Share

Bab 3

Penulis: Rana Semitha
last update Terakhir Diperbarui: 2024-02-20 13:08:54

Bai Hu melihat pertarungan antara Wang Jiang dan Hu Tang dari jauh. Melihat gerakan yang Wang Jiang lakukan, dia merasa teknik pedang itu tidak terlalu asing.

Setelah beberapa waktu, Wang Jiang mulai terdesak karena kalah tenaga dalam. Ketika melihat Wang Jiang sudah jatuh tetapi Hu Tang terus memburunya, dia tidak bisa diam saja dan melihat pemuda itu membuat Wang Jiang lumpuh.

"Berhenti!"

Pedang baja hitam di tangan Hu Tang hanya sejengkal dari selangkangan Wang Jiang. Jika Bai Hu terlambat, sudah pasti pedang itu akan memotong masa depan Wang Jiang.

"Tetua Bai?" ucap Hu Tang, terkejut.

"Meski sekte mengizinkan kalian saling melukai, apa kau berpikir aku akan melepasmu begitu saja?" Suara Bai Hu terdengar dingin.

Hu Tang menarik pedangnya. "Tetua, ini adalah masalah antara aku dan Wang Jiang. Anda tidak bisa ikut campur."

"Apa karena kau adalah yang terbaik di generasi ini sehingga memandang dirimu begitu tinggi?" Bai Hu tidak senang dengan ucapan Hu Tang. "Aku ingatkan sekali lagi, perjalananmu masih panjang. Tidak perlu menebar duri di setiap langkah yang kau ambil."

Hu Tang hanya bisa mendengus dingin. Bai Hu bukan orang yang bisa dia lawan sekarang. Karena itu, dia menatap tajam Wang Jiang. "Jika bukan karena Tetua Bai, burungmu sudah kupenggal!"

Dengan hati yang dipenuhi kemarahan, Hu Tang pergi meninggalkan mereka. Mei Ling berlari dan menghampiri Wang Jiang karena ingin membantunya.

"Kamu baik-baik saja."

Wang Jiang mengangguk dan mengembalikan pedang itu pada pemililiknya. "Terima kasih."

Saat melihat tatapan Bai Hu, Mei Ling segera tahu jika pria itu ingin membicarakan sesuatu yang serius dengan Wang Jiang. Karena itu, dia segera pamit. "Tetua Bai, Wang Gege, guru sudah menungguku, aku harus kembali."

Bai Hu dan Wang Jiang mengangguk.

Setelah kepergian Mei Ling, Bai Hu mengajak Wang Jiang pulang karena ada hal penting yang harus mereka bicarakan.

Di ruangan itu, Wang Jiang duduk dengan tenang. Sikapnya berbeda dari sebelumnya yang seringkali menunjukkan kegelisahan.

"Wang Jiang." Bai Hu memanggil Wang Jiang, suaranya serak dan tertahan.

Pemuda itu mengangkat wajahnya dan membalas, "ya, Kakek."

"Apa kamu sudah mengingat tentang asal usulmu?"

Wang Jiang menarik napas panjang dan mengembuskannya pelan. Pemuda itu menggeleng dengan wajah kecewa.

"Jurus pedang yang kau gunakan merupakan teknik yang bagus. Bahkan jurus pedang terbaik yang dimiliki Sekte Bangau Putih jauh lebih rendah dibanding dengan yang kau gunakan."

Selama beberapa bulan ini, Wang Jiang sudah mempelajari banyak pengetahuan umum melalui kakeknya, termasuk pengetahuan tentang teknik beladiri. Semakin besar sebuah Sekte atau Partai Beladiri, maka semakin bagus pula teknik beladiri yang mereka miliki.

"Apa kakek tahu dari mana teknik ini berasal?"

Bai Hu mengangguk. Kegelapan di hati Wang Jiang sedikit tercerahkan.

"Pasukan Qin, Istana Langit, dan beberapa tempat lainnya memiliki jurus yang mirip dengan yang kau gunakan tadi. Hanya saja, pertarungan itu berlangsung begitu singkat, aku tidak bisa memastikannya lebih jauh."

Harapan di hati Wang Jiang mulai berkobar. Jika apa yang Bai Hu katakan benar, dia seharusnya berasal dari kekuasaan yang besar. Dia bisa membalas budi Bai Hu suatu hari nanti.

"Jika aku bisa melakuakan lebih banyak, apa Kakek bisa mengetahuinya?"

