Home / Urban / Sang Dewa Perang Terkuat / 2. Cepat Minta Maaf!

Share

2. Cepat Minta Maaf!

Author: Zila Aicha
last update Last Updated: 2023-04-08 14:15:57

Lelaki itu sudah tersulut emosi. Christopher yang begitu terkejut segera bertanya, "Kenapa kau berteriak pada Peter, Bill?"

Bill menunjuk Peter dengan jari telunjuknya dengan amarah yang tidak terkendali. "Dia-"

"Apa yang kau lakukan? Kenapa menunjuk Peter seperti itu?" ucap Shirley, sudah mendekat ke arah calon suaminya, terlihat kesal dengan tingkah kakak iparnya.

"Dia bilang mau mendekati Cassandra," ucap Bill sambil menggeram marah.

Shirley terbelalak kaget dan langsung mengangkat tangan, berniat menampar Bill. Tapi dengan sigap, Bill berhasil menepisnya.

"Kau. Berani sekali kau menuduh hal kotor seperti itu. Dia tidak serendah kau, Bill!" ujar Shirley kesal luar biasa.

"Dia yang mengatakannya sendiri. Dia-"

"Cukup, Bill!" teriak Christopher, terlihat begitu murka.

Bill menghela napas panjang. Dadanya kembang kempis, menandakan ia begitu marah.

Peter berkata, "Apa maksudmu berkata seperti itu? Aku hanya mengatakan istrimu cantik. Apakah itu salah?"

Ia beralih pada Chistopher, "Tuan Wood, saya hanya bertindak sopan saja, memuji calon kakak ipar bukankah bukan suatu masalah?"

Bill membelalakkan mata dan berpikir jika laki-laki itu sungguh pintar berbicara. Dengan mudah dia mengerti jika dia tidak akan bisa mengalahkannya jika dia tidak memiliki bukti.

"Sudahlah, Peter. Tidak usah pedulikan ucapan Bill. Dia pasti hanya iri kepadamu lalu menfitnahmu," kata Christopher.

Bill mendengus. 

Sungguh bodoh, apakah kalian buta? Sudah jelas Peter Green bukanlah pria baik-baik. Bagaimana bisa kalian menerimanya? pikir Bill heran.

"Sekarang minta maaflah pada Peter, Bill. Kau sudah berani menuduhnya sembarangan," perintah Christopher.

"Cepat minta maaf, kataku!" ulang Christopher lagi.

"Aku tidak akan memaafkanmu kalau kau tidak minta maaf pada calon suamiku," ucap Shirley, menatap rendah Bill.

Bill tidak merespon ucapan Shirley maupun Christopher.

"Tunggu apa kau? Apa aku perlu memaksamu berbicara, Bill?" ucap lelaki tua yang sekarang mendelik marah kepadanya.

Bill menjawab santai. "Aku tidak salah. Kenapa aku harus meminta maaf, Kek?"

"Kau-"

"Dia sudah berani menyatakan ingin menggoda istriku. Lelaki brengsek ini yang harusnya meminta maaf," ujar Bill. Kemarahan jelas masih mengusai dirinya.

Shirley masih tidak terima, "Kau harus meminta maaf."

"Aku harus membersihkan ruang makan," pamit Bill.

Lelaki itu pun menulikan telinganya saat mendengar umpatan adik iparnya. Begitu sampai di dapur dia segera berpikir keras. Jika Peter Green masuk ke keluarga Wood, jelas posisi istrinya akan dalam bahaya. Bisa saja, Peter nekad mengerjainya. 

***

"Apa yang dia lakukan di sini?" gumam Emma pelan, tapi Bill bisa mendengarnya.

Bill seketika menoleh dan melihat pembeli yang dimaksud oleh Emma, "Shirley, apa yang kau-"

"Anggur hijau, tiga kilo. Cepatlah!" ucap seorang wanita cantik sambil melempar uang pada Bill yang tidak sempat Bill tangkap. 

Emma melongo kaget, "Hei, Nona. Tidak bisakah kau bersikap sopan sedikit? Bill itu Kakak iparmu."

Shirley mengabaikan ucapan Emma dan malah mendelik kesal pada Bill, "Kau akan mengambilkannya untukku atau tidak, Bill? Aku sedang terburu-buru."

