Home / Urban / Sang PENEMBUS Batas / Bab 082. HARU BIRU HATI ELANG

Share

Bab 082. HARU BIRU HATI ELANG

Author: BayS
last update Huling Na-update: 2025-02-21 16:58:24

“Arrgghkksskh..!!”

Terdengar suara teriakkan narsis kesakitan 11 oktav, yang dilantunkan oleh duo preman itu bersamaan.

“Hahh..!!” seru para pedagang dan pengunjung, yang menyaksikan hal itu.

Ya, tadinya mereka semua menyangka tubuh Elang akan terluka parah. Akibat sabetan dan tusukkan dua preman illegal itu.

Namun yang mereka lihat ternyata berkebalikkan, dari apa yang mereka bayangkan.

Justru kedua preman itulah, yang kini berkelojotan menahan sakit.

Nampak ketiga preman nyasar itu kini memegangi pergelangan tangan kanan mereka masing-masing, yang terjuntai bagai tanpa otot itu.

Seolah sepakat, para pedagang lelaki maju serentak, mengeroyok ketiga preman pasar ilegal tersebut.

"Hajaarrr..!!" seru para pedagang serentak.

Bakk..! Bukk..! ... Deziggh..! Dughh! Prang..!

Segala jenis pukulan, tendangan, maupun gaplokkan benda apa saja di sekitar pasar pun, menghujani tubuh ketiga preman dadakkan itu.

“Adduuhhhh..!! Ammpyuuunnn biyung..!” teriakkan minta ampun ketiganya pun tak d
Patuloy na basahin ang aklat na ito nang libre
I-scan ang code upang i-download ang App
Locked Chapter
Mga Comments (2)
goodnovel comment avatar
BayS
siap ka Rika..
goodnovel comment avatar
Rika Bohayy Bohayy99
semakin banyak kejutan smngat kang elang......
Tignan lahat ng Komento

Kaugnay na kabanata

  • Sang PENEMBUS Batas   Bab 083. BERTUKAR KISAH

    “Duh Gusti..! Maturnembahnuwun ..! Nama lengkapmu pasti Elang Prayoga cucuku..! Tsk, tsk..! Huhuhuu..” tak terbendung lagi sang nenek mempererat pelukannya pada Elang, sambil mengucapkan terimakasihnya pada Sang Pencipta. Air mata membanjiri pipi keriputnya tanpa henti. Sudah hampir habis rasanya upaya sang Nenek. Dalam mencari Wulandari, Putri kesayangannya selama puluhan tahun. Hampir seluruh waktu, harta benda, bahkan status dia korbankan. Demi untuk menemukan putrinya, yang hilang tak tentu rimba itu. Wulandari adalah anak pertama dari ke 3 anaknya. Putri yang merupakan tumpuan dan harapan, serta kebanggaan bagi keluarga mereka. Kehidupan keluarga sang nenek dulu sangatlah berkecukupan. Baroto suaminya adalah seorang pemborong yang cukup ternama di kota Jogja. Namun setelah hilangnya kabar tentang putri mereka Wulandari. Maka gonjang ganjing dalam keluarganya pun dimulai. Setiap telepon mereka tak pernah diangkat oleh putrinya. Menantunya Sukanta pun tak pernah lagi datang k

    Huling Na-update : 2025-02-22
  • Sang PENEMBUS Batas   Bab 084. TAGIHAN SEWA KONTRAK

    "Tidak Nenek. Kalian sudah cukup lama menderita, karena mencari kami. Kini saatnya Elang atas nama Ayah dan Ibu, membalas perhatian dan kasih sayang kalian. Mohon jangan menolak ya Nenek sayang,” ucap Elang penuh haru, sambil mencium kedua pipi sang nenek. Pipi keriput sang Nenek yang kembali merembeskan air mata. Melihat keberuntungan putrinya Wulandari, memiliki anak yang berbudi seperti Elang. Sang Nenek demikian bahagia. Walau di satu sisi dia bersedih, mendengar kabar kematian putri dan menantunya. Namun dia memang sudah lama bersiap mendengar kabar terburuk sekalipun, soal putrinya itu. Yang penting baginya saat ini, adalah kejelasan soal keadaan putrinya telah terjawab. Hal ini sangat melegakan tanda tanya bathinnya selama ini. Dan hal yang terpenting saat ini, dia kini mempunyai seorang cucu yang bisa di banggakan. Untuk menggantikan putrinya yang telah tiada. Kemarau selama belasan tahun dalam pencarian Setyowati. Kini bagai hilang tersapu musim semi yang menghangatkan

    Huling Na-update : 2025-02-22
  • Sang PENEMBUS Batas   Bab 085. KELUARGAMU ADALAH KELUARGAKU

    "Wah..! Kamu sudah kembali Elang..? Cepat sekali,” ucap Darman, yang datang bersama Wiwik. Darman baru saja membawa Wiwik ke warung, untuk jajan es krim kesukaannya. “Iya Paman,” sahut Elang. “O iya, Paman. Apakah paman menguasai seluk beluk seni ukir kayu dan woodpanel?” tanya Elang. “Wah, kebetulan dulu paman suka membuat woodcarving dan woodpanel Elang. Saat mendiang Ayah masih jadi pemborong. Ada apakah menanyakan hal itu pada paman, Elang?” tanya Darman heran. “Ahh, nggak kok Paman. Siapa tahu Paman berminat bekerja di perusahaan teman Elang,” sahut Elang senang, mengetahui pamannya menguasai tehnik woodcarving dan woodpanel. “Wah, kalau memang tenaga paman di butuhkan, paman siap Elang,” ucap sang paman, yang dulu memang pernah bercita-cita menjadi seniman kayu. “Iya Paman, coba nanti Elang tanyakan pada teman Elang,” ucap Elang. “Baik Elang, semoga saja masih ada lowongan buat orang seumuran paman ini,” ucap sang paman, terlihat agak pesimis soal umurnya. “Mudah-mudah

