"Bapak, Ibu. Kebetulan Elang ada uang tunai. Biar pakai uang Elang saja dulu ya,” ucap Elang, sambil membuka ranselnya. Lalu dikeluarkannya seikat uang merah dari dalam amplop coklat. Di ambilnya uang merah sejumlah 35 lembar dari ikatan itu, “Ini Mbak, silahkan,” ucap Elang tersenyum, pada sang resepsionis hotel tersebut. Setelah menghitung uang yang diterimanya dari Elang. “Baik Mas, silahkan,” ucap sang resepsionis ramah, sambil menyerahkan kunci kamar dan uang kembaliannya pada Elang. Seorang roomboy langsung mendekat dan memandu mereka, menuju kamar yang disewa. “Terimakasih ya Elang. Nanti uangnya akan kami gantikan ya,” ucap bu Ratna, dengan wajah agak jengah. “Elang. Terimakasih ya,” ucap pak Wahyu rikuh. Dia masih menyesali keteledorannya sendiri, yang lupa menaruh dompet di celana yang salah. “Terima kasih Mas Elang,” ucap Frisca. Ya, diam-diam Frisca memang sudah mengagumi sosok pemuda Elang. Sejak Elang membantunya melewati kerumunan saat kecelakaan. Dan Frisca b
"Hehehe..! Bagus Hendi, semoga hajatmu tercapai sempurna,” ucap Ki Pragola senang. “Aamiin Ki,” ucap Hendi. Sungguh lucu memang, mendengar Hendi mengaminkan sesuatu yang menyengsarakan bagi orang lain. Hehe. Hendi kemudian pamit dan beranjak pulang, dengan diantar sopirnya ke Mampang. *** “Baiklah Pak Wahyu. Sebaiknya saya kembali ke pos menemani Pak Rustam. Untuk berkoordinasi dengannya, tentang rencana besok. Silahkan Pak Wahyu dan keluarga rehat saja malam ini,” ucap Elang. “Baiklah Elang, sepertinya kau juga butuh istirahat. Sekali lagi kuucapkan banyak terimakasih, atas segala bantuanmu pada keluargaku, Elang,” ucap pak Wahyu, merasa terharu atas kebaikkan hati pemuda yang satu ini. Andai tak ada Elang, tentulah keluarganya telah celaka saat ini di dalam rumah. Oleh karenanya, dalam hatinya Wahyu berniat hendak memberikan hadiah yang pantas bagi Elang. Setelah semua kemelut ini berakhir. Slaphh..! Elang langsung melesat lenyap, dengan aji Pintas Buminya. Tinggallah kin
"Baik Elang akan mbak sampaikan pesanmu. Jaga dirimu baik-baik ya Elang." Klik.! Sejujurnya, Wulan merasa kehilangan sosok Elang yang baik hati dan sering membantunya, baik di panti maupun di tempat kerja. Bahkan ponsel yang di genggamnya kini adalah pemberian dari Elang. Saat ia dan Elang baru beberapa hari bekerja di Betamart dulu. Elang melihat seorang lelaki paruh baya, yang membawa sebuah nampan dari warkop seberang jalan. Dia pun segera keluar dari posko jaga, dan menyambut lelaki itu. Klang..! Elang membuka pintu gerbang, dan mempersilahkan pak Rahmat masuk. “Lho Pak Rustamnya kemana Mas?” tanya Rahmat. “Ohh, Pak Rustam sedang ke belakang Pak,” sahut Elang, sambil menerima nampan dari Rahmat, dan meletakkan isinya di meja posko. “Jadi berapa semuanya Pak..?” tanya Elang. “Semuanya jadi dua puluh ribu Mas."Elang mengeluarkan uang 20 ribu rupiah dari dompetnya, “Ini Pak. Makasih ya,” ucap Elang. “Sama-sama Mas,” ucap Rahmat, sambil langsung berbalik kembali menuju wa