Bai Hu kembali mengangguk. "Jika tidak ada gerakan yang benar-benar asing, aku bisa mengetahuinya."

Tatapan mata Wang Jiang dipenuhi tekad yang berkobar. "Kalau begitu, aku akan berusaha."

Mulai saat itu, Wang Jiang berlatih dengan lebih keras. Dia tidak mengikuti pelatihan yang Sekte berikan dan memilih pelatihan pribadi.

Mei Ling akan mengajaknya berlatih tanding beberapa kali dalam seminggu. Setiap kali gadis itu mendesaknya, Wang Jiang bisa melakukan satu atau dua gerakkan tambahan.

Orang-orang yang menyukai Mei Ling mulai terbakar api cemburu. Namun, Wang Jiang yang tidak pernah pergi dari kediaman Bai Hu membuat mereka tidak bisa mengganggunya.

Tujuh bulan telah berlalu, salju kembali turun menutupi daratan Xiang. Hari itu Bai Hu pulang dari sebuah misi dalam kondisi terluka. Wang Jiang tidak bisa menutupi kekhawatirannya.

Bai Hu berbaring di ranjang, terlihat lemah. Wajahnya pucat dan terdapat garis-garis merah di lehernya. Suaranya lemah dan tertahan. "Jiang'er, bisa kau mencari Jamur Lingzhi untukku?"

Tanpa berpikir panjang, Wang Jiang langsung mengangguk. "Aku akan pergi mencarinya sekarang juga!"

Setelah menyiapkan perbekalan, Wang Jiang segera pergi meninggalkan rumah Bai Hu. Dia melihat Mei Ling yang datang dengan langkah tergesa.

"Aku dengar tetua Bai terluka."

Wang Jiang mengangguk. "Dia membutuhkan jamur Lingzhi, aku harus mencarinya."

"Boleh aku ikut? Di hutan ada banyak binatang buas, aku tidak bisa tenang jika kamu pergi sendirian."

"Tentu saja. Aku sangat berterima kasih."

Mereka berdua segera pergi ke hutan untuk mencari Jamur Lingzhi. Jika Wang Jiang bisa menggunakan tenaga dalam, mereka bisa bergerak dengan lebih cepat. Namun, karena pemuda itu tidak bisa melakukannya, mereka terpaksa berjalan kaki membelah tumpukan salju tebal.

Salju turun dengan lebat. Bibir Wang Jiang sudah membiru karena kedinginan. Hari juga mulai malam saat mereka sampai di hutan.

Mei Ling mulai mencemaskan kondisi Wang Jiang. Dia memiliki cukup tenaga dalam. Namun, tidak dengan pemuda itu. "Jika seperti ini terus, kau bisa mati kedinginan."

"Kita tidak bisa berhenti, aku harus terus mencari jamur itu." Wang Jiang mendesak Mei Ling.

Mei Ling melihat sebuah gua kecil tak jauh dari tempat mereka sekarang. "Kita masuk dulu." Gadis itu menarik Wang Jiang masuk ke dalam gua tersebut.

Kehangatan menjalar di tubuh Wang Jiang. Meski salju turun dengan lebat, tapi tempat ini menyimpan kehangatan yang membuatnya nyaman.

"Wang Gege, aku tahu di mana jamur Lingzhi tumbuh."

Wang Jiang menjadi bersemangat. "Kalau begitu, ayo kita ke sana!"

Mei Ling menggeleng. "Kau tidak bisa ke sana. Jika kau memaksa ikut, bukan hanya gagal mendapatkan obat itu, tapi kita juga akan mati."

Tempat itu terdengar berbahaya.

"Bagaimana aku bisa melepasmu sendirian?" Wang Jiang protes.

"Aku memiliki ilmu meringankan tubuh yang bagus, aku akan baik-baik saja. Jika kau ikut, itu akan membuatku kesulitan." Mei Ling mencoba memberi Wang Jiang pengertian.

Wang Jiang merasa harga dirinya terluka. Sebagai seorang pria, dia hanya menjadi beban bagi gadis ini. Dia ingin protes, tapi waktu mereka sungguh berharga karena Bai Hu sedang menunggunya di rumah.

Pemuda itu menghela napas. "Baiklah, aku akan menunggu di sini."

Mei Ling mengangguk. "Jika dalam dua jam aku tidak kembali, kamu bisa berjalan ke barat, tapi berhenti di tepi jurang. Tunggu aku di sana jika kamu memang tidak sabar menunggu."

"Aku mengerti."

