Share

Sang Dewa Perang Terkuat
Sang Dewa Perang Terkuat
Penulis: Zila Aicha

1. Ayo Bercerai!

Saat ini keluarga Wood sedang berkumpul bersama di ruang keluarga mereka setelah melakukan prosesi acara pertunangan antara Shirley, si bungsu dari keluarga Wood dan Peter Green, seorang putra dari pemilik tambang emas di Carlo Hill.

Cassandra Wood, istri Bill sedang duduk di bagian pinggir dan terlihat tidak terlalu menyukai berada di sana. Beberapa kali ia melihat suaminya diperintah oleh keluarganya dan hanya menurut. Ia kesal. Sangat kesal.

Bagaimana tidak, suaminya itu tidak memiliki wibawa sedikit pun dan kerap menjadi bulan-bulanan keluarganya. Ia begitu ingin sekali melihat suaminya melawan, setidaknya sekali saja. Tapi, nyatanya sampai mereka menikah selama hampir tiga tahun lamanya, Bill masih juga sama. Masih menjadi seorang pencundang yang tidak berguna.

"Cepat isi gelas ini, Bill!" perintah Shirley pada kakak iparnya.

Bill dengan tenang mengambil botol wine merah dan membukanya dengan cepat lalu mengisi gelas Shirley kembali. Dia lalu berdiri di samping lelaki tua yang merupakan kakek Cassandra, Christopher Wood yang berwajah runcing mirip burung gagak.

Shirley pun tersenyum senang dan menyesap wine-nya perlahan. 

"Kau lihat kan, Sayang? Kakak iparku ini sangat baik hati mau melayani kami semua dengan baik," ujarnya pada Peter.

Peter Green, laki-laki yang akan segera menikah dengan Shirley itu ikut tersenyum puas, "Benar. Kau sangat beruntung sekali, Sayang."

"Tentu. Bill kami memiliki hati yang tulus, dia akan mengerjakan apa saja yang kami perintahkan," ucap George Wood, kakak laki-laki Shirley yang juga merupakan kakak ipar Bill.

Bill sama sekali tidak menanggapi dan beralih pada istrinya, "Cassie, apa kau mau aku mengisi gelasmu lagi?"

"Tidak usah," jawab Cassandra ketus.

"Mau camilan?" tanya Bill.

"Tidak perlu," sahut Cassandra dan ia pun bangkit dari kursinya.

"Kakek, maaf, aku harus ke kamar, sangat lelah," pamit wanita cantik dengan rambut pirang itu.

Tidak menunggu jawaban, dia langsung meninggalkan ruang keluarga itu. Bill segera melepaskan celemeknya dan menyusul istrinya. Wanita itu ternyata tidak ke kamar mereka, melainkan pergi ke rooftop.

Cassandra tahu suaminya sedang mengikutinya, dan sontak mendorong Bill dan memukulnya dengan badannya. 

"Kenapa, Bill? Kenapa kau harus bersikap pengecut terus? Apa kau tidak memiliki harga diri sedikit saja? Kenapa tidak melawan mereka?"

Ia tidak berhenti memukul dan Bill tampak tidak ingin mengganggu istrinya melampiaskan kemarahannya itu. Ia hanya menunggu sampai istrinya lelah memukul dirinya.

"Apa salahku sampai aku harus menikah dengan lelaki tidak berguna sepertimu?"

Bill hanya terdiam. Ia pikir menjawab perkataan istrinya sama malah membuat istrinya itu lebih marah.

"Kenapa kau mau-mau saja menjadi pembantu mereka, Bill? Katakan padaku, kenapa?" desak Cassandra, sudah tidak tahan.

Bill tidak mungkin cerita kejadian yang sebenarnya. Hal itu masih menjadi rahasia besarnya.

"Katakan! Kenapa kau tidak pernah membela diri? Aku muak melihatnya, Bill. Sangat muak melihat lelaki lemah sepertimu."

Wanita itu kemudian mulai menangis kesal. Saat Bill berniat menyentuhnya, Cassandra menjauhkan diri. 

"Membela dirimu saja kau tidak becus, bagaimana mungkin aku bisa tahan denganmu? Ayo, kita cerai saja, Bill!"

Bill membeku di tempatnya begitu mendengarnya. 

"Cerai?"

"Ya. Ayo bercerai! Aku benci lelaki sepertimu!"

"Kenapa harus bercerai?" tanya Bill.

"Kenapa, tidak? Toh, kita menikah hanya karena permintaan nenek, bukan karena saling suka." 

Cassandra memutar badan dan menatap ke arah lain. Bill mendekati istrinya dan menyentuh lengannya tapi masih ditolak.