Taph..! Akhirnya Elang mendarat di balkon kamar hotel, yang disewa Wahyu. Dia langsung mengetuk pintu belakang kamar hotel, yang memakai sistem geser. Tokk, tok, tok..!Wahyu bersama istrinya dan Frisca sedang sarapan bersama di dalam kamar hotel, saat mereka mendengar ketukkan di pintu belakang kamar mereka. Wahyu langsung menoleh ke arah belakang, dia pun mendapati sosok Elang, yang telah duduk menunggu di ruang balkon. “Hai Elang. Masuklah kebetulan kami sedang sarapan,” sapa pak Wahyu, setelah membuka pintu balkon kamar hotelnya. “Terimakasih Pak Wahyu, kedatangan saya cuma mau mengantarkan dompet Pak Wahyu. Kebetulan saya ingat Pak Wahyu pasti membutuhkan dompet ini,” ucap Elang. “Wah..! Terimakasih sekali Elang, kebetulan memang kami sangat membutuhkan dana saat ini. Hampir saja istri saya menjual perhiasannya untuk biaya hidup sementara ini,” ucap pak Wahyu dengan muka berseri. “Kebetulan saja Elang ingat, saat sedang ngopi di posko tadi Pak,” ucap Elang tersenyum.“E
Slaph..! Sosok Elang pun kembali lenyap dari hadapan Wahyu. Membawa serta rasa kagum dan terimakasih di hati pak Wahyu. *** Dessy membelokkan mobilnya masuk ke pelataran parkir di Hotel Aston. Dia berniat kembali bertemu dengan Aldy, yang memang sejak dua malam ini menyewa sebuah kamar suite di hotel itu. Dessy hanya bisa menemani Aldy di kamar itu hingga jam 9 malam. Karena tentunya dia tak mau immagenya rusak, dan dicurigai oleh papanya telah berhubungan terlalu jauh dengan Aldi. Usai memarkir mobilnya, Dessy bergegas memasuki hotel dan menuju koridor lift berada. Dan benar saja, Aldi telah menunggunya di depan lift. Mereka segera naik ke dalam lift, dan memencet tombol lantai 3. Seolah tak sabar, Aldi meremas gemas bokong padat Dessy di dalam lift, yang kebetulan hanya terisi oleh mereka berdua. “Sabar dong Mas Aldi sayang,” desah Dessy manja. “Kamu cantik sekali pagi ini Dessy sayang,” ucap Aldi, dengan jakun turun naik. Klingg..! Mereka sudah sampai di lanta
Brrmm..! Ngoennggg ..!Motor yang dikendarai Rohim agak meloncat, saat Rohim langsung tancap gas setelah menstarter motornya. Namun belum ada 10 meter mereka melaju, Takh..! Glotak.. Glotakk.! ... Glotakk !!! Motor berjalan tidak stabil, Rohim dan Barto sontak panik dan kaget bukan kepalang. Karena motor mereka bagai melaju di jalan setapak berbatu. Pantat Barto yang agak tambun itu terlihat turun naik dan meliuk lucu. Bagaikan penari hula-hula.!Citt..!! Gubrakkhh !! Rohim sigap menarik dalam-dalam rem motornya. Hal yang berakhir dengan jatuhnya motor dan pantat mereka berdua, di aspal jalan. "Aarghks..!!" seru keras kesakitan Barto dan Rohim bersamaan. Wajah mereka meringis jelek sekali. Beruntunglah tak ada kendaraan yang melaju kencang di belakang mereka.“Hahahaaa..!! Habis mereka kau kerjai Elang,” Pak Rustam tak mampu menahan tawanya, saat melihat kejadian unik itu. Elang cuma tertawa kecil saja. Tetapi diam-diam dia menerapkan aji 'Wisik Sukma’nya, sambil matanya menat
"Nggak papa kok Mas. Aku sudah melupakannya,” ucap Frisca berbohong. Ya, tentu saja tidak semudah itu melupakan pengkhianatan seorang kekasih, yang sudah hampir 2 tahun bersamanya. “Mas Elang. Bisakah Frisca minta tolong mas Elang, untuk menemani Frisca jalan-jalan ke supermarket dekat sini sebentar..? Frisca bete di kamar terus mas,” ujar Frisca.“Baiklah Mbak, tapi sebentar saja ya. Soalnya kita masih harus menunggu kabar dari Ayahmu,” sahut Elang. “Wah, ada Elang rupanya. Kenapa nggak masuk saja Elang?" ucap bu Ratna, yang baru menyadari kedatangan Elang. Karena saking asiknya dia menonton TV. “Terimakasih Bu, saya hanya berjaga-jaga saja disini, sambil menunggu pak Wahyu kembali,” sahut Elang. “Ayo Mas, kita berangkat,” ajak Frisca yang sudah rapih, usai berganti pakaian di kamar mandi. “O iya Bu, Frisca mau jalan-jalan sebentar ke supermarket sebelah. Ditemani Mas Elang Bu” pamit Frisca pada ibunya. “Ok, jangan lama-lama ya. Sebentar lagi mungkin ayahmu pulang Frisca,” uca