Setelah itu, Mei Ling pergi meninggalkan Wang Jiang. Tubuhnya bergerak cepat, gerakannya seperti seekor bangau yang menari di udara. Dalam beberapa tarikan napas gadis itu sudah menghilang.

Wang Jian memasuki Gua lebih dalam. Saat tiba di ujung goa, dia tidak sengaja menginjak sesuatu yang misterius.

Krek!

Lentera di dalam gua itu tiba-tiba menyala, memberikan penerangan yang cukup. Di tengah ruangan, terdapat sebuah altar batu sederhana dengan kerangka manusia yang sedang bertapa di atasnya.

Kerangka tersebut masih utuh meski rambutnya telah memutih.

Wang Jiang melihat ubin batu yang dia injak, ternyata ada sebuah tulisan di dekatnya.

Maju tiga langkah dan bersujudlah.

Karena penasaran, Wang Jiang maju tiga langkah dan bersujud. Ubin di mana lututnya berpijak tiba-tiba bergerak, lantai di bawah altar batu terbuka, sebuah kotak muncul dari dalam tanah.

"Pedang musim dingin?"

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi
Komen (1)
goodnovel comment avatar
Sabam Silalahi
makin menarik
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terbaru

  • Sang Naga Bumi   Bab 45

    Bab 45 Li Jinpeng mengangguk. “Sementara ini, ya. Putra Mahkota ingin pasukan kecil, gesit, dan mudah diatur. Selain itu, terlalu banyak pasukan justru bisa memancing curiga atau dianggap sebagai intimidasi militer oleh para pejabat lokal.”Qin Guan mengetuk-ngetuk permukaan meja dengan dua jarinya, perlahan. “Dan bagaimana dengan sisa kekuatan penjagaan di ibu kota?”“Kami tetap menempatkan pasukan cadangan. Tapi yang paling penting adalah memastikan keberhasilan misi ini.” Li Jinpeng menatap Qin Guan serius. “Itu sebabnya kami menempatkanmu di sisi Putra Mahkota.”Qin Guan diam sejenak, lalu mengangguk pelan. “Baik. Kalau begitu, aku akan mulai menghubungi mereka besok pagi.”Li Jinpeng menggulung kembali kertas itu, lalu tersenyum tipis. “Aku tahu aku mempercayakan tugas ini pada orang yang tepat.”Wang Lingling yang sejak tadi duduk diam, hanya mendesah kecil dan berkata dingin, “Orang yang tepat? Orang ini bahkan belum sembuh total. Dan besok pagi sudah mau berangkat berkuda.”

  • Sang Naga Bumi   Bab 44

    Bab 44 Li Jinpeng baru saja duduk ketika suara kursi berderit terdengar dari sisi lain. Qin Guan menurunkan tubuhnya perlahan ke atas kursi berlapis beludru, namun tak bisa menahan desahan tertahan dari mulutnya, sebuah erangan kecil yang lolos saat punggungnya menyentuh sandaran.Li Jinpeng langsung melirik tajam. “Lukamu belum sembuh betul rupanya.”Qin Guan menarik napas panjang, mencoba menahan rasa berdenyut yang menusuk dari bawah tulang rusuknya. “Hanya sedikit terbuka karena terlalu lama berdiri di istana. Namun, ini bukan masalah besar."Li Jinpeng menghela napas, ekspresinya mencampur antara prihatin dan kagum. “Kau memang keras kepala sejak dulu. Kalau orang lain, mereka pasti sudah minta izin beristirahat dan menyerahkan tugasnya pada orang lain. Tapi kau justru mendampingi Putra Mahkota, minum bersamanya, lalu pulang dengan luka yang kembali terbuka.”Qin Guan tersenyum samar. “Terkadang, musuh bukan hanya yang membawa pedang. Diam di sisi Putra Mahkota pun bisa terasa

  • Sang Naga Bumi   Bab 43

    Qin Guan mengatur napas, lalu membuka mata perlahan. Rasa perih di pinggang kini tak tertahankan, seolah luka itu kembali terbuka lebar. Pandangannya menyapu sekeliling ruangan, lalu jatuh pada Wang Tian Xin yang sedang berdiskusi singkat dengan tabib di dekat meja obat.Suara Qin Guan terdengar pelan, namun cukup jelas.“Kenapa... lukanya kembali berdarah?”Wang Tian Xin menghampirinya, lalu duduk di sisi ranjang menggantikan Wang Lingling yang masih berdiri memunggungi mereka. Ia memandang perban yang kini dibuka sebagian, lalu melirik noda merah yang merembes keluar dari lapisan dalam."Seharusnya aku yang bertanya padamu." Wang Tian Xin mengembuskan napas pelan. “Lukamu belum sepenuhnya pulih, tapi kau paksakan diri untuk menghadiri rapat istana, lalu minum arak, semua itu hanya memperparah kondisi tubuhmu. Dan kalau aku tidak salah lihat...” Wang Tian Xin menyentuh bagian luka dengan sangat hati-hati, “...beberapa jahitanmu terlepas. Mungkin karena terlalu banyak bergerak atau..

