Share

3

last update Terakhir Diperbarui: 2025-11-15 08:57:46

Mozan geram, "Kau tidak mau menurut padaku! Baiklah, aku akan membunuhmu, kemudian mengambil kembali apa yang aku miliki."

Wusss Duar... Jeder....

Suara angin bergemuruh datang, Sekar masih cuek, dia tidak perduli pada pembunuhan di depan, dia juga tidak punya pikiran berlebihan untuk menolong atau ikut mencelakai siapapun. Dia menunggu dengan damai diatas pohon.

Mata Lekir memerah karena kelelahan dan menahan sakit di lengannya, dia sudah mati-matian mencegah Mozan merebut kembali batu di dadanya. Batu akik berbentuk cangkrang kura-kura memang tidak ada gunanya untuk dia, tapi barang yang terlalu berbahaya di tangan Mozan harus diamankan, Lekir juga tidak atau berapa banyak orang yang sudah menjadi korban dari batu akik kura-kura. Dia hanya ingin mencegah bencana terulang kembali, walaupun beberapa hari yang lalu batu ini sudah mendapatkan nutrisi. Lekir hanya tau sedikit tentang sejarah batu akik, tapi pengetahuan dangkalnya tidak membuatnya terpikat dan mengunakan batu setan.

Darah merah kehitaman kental mulai keluar dari telinganya, dia membuat gerakan melukai musuh dan dirinya sendiri untuk bertahan sampai sekarang, Lekir pikir ajalnya sudah dekat, tapi dia tidak boleh mati sekarang, dia bisa mati damai hanya dengan membunuh Mozan di depannya.

"Bermimpi!" Tanggap Lekir ketus. Dia menghentakan kakinya, kemudian terbang sampai menyamai ketinggian Mozan, dia mengakat satu satunya tangan yang masih bisa bergerak bebas dan membuat pose memengal kepala mengunakan pedang berlumuran darah hitam.

Haaaa... Teriakannya penuh tekad.

Mozan tidak kalah agresif, Mozan sudah menarik pecut miliknya untuk membelokir pedang sambil melanjutkan menyerang, yang tidak terduga pedang ditangan Lekir memang meleset, tapi pedang itu berubah haluan dan mengarah ke dadanya, Mozan tidak punya kekuatan ekstra untuk menghentikan pedang lagi, dia sudah melempar pecutnya untuk menampar perut Lekir. Matanya melebar saat berusaha membelokir pedang itu mengunakan tangan.

"Sialan!" Mozan benar-benar marah. Pedang milik Lekir berhasil mengenai tangan Mozan dan menembus jauh ke dadanya.

Keadaan mulai tidak diketahui ujungnya, siapa yang akan menang dengan selisih tipis diantara pertarungan mereka.

Dalam keadaan mencekam itu, Mozan memanggil petir merah dari langit.

Duar...

Duar...

Duar...

Bayak petir merah bermunculan di malam yang gelap, sebenarnya Mozan enggan mengunakan petir merah, dia belum bisa mengendalikan persis sambaran petir yang akan datang, dia hanya bisa mengendalikan satu sambaran petir. Akhirnya diantara petir petir yang saling menyambar dia mengendalikan lintasan satu sambaran petir dan menyambar Lekir yang sudah terlempar menjauh oleh pecutnya.

Lekir yang terkena sambaran petir merah itu mulai jatuh dari ketinggian.

Boom!

Tubuhnya jatuh tengkurap tidak bisa bergerak, seluruh tubuhnya berbau gosong akibat petir. Pandangan matanya mulai kabur, sisa-sisa tenaga sihir dia gunakan untuk melubangi batu akik kura-kura. Dia punya pikiran kecil, dengan suntikan sihir miliknya dia pikir batu akik itu akan pecah dan tidak bisa digunakan lagi, dia sudah kehilangan harapan untuk memenangkan pertempuran dan menyelamatkan dirinya sendiri, dia punya pikiran terakhir dengan memecahkan batu akik ini dunia akan sedikit memberikan kedamaian yang langka.

Sambil tengkurap dia mulai menyalurkan sihir sampai matanya benar-benar tidak bisa melihat apapun lagi. Sihirnya terkuras habis, tapi tidak bisa memecahkan batu akik ditangannya. Sihirnya memang berguna. Sayangnya, itu hanya sebatas meredupkan kilauan batu akik kura-kura yang dulunya bersinar merah kebiruan, kini hanya memiliki warna merah terang di dalamnya.

Mozan yang terbang di udara perlahan-lahan turun, napsnya tidak setabil kelihatannya. Dia berjalan lambat menuju badan Lekir yang tidak diketahui apakah masih hidup atau tidak. "Hahaha! Aku akan menguasai seluruh Gunung Kumulus dengan batu itu."