Bill menghela napas dan mengambil uang itu lalu segera memberikan anggur yang Shirley minta. 

Shirley menyeringai puas, "Kakak ipar yang baik."

Setelah Shirley ke luar dari kiosnya, Emma berkata, "Bill, kenapa kau diam saja mereka memperlakukanmu seperti itu?"

Bill hanya tersenyum dan melanjutkan pekerjaannya. Ia tidak mungkin menceritakannya rahasia besarnya pada Emma.

Sesampainya di rumah keluarga Wood, Bill hampir saja terkena serangan jantung saat ia melihat Peter Green berniat menyentuh bagian tubuh belakang istrinya kala mereka sedang berdiri di bersama di taman rumah.

"Brengsek! Apa yang mau kau lakukan?" Bill menggeram marah.

Dengan singkat Bill segera menarik Cassandra menjauh dari Peter. Cassandra terkesiap, sementara Peter terkejut tetapi berusaha memasang ekspresi tenang.

"Kenapa kau berteriak, Bill?" tanya Cassandra bingung.

"Dia berniat kurang ajar padamu, Cassie."

"Kurang ajar bagaimana? Berani sekali kau?" ucap Peter berpura-pura marah.

Rupanya, teriakan Bill tadi membuat anggota keluarga Wood lain yang berada di dalam rumah ke luar.

Shirley datang dengan sedikit berlari-lari. "Ada apa lagi ini? Bill, kenapa kau menatap calon suamiku seperti itu?"

"Calon suami tercintamu ini baru saja berniat menyentuh tubuh Cassie. Suruh dia minta maaf pada istriku sekarang juga!" ucap Bill tajam.

Cassandra melongo, sementara Christopher yang baru saja sampai di sana terlihat begitu kaget mendengar ucapan Bill. Namun, lelaki tua itu berkata, "Bill, berani sekali kau menuduh orang terhormat seperti Peter melakukan hal itu!"

"Peter tidak akan melakukan hal menjjijikkan seperti itu, Bill. Jangan samakan dia dengan kaum rendahan sepertimu!" bela Shirley.

"Tapi aku melihatnya sendiri. Cassie-"

"Sudahlah, Bill! Aku tadi hanya berbicara dengan Peter sebentar, kenapa kau datang-datang malah begini, jangan buat aku malu!" ucap Cassandra tajam.

Peter Green pun merasa berada di atas angin, dia tersenyum samar.

"Cassie-" 

"Cukup, cucu menantu tidak berguna. Sekarang minta maaf pada Peter! Cepat!" perintah Christopher.

"Kemarin kami masih melepaskanmu, tapi ini sangat keterlaluan. Aku tidak akan membiarkanmu mencoreng nama Peter. Cassie, kenapa kau juga diam saja?" ucap Shirley, menatap kesal pada kakaknya. 

Cassandra melepaskan diri Bill dan berkata, "Minta maaflah, Bill!"

Bill tak percaya mendengar ucapan istrinya, "Tidak akan."

"Bill!" bentak Cassandra.

"Kalau kau tidak mau minta maaf, pergi dari rumah ini sekarang juga!" ucap Christopher.

Peter Green berujar, "Kek, tolong. Ini hanya salah paham saja, tidak perlu seperti ini."

Christopher menggeleng, "Dia harus tahu bersikap. Cepat, Bill. Apa lagi yang kau tunggu?"

Bill dengan begitu berat berkata, "Aku tidak akan pernah meminta maaf pada orang yang sudah berani melecehkan istriku. Baiklah, aku pergi."

Cassandra membola kaget, seakan belum bisa memproses segalanya.

Peter Green terlihat begitu senang karena itu artinya dia memiliki kesempatan untuk mendekati Cassandra, wanita cantik yang ia idam-idamkan selama ini.

Sementara Christopher mencibir, "Kau pikir hidup di luar sana itu mudah?"

"Baiklah, kalau harga dirimu begitu tinggi, silakan pergi saja. Nikmati saja hidup sebagai gelandangan!" kata Christopher lagi.

Bill tidak menanggapi ucapan Christopher. Shirley juga tidak berkomentar lantaran terlalu kesal.

"Aku pergi, Cassie!" pamit Bill.