"A-apa..?! Dipelet maksud Mas Elang..?!” seru tertahan Frisca, karena menyadari mereka berada di tempat publik. “Benar Frisca. Dan orang yang memelet Aldi, adalah dukun yang sama dengan yang mengirimkan santet Jala Neraka ke rumahmu,” ucap Elang. “Lalu apa hubungannya dengan wanita mrahan itu Mas Elang..?” tanya Frisca agak bingung. “Kemungkinan besar, wanita itu ada hubungannya dengan orang yang menyuruh dukun itu Frisca,” tebak Elang. “Dan jika benar Pak Hendi di belakang semua ini. Maka wanita itu pasti ada hubungannya dengan Pak Hendi. Benarkah begitu Mas..?” ucap Frisca. “Benar sekali Frisca,” sahut Elang. “Tapi aku tetap tak mau kembali pada Aldi..! Walau pun dia dalam keadaan tak sadar, saat bersama wanita murahan itu Mas Elang,” ucap Frisca keukeuh, terlihat wajahnya menjadi geram dan marah saat menyebut kedua orang itu. “Saat ini. Dukun itu pasti sudah menyadari, jika peletnya telah kumusnahkan dari tubuh Aldi. Dia pasti akan segera mendeteksi keberadaanku,” ucap Elan
"Ahh..!" terdengar seruan Nalika, yang sejak tadi memejamkan kedua matanya. Dia memang sangat terkejut dan jerih, melihat betapa cepatnya lesatan Elang membawa tubuhnya. Suatu kecepatan yang baginya tak mungkin, dimiliki oleh seorang manusia. Dan Elang memang sengaja membawa Nalika, ke tempat sunyi ini lebih dulu. Untuk memberikan sedikit peringatan pada Nalika. Agar tiada lagi 'keinginan' berkhianat di hatinya, terhadap kerajaan. "Nalika..! Inilah yang akan terjadi pada tubuhmu, jika kau berani berkhianat. Kau lihatlah bukit batu di kejauhan itu," seru Elang, seraya menunjuk sebuah bukit batu. Bukit batu itu terletak sekitar ratusan langkah, dari posisi mereka berada. Seth! Daambh..! Elang acungkan genggaman tangan kanannya ke atas, lalu hantamkan kaki kanannya deras ke bumi. Grghks..! Grrghkkh..!! Bumi di sekitar area itu pun berguncang dahsyat bak dilanda gempa. Gemuruhnya bagai puluhan ekor gajah, yang berlarian menabrak pepohonan. "Jagad Dewa Bhatara..!" Seth..! Nalika
"Nalika..! Kau sudah dengar apa yang dikatakan Elang. Apakah kau masih hendak berkhianat atau tidak, itu terserah kau..! Namun jangan salahkan pihak kerajaan. Jika sampai seluruh keluargamu kami babat habis..! Kau mengerti..?!" seru sang Prabu, memberikan peringatan keras pada Nalika. "Ba-baik Paduka Prabu! Hamba mengerti," sahut Nalika, terbata penuh rasa gentar. "Pengawal..! Lepaskan ikatannya.!" perintah sang Raja, pada kedua pengawal yang berdiri di belakang Nalika. "Baiklah Paduka Raja. Hamba mohon diri dulu bersama Nalika. Agar kami tak terlalu malam sampai di hutan Kandangmayit," Elang pun pamit undur diri, dari hadapan Raja Samaradewa. "Baiklah Elang. Pergilah dengan restu dariku," ucap sang Prabu. Taph..! Slaphh. ! Elang langsung menyambar tubuh Nalika, lalu mereka pun langsung lenyap seketika, dari ruang dalem istana. Bagai tak pernah ada di ruangan itu. 'Luar biasa..! Siapa sebenarnya pemuda bernama Elang itu..? Baru kali ini aku mendengar dan melihatnya. Ternyata