  • Sang Naga Bumi   Bab 42

    Bab 42 Angin berhembus pelan namun menusuk, membawa hawa dingin yang menyelinap di balik jubah.Qin Guan melangkah keluar dari aula kediaman Putra Mahkota dengan langkah tenang. Namun begitu mencapai pelataran tempat kereta kuda menunggu, tubuhnya seketika oleng.Penglihatannya bergetar, dan dunia terasa berputar sesaat. Rasa nyeri yang samar di pinggangnya, perlahan tapi pasti rasa sakit tersebut semakin intens. Kakinya terhuyung.“Tuan Muda!” seru Lu Tao, yang sudah berdiri menunggu di samping kereta. Ia segera melompat maju dan menangkap tubuh tuannya sebelum jatuh sepenuhnya.Qin Guan menahan napas, berusaha mengatur ulang keseimbangannya. Tangan kirinya mencengkeram lengan Lu Tao erat.“Tak apa,” katanya pelan, namun keringat dingin mulai membasahi pelipis. “Pinggangku sedikit sakit … terlalu lama duduk.”Lu Tao memandangi wajah pucat tuannya dengan khawatir. “Tuan harus beristirahat. Ini tidak bisa diabaikan.”Qin Guan mengangguk lemah, lalu dengan bantuan Lu Tao, ia naik ke d

  • Sang Naga Bumi   Bab 41

    Bab 41Setelah upacara penghargaan dan pembahasan urusan kenegaraan selesai, Kaisar Yin meninggalkan Aula Perunggu diiringi para kasim dan pengawal istana. Suara lonceng kecil dari pintu utama menandakan bahwa pertemuan resmi hari itu telah berakhir.Para pejabat mulai bergerak meninggalkan barisan masing-masing, beberapa di antaranya segera menghampiri Qin Guan yang masih berdiri dengan tenang di dekat pilar utama. Satu per satu mereka memberi salam hormat, sebagian dengan tulus, sebagian lainnya dengan senyum penuh perhitungan.“Jenderal Qin, selamat atas anugerah dari Yang Mulia. Pangkat baru dan tanah di Lembah Hua, sungguh pantas untuk keberanian Anda.”“Kami semua mendengar keteguhanmu di medan perang. Kini nama keluarga Qin bersinar kembali.”“Jika Anda ada waktu, malam ini kami akan berkumpul di kediaman Menteri Liu. Sedikit jamuan ringan, bukan acara resmi. Apa Jendral Qin berkenan minum teh bersama kami?" Qin Guan membalas setiap sapaan dengan anggukan sopan dan senyum yang

  • Sang Naga Bumi   Bab 40

    Bab 40“Dengan ini Kaisar menganugerahi ....”Kasim utama membuka gulungan di tangannya dengan gerakan perlahan namun anggun, suaranya lantang dan jelas:“Gelar kehormatan Jenderal Pemberani kepada Qin Guan, sebagai pengakuan atas keberanian dan pengorbanannya dalam pertempuran di perbatasan utara.”Terdengar bisik-bisik kecil dari para menteri. Gelar itu bukan sembarangan. Jenderal Pemberani hanya diberikan kepada panglima perang yang berjasa besar dan menunjukkan keberanian luar biasa di medan tempur.Kasim itu melanjutkan. “Selain itu, Yang Mulia Kaisar juga menganugerahkan sebidang tanah di Lembah Hua, seratus peti emas, tiga puluh gulung kain sutra dari istana, serta satu pedang warisan dari gudang senjata kerajaan.”Mata beberapa pejabat melebar. Sebidang tanah kerajaan dan pedang warisan adalah hadiah yang sangat prestisius. Itu bukan hanya simbol kekayaan, tapi juga kepercayaan penuh dari Kaisar.Kaisar Yin akhirnya bersuara sendiri, nada suaranya dalam dan tegas.“Qin Guan,

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status