Cassandra baru saja tersadar saat Bill sudah melangkah ke luar. Namun, ketika ia berniat melangkah, Christopher menahannya, "Jangan menahan dia! Biarkan dia pergi!"

"Tapi, Kek-"

"Cassie, kalau dia tidak bisa hidup di luar, dia pasti kembali. Biarkan saja dia menjadi pengemis di jalan!" ucap Christopher dengan nada yang begitu keras, sengaja agar Bill yang baru saja sampai di dekat gerbang mendengar ucapannya.

Bill mengepal tangannya kuat-kuat, bergegas pergi dari sana.

Andai saja mereka mengetahui latar belakang Bill yang sesungguhnya, sudah tentu mereka pasti akan gemetar ketakutan dan berlutut di bawah kaki Bill untuk memohon ampunan.

Continue to read this book for free
Scan code to download App
Comments (4)
goodnovel comment avatar
Rudiyanto
hadeh lagi2 dewa perang lemah
goodnovel comment avatar
SAHRUL MUBAROQ
good story
goodnovel comment avatar
Heri mandi prasetyo Heri mandi
good story
VIEW ALL COMMENTS

Latest chapter

  • Sang Dewa Perang Terkuat    145. Tamatlah Riwayatku!

    Namun, para prajurit yang kebanyakan merupakan prajurit kelas dua itu tidak sempat menjawab pertanyaan dari salah satu rekan mereka.Karena saat itu mereka dikejutkan oleh kedatangan seseorang yang tidak pernah mereka duga akan muncul di tempat itu. Jika Reiner Anderson pergi menuju ke istana dengan mengambil arah utara, orang yang baru saja tiba itu datang dari arah selatan. Dia tidak menggunakan mobil, yang berarti kemungkinan orang itu pergi menggunakan kendaraan umum.Tapi, mengapa? Tentu tidak ada yang bisa menjawabnya, kecuali orang itu sendiri.Saking terkejutnya para prajurit muda itu, mereka sampai tidak bisa bergerak.Sang tamu yang tidak terduga itu pun bertanya, “Apa Reiner ada di dalam rumah ini?”Pria itu menunjuk ke arah rumah berukuran tidak terlalu besar tapi jelas sekali sangat nyaman untuk dihuni. Salah satu dari delapan prajurit akhirnya berhasil mengatasi rasa kagetnya dan cepat-cepat memberikan hormat pada si pendatang. Dengan tergagap sang prajurit berkata,

  • Sang Dewa Perang Terkuat    144. Aku Mengerti!

    Mary Kesley menyahut dengan suara yang terdengar sangat lirih dan bergetar, “Tidak perlu meminta maaf, Sayangku. Aku mengerti tugas dan kewajibanmu.”Mendengar hal itu Reiner Anderson merasa hatinya seperti tengah dicabik-cabik. Tapi, sang komandan perang Kerajaan Ans De Lou yang jabatannya sedang ditangguhkan itu tahu bahwa dia memang harus meninggalkan keluarganya untuk membela kerajaannya.“Tapi … apa kau akan langsung pergi? Atau kau mau menunggu Jenderal Mackenzie terlebih dulu?” tanya Mary yang suaranya sudah berubah jauh lebih tenang.Reiner mengerutkan kening, seakan menimbang-nimbang. Namun, pada akhirnya dia pun berkata, “Aku akan langsung ke istana. Riley … dia pasti akan datang, walaupun aku tidak tahu kapan dia akan tiba.”“Baiklah, aku mengerti,” sahut Mary yang masih berada di dalam pelukan suaminya.Yang bisa dilakukan oleh Reiner pun hanyalah semakin mengeratkan pelukannya seraya membalas, “Aku akan membayar semuanya begitu perang ini selesai. Percayalah, Mary!”“Aku

  • Sang Dewa Perang Terkuat    143. Pergilah!