"A-ampun Gusti Prabu. Hanya hamba yang berkhianat dalam hal ini. Istri dan putra hamba bahkan telah mengingatkan hamba. Namun hambalah yang berkeras kepala. Panglima Api juga mengancam dan menekan hamba Gusti Prabu. Hingga akhirnya hamba tak bisa menolak, untuk berkhianat terhadap kerajaan," sahut Nalika tergagap, dengan tubuh gemetar gentar bukan main. Namun rupanya dia masih ingat, untuk meminta ampunan bagi anak dan istrinya. "Nalika..! Aku bertanya apa rencana Panglima Api pada kerajaan ini..?! Bukan soal alasanmu berkhianat! Cepat katakan, Nalika..!!" seruan sang Raja Samaradewa memgguntur, di dalam ruangan dalem istana tersebut. Hal itu membuat siapapun yang berada di dalam ruangan tergetar ngeri. Karena sang Prabu, tak sengaja telah mengeluarkan aji 'Sabdo Guntur'nya. Sebuah ajian yang memang rata-rata dimiliki oleh seorang Raja, atau pun pemimpin tertinggi. Ajian yang diperoleh dengan laku bathin yang cukup sulit. "Ba-baik Gusti Prabu. Panglima Api beserta pasukkannya a
"Mohon maaf, Paduka Raja. Menurut hamba adalah hal yang aneh, jika seorang Adipati tidak mengetahui persis kejadian ini. Bukankah letak istana kadipaten dan istana kademangan tidaklah terlalu jauh. Wedana Suralaga telah mengatakan pada hamba. Bahwa dia dan keluarganya kini, berada dalam tekanan pasukkan pemberontak Panglima Api itu. Namun dia tetap bersetia pada kerajaan Dhaka. Yang jadi pertanyaan hamba adalah, bagaimana seorang Adipati tidak tahu soal kejadian ini..?!" ujar Elang, seraya menyerukan keheranannya. Dan pancingan Elang pun mengenai sasarannya. "Ampun Paduka Raja. Hei..! Pengawal Gusti Putri..! Apakah kau mencurigai aku berkhianat pada kerajaan..?! Apakah kau bisa mempertanggungjawabkan tuduhanmu itu, jika tak ada bukti..?!" Nalika menghormat terlebih dulu pada sang Raja. Lalu dia berdiri berseru seolah menantang pada Elang, seraya menuding Elang dengan telunjuknya. Emosi Nalika langsung naik ke ubun-ubun, mendengar tuduhan Elang. Yang sesungguhnya memang benar ad
"Ahh! Silahkan Gusti Putri Ratih, Tuan Muda silahkan masuk ke dalam. Baginda ada di astana istana dalem. Mari ikuti hamba," sahut sang kepala pengawal hormat. Ya, dia segera mengenali Gusti Putrinya itu. Karena dia memang pernah berkunjung bersama rombongan Rajanya, ke istana kerajaan Kalpataru. Sampailah mereka di depan sebuah ruang megah dalam istana. Pintu masuk ruang itu tidak memiliki daun pintu. Namun dua orang prajurit istana berjaga di depan pintu itu. Kedua prajurit jaga itu memegang tombak serta perisai di tangannya, mereka mengangguk hormat saat kepala pengawal istana datang. Kepala pengawal langsung mengajak Elang dan Ratih ikut masuk bersamanya, ke dalam ruang istana dalem keraton tersebut. Sebelumnya sang Kepala Pengawal sempat menanyakan lebih dulu nama Elang. "Salam Paduka Yang Mulia. Dua utusan dari kerajaan Kalpataru, Gusti Putri Ratih Kencana datang bersama pengawalnya Elang Prayoga," ucap sang kepala pengawal, setelah dia berlutut seraya memberi hormat pada Ra
Elang pun menerapkan aji 'Perisai Sukma' pada tangannya. Cahaya hijau terang seketika menyelimuti telapak tangannya. Dia hendak menyediakan tangannya itu, untuk menjadi 'sasaran' hantaman. Dari dua hantaman jarak jauh Tantri, dan si pemuda baju putih itu. Sekaligus melerai pertarungan adu energi tersebut. "Maaf, tulangnya berbahaya jika melayang begini, bisa melukai orang lewat," ucap Elang tenang, seraya menggenggam potongan tulang kambing yang agak runcing tersebut. Taph! Brashk..! Blasth..! Dua energi pukulan jarak jauh menghantam tangan Elang. Gelombang dua energi itu pun pecah disekitar tangan Elang itu. Namun tentu saja hal itu tak berpengaruh terhadap tangan Elang, yang sudah terlambari aji 'Perisai Sukma'nya. Sraghk..!! Sosok Tantri dan si pemuda baju putih sama tersentak ke belakang. Namun mereka berdua seolah lepas, dari tindihan energi yang sejak tadi saling mendorong itu. "Ahh..!" sentak kaget Tantri dan si pemuda bersamaan. Mata mereka berdua terbelalak, menatap