"Aku tahu, tapi-"

"Tapi apa? Sudahlah, lebih baik kita berpisah. Tidak ada gunanya bersama," ucap Cassandra, masih tidak mau menatap wajah suaminya.

"Aku tidak bisa."

Cassandra tertawa sinis, "Tidak bisa katamu? Lihatlah dirimu! Kau hanya seorang pekerja di kios buah di pasar. Apa yang bisa aku harapkan darimu?"

Wanita yang menggerai rambutnya itu lalu duduk di kursi, menatap ke arah depan. Bill mengikutinya dan duduk di samping meskipun ia tahu istrinya tidak menyukainya.

"Apa yang salah dengan hal itu, Cassie?"  

Cassandra sungguh ingin sekali mencekik suaminya itu.

"Apa yang salah? Jelas salah. Kau tahu aku bekerja di kantor, aku seorang sekretaris di perusahaan besar. Apa kau tidak pernah memikirkan betapa malunya aku memiliki suami yang memiliki pekerjaan rendah begitu?"

Cassandra berhenti sejenak, sebelum melanjutkan, "Kau tidak tahu bagaimana mereka mengejekku. Suami pecundang, tidak punya harga diri, hidup hanya menumpang. Aku yang-"

"Cassie-"

"Jangan menyelaku dulu! Biarkan aku bicara," pinta Cassandra yang kini sudah kembali berdiri. 

Wanita itu sepertinya sudah siap meledak kembali, Bill pun juga bisa melihat hal itu dengan begitu sangat jelas.

"Karena kau, aku dipandang sebelah mata, Bill. Jadi, sudahlah, kita akhiri semuanya saja. Aku sudah tidak tahan."

Bill menggeleng dan nekad menyentuh tangan istrinya. "Tidak. Aku tidak akan pernah mau."

Cassandra mendecak lidah jengkel, "Kalau kau tidak mau, berarti aku yang akan menuntutmu di pengadilan."

"Jangan. Tolong, Cassie. Beri aku kesempatan untuk berubah!"

Cassandra mendesah lelah. Andai saja sang suami mengatakan hal itu sejak dulu, dia pasti akan langsung mendukungnya. Namun, sekarang ini dia sudah benar-benar sangat lelah.

Menunggu Bill berubah selama 3 tahun itu bukanlah waktu yang sebentar. Dia sudah melewati begitu banyak ujian dan hinaan atas pernikahannya dengan Bill, dia tidak ingin mengalaminya lagi. Baginya semuanya sudah cukup.

"Kesempatanmu sudah tidak ada," ucap Cassandra.

Bill mulai putus asa, "Beri aku kesempatan untuk berubah!"

Cassandra masih terdiam, tidak juga berniat membalas.

"Satu kali saja," ucap Bill serius.

Lama berpikir, Cassandra yang semula terlihat ragu itu pun akhirnya menjawab, "Oke. Satu kesempatan, kalau kau tidak kunjung berubah juga, aku akan mengajukan cerai."

Sebuah senyum pun terbit di bibir Bill. 

"Oke."

Selama ini dia tidak bisa melamar pekerjaan yang bagus karena itu artinya dia harus menggunakan identitas aslinya. Hal itu tidak bisa ia lakukan karena sama saja ia mengungkap identitasnya ke publik. Ia belum bisa melakukannya, masih ada satu hal yang membuatnya harus menyembunyikan identitas aslinya.

"Ya sudah, Sayang. Aku turun."

Cassandra mengerang kesal lagi tapi sudah malas mengeluarkan kata-kata sehingga ia hanya diam saja saat melihat suaminya meninggalkan rooftop.

Ketika Bill kembali ke ruang keluarga, sang kakek mertua sudah mendelik kesal terhadapnya. "Dari mana saja kau? Gelas tamu sudah kosong."

"Berbicara dengan Cassie sebentar, Kek."

"Hm, cepat sana isi gelas Peter!"

Bill menghela napas, berusaha menahan diri lalu segera mengambil botol wine dan menuangkan minuman itu ke gelas kosong Peter.

Peter tersenyum mengejek.

"Kemarilah sebentar, calon kakak ipar!" ucap Peter, meminta Bill mendekat.

Pria itu sebenarnya enggan menanggapi tapi dia juga ingin tahu apa yang diinginkan oleh Peter sehingga ia sedikit menunduk.

"Istrimu sangat cantik, apa aku boleh mendekatinya?" bisik Peter dengan suara pelan.

Bill seketika menegang. 

"Kau ... brengsek!" teriak Bill.

Komen (1)
goodnovel comment avatar
Edison
assalamualikum
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status