    Reiner memicingkan mata, menatap istri cantiknya dan tersenyum lagi.Mary mengangkat alis, “Rei, yang benar saja. Senyumanmu itu bukanlah sebuah penjelasan.”Reiner terkekeh dan langsung mengusap rambut istrinya dengan gemas. Walaupun Mary sebelumnya agak sebal, tapi perlakuan Reiner yang super lembut itu membuat kekesalannya hilang seketika.“Jadi, apa kau tidak akan menjelaskan padaku?” Mary berujar dengan nada setengah kecewa.Reiner mengerlingkan mata dan menjawab, “Mary, kau lebih dulu kenal Riley dan bersahabat dengannya. Kau … pasti tahu bagaimana sifatnya. Benar kan?”Mary menganggukkan kepala, tidak membantah. “Itu tetap tidak menjelaskan mengapa kau-”“Tunggu sebentar, Sayang. Aku tahu apa yang ingin kau temukan. Namun, dengan berbicara seperti ini, nanti perlahan kau akan memahaminya juga,” tegas Reiner.Mary terdiam dan akhirnya mencoba mengontrol mulutnya

  • Sang Dewa Perang Terkuat    142. Sebuah Harapan

    Riley tidak langsung menjawab. Rowena bisa dengan jelas melihat keragu-raguan sang suami. Menurutnya hal itu sudah menjawab pertanyaannya.Maka, dia memutuskan untuk tidak mendesak suaminya itu untuk menjelaskan. Wanita itu hanya menundukkan kepala dan kemudian berujar pelan, “Sebetulnya tidak masalah jika tahta itu akhirnya jatuh pada dia.”Rowena lebih nyaman menggunakan kata “Dia” sebab dia enggan menyebut nama pengkhianat itu. Bagaimanapun juga, meskipun orang itu memiliki darah Wellington, hal yang hendak dilakukannya jelas-jelas akan menimbulkan kerugian yang besar.Riley menatap istrinya dengan tatapan teduh, tapi masih belum memberikan tanggapan.“Yang terpenting Xylan selamat. Itu saja,” kata Rowena dengan bibir bergetar.Riley langsung meraih tangan putih cantik istrinya dan menggenggamnya seraya berkata, “Dia akan selamat. Ada James di sana. Dia tidak akan membiarkan adikmu dalam bahaya.”Rowena mengangguk, “Aku tidak bermaksud meragukan kemampuan teman baikmu itu, Riley.

  • Sang Dewa Perang Terkuat    141. Ketidakpastian

    Diego Greco mengira James Gardner akan bereaksi serius terhadap apa yang dia katakan. Sebab, pembahasan yang mereka sedang bicarakan memang sangatlah penting. Namun, ternyata hal yang tidak terduga terjadi.James, sang jenderal perang muda yang sedang ditatap dengan tatapan panik itu malah tertawa renyah. Saking renyahnya, Diego hampir berpikir jika James tertawa karena mendapatkan sebuah hadiah yang besar.Alis kiri Diego terangkat. Dia menampilkan yang terlihat nyaris seperti ingin menenggelamkan James ke dasar samudera.Aku belum pernah bertemu dengan orang segila ini, Diego berkata dalam hati.Bukannya James tidak tahu bahwa Diego begitu jengkel terhadapnya, tapi pria itu malah terlihat sedikit acuh.Dia berlagak seolah pembahasan itu bukanlah sebuah hal yang bisa meledakkan sesuatu kapan saja.Melihat tingkah sahabat baiknya yang di luar nalarnya itu, Diego menggertakkan gigi, sudah tidak tahan lagi.Dengan mata menyi

  • Sang Dewa Perang Terkuat    140. Masih Akurat?

    James tersenyum geli, “Begitulah kenyataannya.”Diego memutar bola matanya, “Mana bisa?”“Bisa.” James menjawab singkat dan kemudian bangkit dari kursinya dengan gerakan yang sangat cepat lalu tiba-tiba mengambil senjata miliknya secara kilat yang terletak di dekat meja bagian pinggir.Diego yang terkejut itu ikut bangkit dari kursi meskipun dia masih tidak tahu apa yang sebenarnya sedang terjadi.Tanpa aba-aba James langsung mengarahkan senjatanya itu pada sisi jendela kanan dan berteriak dengan suara keras, “Siapa di sana?”Diego melotot kaget dan segera mengambil senjata miliknya.“Keluarlah!” James memerintah.Akan tetapi, tidak ada siapapun yang muncul hingga akhirnya James bergegas ke luar lalu berjalan menuju ke arah seseorang yang James pikir beberapa waktu yang lalu menguping pembicaraannya dengan Diego.“Sialan!” James mengumpat dengan kesal begit

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status