Langkahnya semakin cepat, dia memaksakan diri untuk mengambil batu dan segera pergi bersembunyi lagi, dia takut para dukun di Blok putih dan Blok emas akan menemukan dia, padahal sudah berpuluh-puluh tahun dia bersembunyi dengan hati-hati.

Tidak jauh dari keduanya Sekar yang masih asik menyaksikan pertempuran mereka berdua kini berwajah muram. Beberapa detik yang lalu dia sangat transparan sampai tidak ada yang sadar di atas pohon tinggi mencolok terdapat dirinya.

Pertarungan keduanya sangat bersemangat membuatnya ikut berteriak, "Ayo! Ayo! Ayo... Hajar dia pendek pedang. Hajar penjahat sampai mati." Sayangnya dunia mereka hanya fokus satu sama lain dan tidak menyadari keberadaan Sekar.

Saat teriakan semangat untuk yang kedua kalinya, tepatnya saat tusukan pedang ke dada Mozan dia berteriak paling keras, "Mati kau, hahaha."

Duar.... Petir merah yang dipanggil Mozan menyambar akar pohon yang Sekar tinggali. Bag... Pohon itu langsung gosong, daunya rontok sampi mengeluarkan asap.

Kerek... Pohon yang dia tinggali akhirnya tumbang, dia dihimpit diantara pohon tumbang dan tanah. Dia memang tidak terluka sedikitpun, tapi...siapa yang tidak marah saat sedang asyik-asyiknya duduk, kursinya di ambil.

Sekar memukul batang pohon yang menghimpit dirinya mengunakan seruling bambu.

Kerek... Kerek... Garis-garis retakan muncul sangat cepat sampai akhirnya menjadi tumpukan kayu bakar. Sekar menghilang seketika.

Wusss... Dia langsung berdiri di belakang Mozan. Kemudian memukulinya sampai babak belur.

Mozan merasa bulu kuduknya berdiri, tapi dia tidak tau apa dan siapa yang membuat radar bencananya berdering nyaring. Wusss... Dia merasakan angin berhembus di belakangnya, sebelum dia menoleh kebelakang pandangannya menjadi hitam. Sampai matipun dia tidak menyangka akan mati hanya karena beberapa pukulan dari orang yang tidak jelas. Setelah benar-benar mati, esensi jiwa dan sihir tubuhnya yang tersisa terbang ke arah Lekir, semuanya terbang menuju genggaman tangan Lekir yang terdapat batu akik kura-kura. Usaha keras Lekir sia-sia, batu akik kura-kura itu kembali menyala api merah kebiru-biruan.

Sedangkan jasad Mozan yang mati kini menjadi abu dan menghilang tertiup angin malam. Di tempat menghilangnya jasad itu terdapat beberapa barang yang tertinggal tidak ikut menghilang.

Mata Sekar berbinar, otaknya sudah berpikir liar di antara barang-barang itu terdapat makanan enak, kasihanilah dia yang sudah berapa hari tidak bisa makan layak, ini penyiksaan lahir batin, oke.

Membongkar koleksi milik Mozan, Sekar kembali kecewa, didalamnya tidak ada satupun yang bisa dimakan, mungkin yang sedikit berguna adalah rumah pagar miniatur kecil yang bisa membesar dan mengecil sesuai pikiran orang yang menyentuhnya.

Tidak apa-apa, dia harus bersyukur, setidaknya dia tidak akan jadi hewan yang tidur di pohon lagi.

Dia membawa rumah pagar miniatur kecil itu sambil meyeret bocah yang tidak diketahui apakah sudah mati atau masih hidup di lengannya yang lain. Dia membawanya santai sambil menyeretnya, dia tidak perduli apakah menyeret tubuh setengan mati itu akan memperparah kondisi fisik orang yang di bawanya. Setelah beberapa benturan ditambah tusukan kerikil kecil pada kepala dan tubuh Lekir, akhirnya sampai juga ke tepi sungai. Sekar memfokuskan pikiranya untuk berpikir... Jadilah besar rumah pagar!! Sambil menyentuh miniatur.

Boom... Rumah pagar miniatur kini mebsar dan tergambar jelas di pinggiran sungai.

Awalnya dia ingin tidur diatas pohon, sayangnya karena dua orang ini dia gagal tidur, "Huaaaa..." Seru Sekar menguap.

Dia melirik orang berdarah yang tergeletak di pinggir sungai dan berpikir.

Aku akan menguburkan dia besok saja, aku terlalu mengantuk sekarang. Dia mengagumi pikirannya sendiri kemudian berjalan menuju rumah pagar.

Bang... Pintu rumah pagar itu tertutup tanpa terbuka lagi sampai esok hari, pemilik rumah tidak perduli orang yang setengah mati di pinggir sungai itu akan masuk angin dan kedinginan semalam penuh.

