koper.

“Tapi aku ngga pernah punya hp sebagus ini.”

Mario menghela napas. “Kalau udah kubilang itu hp-mu ya hp-mu.”

Menerima sikap ketus Mario, Cassie hanya bisa memberengut. 

“Dengar aku, Cassie. Mulai hari ini cuma aku orang yang bisa kamu percaya. Orang tuamu akan pulang ke Jakarta. Ngga ada siapa pun lagi yang kamu kenal di Bandung ini kecuali aku.”

Cassie mengerucutkan bibir seraya melirik sinis ke arah suaminya.

“Ada,” sahut Cassie. “Jonathan. Dia satu kampus sama aku di ALBIU. Bahkan aku jauh lebih tahu dia dan jauh lebih percaya sama dia dibanding kamu!”

Pergerakan tangan Mario terhenti. Sungguh saat ini juga ingin sekali dia memberi tahu Cassie dengan lantang bahwa pacarnya itu tidak sebaik yang dirinya pikir dan dia tidak benar-benar mengenal pacarnya dengan baik. Bahwa kenyataannya dia telah dibohongi. Bahwa kenyataannya dia telah diselingkuhi dan perasaannya telah disakiti. 

Namun, tidak. Mario tidak bisa memberi tahu Cassie perihal itu. Tidak dengan cara memberi tahu alasan yang sebenarnya kenapa mereka berdua bisa putus.

“Ngga ada kontak Jonathan di sini,” cetus Cassie usai mengubrak-abrik isi ponsel yang katanya adalah miliknya. Bahkan chat Jonathan di W******p pun tidak ada. Semua tentang Jonathan hilang hingga ke foto-foto, baik itu yang ada di dalam galeri maupun di dalam media sosial.

Mario sudah selesai merapikan barang-barang. Siap untuk pulang. Tinggal menunggu Andrea dan Edwin yang belum juga kembali dari ruangan dokter.

“Pasti udah kamu hapus," ujar Cassie kemudian. "Pasti kamu berusaha buat jauhin aku dari Jonathan. Iya, ‘kan?”

“Jangan asal omong,” timpal Mario tak terima dituduh. “Udah kubilang kalau kita ngga setuju dengan pernikahan ini, jadi buat apa aku repot-repot jauhin kamu sama pacar kamu itu.”

Cassie masih mengutak-atik ponselnya.

“Ini juga bukan nomorku. Aku hafal nomorku. Kenapa nomorku bisa beda?” tanyanya mendongak pada Mario. Menagih jawaban.

Mario berkacak pinggang.

“Bisa tolong jangan tanya aku tentang keanehan yang ada di hp-mu? Karena aku sama sekali ngga pernah berurusan dengan barang-barangmu,” cetusnya kesal. Ini baru pagi hari. Belum juga sampai di rumah, tapi Cassie sudah berhasil memancing emosinya. “Asal kamu tahu, dari kita ketemu dan akhirnya menikah, aku baru tahu soal Jonathan kemarin. Dari kamu juga dari orang tuamu.”

Kedua lengan Mario berganti terlipat di dada. Waktunya mengatakan apa yang bisa dia jelaskan terkait hubungan antara Cassie dengan Jonathan.

“Kamu dan Jonathan udah putus, Cassie. Kamu sama sekali ngga ingat itu?”

Mendengar apa yang barusan dikatakan oleh Mario, mata Cassie melebar. Tangannya yang memegang ponsel menggantung di udara. Kulit wajahnya meregang seiring dengan mulutnya yang terbuka.

“Pu-putus?” Saking tidak percayanya, kata itu terasa sulit untuk diucapkan. “Tapi kenapa? Selama ini aku ngga pernah ada masalah apa pun sama Jonathan.”

“Jangan tanya aku, oke? Itu hubungan kalian dan cuma itu yang aku tahu dari Mama dan Papa-mu.”

Cassie beranjak dari tempat tidur dengan gegabah sambil mengutak-atik ponselnya lagi. Berusaha menemukan secuil informasi tentang Jonathan di sana.

“Ngga mungkin. Aku ngga mungkin udah putus.” Cassie berkeras. Kakinya melangkah mondar-mandir tanpa arah.

“Jadi kamu merasa kalau kamu belum putus sama dia?” 

“Belum!”

“Hei, santai,” sahut Mario sedikit terkesiap mendengar Cassie membentak. “Oke. Biar aku bantu kamu berpikir. Karena kamu ngga setuju dengan pernikahan kita, mungkin sebenarnya kamu memang belum benar-benar putus sama Jonathan. Mungkin kamu cuma break atau bahkan mungkin hubungan kalian diam-diam masih berjalan, makanya kamu memberi ide agar kita bercerai supaya nantinya kamu bisa kembali ke Jonathan.”

Cassie mematung di tempat.

“Lihat, ‘kan? Diam-diam kamu sendiri pun rupanya punya alasan kuat untuk kita bercerai, Cassie.”

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status