"Ahhh! Awas!!" seketika para pengunjung rumah makan itu panik ketakutan. Mereka lalu bubar tunggang langgang, meningalkan meja makan mereka begitu saja. Tentu saja pemilik warung dan para pelayannya, tak bisa mencegah dan menyalahkan mereka. Kendati hampir semua pengunjungnya belum membayar, makanan yang mereka pesan. Mereka hanya bisa menatap bingung, panik, dan ketakutan. Lalu akhirnya mereka pun ikut bergegas keluar, dari rumah makan mereka. Kini yang tinggal di rumah makan itu adalah Bopak dan tiga kawannya, Tantri dan Baraga, Elang dan Ratih, serta dua orang pemuda gagah berpakaian putih itu. "Majulah jika kalian berempat ingin mati cepat..!" sentak Tantri, seraya mengalirkan 'power' tenaga dalamnya pada kedua tangannya. Jurus pukulan 'Mentari Membakar Awan' segera disiapkannya. "Paman Baraga..! Kau mundurlah..!" seru Tantri, menyuruh Baraga yang telah bersiaga untuk mundur. Maka tak ada pilihan lagi, Baraga segera mundur ke belakang, menuruti suruhan tuan putrinya itu. "
"Keparat memang pemuda yang bersama gadis cantik itu..! Andai dia tak datang dan ikut campur..!Pasti kita bisa bersenang-senang dengan gadis denok itu sekarang. Mumpung Tuan kita belum kembali dari Galuga..!" seru salah seorang dari mereka. "Hei, Bopak..! Kaupikir jika gadis itu berhasil kita tawan, kau akan dapat kesempatan mencicipi gadis itu..?! Mimpi kau..! Yang pasti, 'Tiga Kalajengking Merah' yang akan mendapatkan kesempatan itu. Paling-paling kau cuma kebagian mendengar desah nafas mereka saja, dan disuruh berjaga di depan kamar..! Hahahaa..!!" sentak seorang kawannya, seraya terbahak mengejek. "Hahahaa..!! Jangan mimpi Bopak..!" ejekkan itu diikuti pula oleh gelak mengejek, dari dua rekannya yang lain. Elang melihat kedua tangan Ratih yang mengencang. Sepasang mata Ratih juga memicing marah, menatap ke arah 4 orang berbaju hitam tersebut. Elang sangat memaklumi jika Ratih menjadi naik darah, mendengar pembicaraan empat orang itu. Karena gadis yang sedang jadi pembicaraa
"Tidak Ratih, malam ini aku akan mentransfer sebagian hawa murniku padamu. Dan sepertinya, esok hari kau sudah pulih total dari penyakit dalammu," sahut Elang tersenyum. 'Benarkah Mas Elang..? Maafkan Ratih telah merepotkan Mas Elang selama ini ya," ujar Ratih, dengan hati penuh rasa terimakasih. Telah dua kali Ratih berhutang nyawa pada Elang, hanya dalam kurun waktu dua hari saja. 'Tanpamu aku pasti sudah menjadi mayat saat ini Mas Elang', bathin Ratih. Keesokkan harinya seperti yang sudah diperkirakan oleh Elang, kondisi Ratih sepertinya sudan pulih seperti sediakala. Karena pada malam harinya, Elang memang telah mengalirkan hawa murni ke dalam diri Ratih. Untuk mempercepat pemulihannya. "Terimakasih Mas Elang, Ratih merasa sudah benar-benar pulih hari ini," ucap Ratih riang. Dia benar-benar takjub, merasakan kondisi tubuhnya yang telah kembali bugar itu. "Syukurlah Ratih. Untuk selanjutnya, sebaiknya kau menyamar dan berpakaian sebagai seorang pria saja. Agar perjalanan ki