...

Keesokan harinya Sekar mulai menggali lubang untuk mengubur pria yang setengah mati itu, geraknya sangat asal-asalan saat mengali, tangannya gemetaran begitu mencangkul tanah sepuluh cangkulan dibawah pohon beringin rindang.

"Aku lapar... Seharian ini aku belum makan apapun." Napasnya tersengal-sengal, wajahnya memerah sambil terduduk begitu mencangkul lubang yang ke dua belas. Menatap pria yang masih tergeletak damai di seberang sungai, Sekar mengeluh. "Kenapa tubuhnya sangat panjang melebihi tinggi badanku, lubang yang aku gali baru setengah panjang tubuhnya. Aku capek... Haa haaa... BERENGSEK."

Setelah istirahat selama satu jam sambil kelaparan, dia meyeret tubuhnya untuk mengali liang lahat lagi. Waktu berlalu cepat, Sekar hanya mendapatkan galian lubang yang bahkan tidak cukup untuk mengubur kelinci, padahal dia menggali lubang seharian penuh. Dengan penuh emosi akhirnya Sekar menyerah dan berencana untuk melanjutkan esok hari.

Hari sudah sore, sedangkan dia masih kelaparan juga. Dia berkeliaran di pegunungan sepi itu dan mendapat beberapa buah liar hanya sekedar untuk mengganjal lapar, karena hari sudah terlalu gelap Sekar kembali dan berencana untuk tidur.

Tak berselang lama setelah Sekar menyentuh bantal, dia mulai bermimpi.

"Tok tok tok..." Suara ketukan pintu terdengar tiga kali.

"Tok tok tok..." Ketukan pintu terdengar kembali, sepertinya orang itu tidak menyerah untuk pergi sebelum orang yang didalam rumah bangunan.

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi

Bab terbaru

  • Sang Dukun Seruling Dan Muridnya   6

    Sewosss~ Sebuah wortel menancap di perut Lekir dan mengirimnya sampai ke lubang yang dulu pernah digali Sekar. Apa!? Kau mau melawan, hah? Jawabannya tidak akan bisa! Sekar tidak punya dendam, dia hanya tidak mau magang ini, hahaha. Sekar berkepribadian picik ini agak lain.... ... Lekir berlutut lemah di depan rumah pagar, saat Sekar menatap ke arahnya dengan pandangan tidak suka, napasnya tercekat, Sekar berkata padanya, "Kau pergilah! Aku tidak perlu magang." Lekir berpikir saat terbang sambil mencabut wortel diperutnya, dia memakannya dengan wajah yang begitu dalam menatap langit. Tsk, aku gagal lagi! Jika seperti ini terus dia akan selalu ditendang terus-terusan oleh calon master. Luka yang dimiliki Lekir sudah sembuh sekitar delapan puluh persen, sisanya tidak bisa lagi disembuhkan hanya dengan mengunakan wortel biasa. Dia mulai berjalan penuh semangat lagi ke arah rumah pagar milik Sekar. Hati Lekir kusut. Seorang Mozan saja telah memaksanya untuk sekuat tenaga m

  • Sang Dukun Seruling Dan Muridnya   5

    Berapa lama monster bisa hidup? Dan berapa lama manusia seperti dirinya bisa bertahan? Sekalipun tubuhnya sehat, umur manusia hanya sebentar, paling lama 1000 tahun, itu pun sudah sangat tua renta dan keriput kulitnya. Kalau dia tetap bersama makhluk itu, apa yang akan terjadi? Dia akan menua, rambutnya memutih, kulitnya keriput. Apa yang disukai monster itu darinya? Hanya wajah ini, ini tidak menyakinkan sama sekali. Bahkan monster juga tak kebal terhadap keindahan. Di dunia manusia, ada banyak orang yang jauh lebih cantik dan menarik. Dia hanya membawa telur itu, dan karena itulah monster itu menjaganya seperti harta nasional. Saat dirinya menua dan mati, makhluk itu pasti akan mengambil anak itu untuk dirinya sendiri, kemudian melupakanya. Pikiran itu membuat Ananti kesal, tapi dia tak bisa bangkit dari makamnya untuk menghentikan apa pun. Pada akhirnya, dia hanya menuruti egonya sendiri. Tapi bukankah semua manusia memang egois saat hidup? Dia ingin kembali. Semua yang pe

  • Sang Dukun Seruling Dan Muridnya   4

    "Tok... Tok... Tok... Nona Sekar, anda masih didalam?!" Tanya pengunjung cemas. Sekar yang menutupi telinganya dengan bantal akhirnya terbangan, kepalanya pusing. Siapa? Siapa yang berani menganggu waktu mimpi indahku?! Keluh Sekar sambil membentak orang di depan pintu. "Kerek! Bang..." Sekar membuka pintu sambil membantingnya. "Siapa kamu, hah?!" "Ampun....NONA!! Aku kelinci yang kemarin." Seru kelinci terburu-buru menjelaskan. "Nona... Aku datang untuk memberikan ini. Ini makan terlezat yang gudang ras kelinci kami punya, aku mengangkat semuanya ke sini. Aku mohon agar nona Sekar tidak membunuh ras kelinci lagi, kami para kelinci bersedia membagi makan terlezat kami dengan Nona. Aku mohon..." Sambung kelinci sambil menunjuk-nunjuk gunungan kecil wortel oren cerah, bersih dan besar. Mulut Sekar berkedut sedikit, dia terlihat canggung. Pikiran marahnya mereda saat melihat ketulusan kelinci. "Baiklah, kamu boleh pergi sekarang." Jawab Sekar tanpa ampun sambil melambaikan tangan.

  • Sang Dukun Seruling Dan Muridnya   3

    Mozan geram, "Kau tidak mau menurut padaku! Baiklah, aku akan membunuhmu, kemudian mengambil kembali apa yang aku miliki." Wusss Duar... Jeder.... Suara angin bergemuruh datang, Sekar masih cuek, dia tidak perduli pada pembunuhan di depan, dia juga tidak punya pikiran berlebihan untuk menolong atau ikut mencelakai siapapun. Dia menunggu dengan damai diatas pohon. Mata Lekir memerah karena kelelahan dan menahan sakit di lengannya, dia sudah mati-matian mencegah Mozan merebut kembali batu di dadanya. Batu akik berbentuk cangkrang kura-kura memang tidak ada gunanya untuk dia, tapi barang yang terlalu berbahaya di tangan Mozan harus diamankan, Lekir juga tidak atau berapa banyak orang yang sudah menjadi korban dari batu akik kura-kura. Dia hanya ingin mencegah bencana terulang kembali, walaupun beberapa hari yang lalu batu ini sudah mendapatkan nutrisi. Lekir hanya tau sedikit tentang sejarah batu akik, tapi pengetahuan dangkalnya tidak membuatnya terpikat dan mengunakan batu setan.

  • Sang Dukun Seruling Dan Muridnya   2

    "Tidak." Nona, bagimana bisa seorang kelinci baik pemakan wortel bisa memasak! Seru kelinci menangis sedih dalam diam. Wanita yang sejak tadi tidak disebutkan namanya ini adalah Arum Sekar, seorang dukun seruling sakti, pekerjaan sehari-harinya adalah menumpas monster dan menguliti dagingnya untuk dipanggang, yang menyedihkan dia tidak punya bakat untuk memasak. Semua masakannya hambar dan tidak berselera. Sekar sering meratapi nasibnya, sebagai pecinta kuliner sejati, dia tidak bisa memasak untuk memuaskan dirinya sendiri. Dia tidak kecewa mendengar jawaban kelinci, Sekar tidak patah semangat untuk menemukan seorang koki. "Ouhh... Sudah sampai belum kelinci?" Sekar tidak bisa menipu dirinya sendiri jika dia sangat tertekan makan daging panggang hambar setiap hari. "Satu belokan lagi Nona Sekar, sungai itu ada dibalik pohon beringin itu." Tunjuk kelinci tergesa-gesa, dia takut salah sedikit saja nyawanya bisa melayang. Keduanya berjalan damai, kelinci memimpin di depan, sedang

  • Sang Dukun Seruling Dan Muridnya   1

    Beberapa hari terakhir banyak rumor beredar jika dibalik Gunung Kumulus terdapat monster super kuat yang dapat mengalahkan semua monster level 9 seorang diri. Dia mengalahkan mereka hanya dengan tangan kosong. Sampai sekarang masih belum diketahui pasti, siapa yang membantai monster-monster itu sampai hanya tersisa tulang tanpa daging. Sesosok harimau bertarung tajam setinggi bukit menggeliat diantara kawanan hewan iblis super besar dan seram. "Kalian dengar! Wilayah selatan sudah dibantai habis?" "Sess.... Aku tau, itulah kenapa kita semua mengadakan rapat sembunyi-sembunyi di sini, kita datang untuk membalas dendam rekan kita yang mati, kan. Cepat... Apa kalian semua punya info terkini, siapa yang membantai saudara saudara-saudara kita?!" Desis ular bertaring tajam, matanya bersinar emas di kegelapan malam. Kawanan monster itu saling memandang kemudian menggeleng, tak ada satupun dari mereka yang pernah melihat siapa pembantai ini, karena siapapun yang bertemu si pembantai s

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status