    Huling Na-update : 2025-02-22
  • Sang PENEMBUS Batas   Bab 086. JAMBRET DAN GANK STREETS BAT

    "Baiklah Nadya, semoga tidak merepotkan ya,” ucap Elang menyetujui usulan Nadya. “Ya nggaklah Mas Elang,” ucap Nadya tersenyum. *** Ke esokkan harinya, Elang, Nadya, Nenek, dan Darman serta Wiwik telah berada dalam mobil Nadya. Mereka meluncur ke bank yang telah disepakati dengan pemilik rumah. Setelah beberapa lama, transaksi senilai 860 juta rupiah pun berhasil di pindah rekeningkan, ke rekening pemilik rumah. SHM atas tanah dan bangunan serta kunci rumah pun langsung diserahkan pada Nenek. Dan selanjutnya mereka langsung ke tempat Notaris PPAT, yang letaknya tak jauh dari bank tersebut. Tak lama kemudian urusan pun selesai, rumah itu sudah syah menjadi milik Nenek. Kini mereka tinggal menunggu Akta Jual beli yang dibuat petugas PPAT selesai. Nenek dan Wiwik tampak akur dengan Nadya. Sementara hati Darman juga bertambah kagum, dengan Elang keponakkannya ini. ‘Elang, kamu memang gagah, ganteng, dan berkharisma seperti Ayahmu. Pantaslah jika banyak wanita

    Huling Na-update : 2025-02-22
  • Sang PENEMBUS Batas   Bab 087. KEINA YOSHIDA

    Elang mengambil tiga buah kerikil seukuran kelereng. Dialirkannya seperempat saja tenaga dalamnya, ke arah jari tangan kanannya. Dan saat Elang merasa ke tiga motor itu, sudah berada dalam jarak lentingan tenaga dalamnya. Maka... Sethh..! Slekh..! Seeth..!Tiga butir kerikil agak tajam melesat cepat bagai cahaya. Lalu menghantam keras ketiga helm, pengendara motor anggota gank ‘Streets Bat’ itu. Praghh..! Pragh..! Pragk..!Ketiga kaca helm visor transitions, yang dikenakan ketiga pengendara itu pun langsung berlubang. Nampak retakkan menjalar disertai rona merah darah, di sekitar lubang masuknya kerikil. Braaghks..!! Sraaghkks....! Sraakg..ghs..!!“Arrghkss..!! Aaarkhhs..!! Addaawwhsk..!!” Motor ketiga berandalan itu jatuh terseret deras di aspal, bersama pengendara dan yang memboncengnya. Akibat ketiga pengendaranya lepas kendali. Karena tangan mereka reflek memegangi bagian wajah mereka, yang terasa sangat perih, pedih, dan berlumuran dengan darah. Kejadian itu berlangsung

    Huling Na-update : 2025-02-22
  • Sang PENEMBUS Batas   Bab 088. MAKSUD BAIK TAPI SALAH ORANG

    Slekh..! “Wahh..! Indah sekali cincin ini,” Keina berseru takjub, melihat kilau biru dan merah pada mata cincin yang dikenakan Elang. Sejenak pandangannya terpaku menatap cincin Elang, lalu perlahan matanya pun menjadi sayu. Cepat sekali reaksi kutukkan Naga Asmara merasuk pada diri Keina. Karena Keina langsung merasakan sesuatu yang geli dan menghangat, di bagian bawah tubuhnya. Buah dadanya pun perlahan mengeras dan mencuat kencang ke atas. Wajah cantik Keina pun nampak semakin segar, dengan bibir merah merekah, serta lesung pipit samar yang menghias kedua pipinya. Dengan rambut basah yang sedikit berombak terurai sebatas bahu. Rona pipinya juga sedikit memerah, menandakan ada bagian tubuhnya yang memanas. Hmm, Keina semakin tampak menggairahkan malam itu.Sebagai putri kesayangan dari Hiroshi Yoshida, pemilik ‘Yoshida Corporation’. Perusahaan yang termasuk 5 perusahaan terbesar di Jepang. Tentulah biaya perawatan kondisi tubuh dan kulit Keina, bukanlah soal besar baginya. K

    Huling Na-update : 2025-02-23
  • Sang PENEMBUS Batas   Bab 089. YOSHIDA CORPORATION

    "Maksudnya sih baik, tapi sayang dia bertemu dengan orang yang salah’, bathin Elang, agak menyesal juga tadi dia mengerjai Keina. Sementara itu ‘burung’nya masih menancap kokoh di liang basah milik Keina. Elang mendiamkan saja kondisi itu, sambil perlahan mulai menggoyang-goyangkan pinggulnya. Di ciumnya bibir merah Keina yang membalas dengan lumatan hangat, lambat laun lumatan itu pun kem,bali menjadi panas kembali. “Mmfhh...mas El..langg..Keina enak lagihh..uhhss!” seru Keina sambil mulai menggoyangkan kembali pinggulnya, mengimbangi goyangan pinggul Elang di bawahnya. Elang berdiri sambil kedua tangannya mengangkat bokong Keina yang bergayut erat di belakang leher Elang. Elang membawa tubuh Keina ke atas ranjang hotel. Direbahkannya tubuh putih mulus dan kencang milik Keina di ranjang. Elang mulai menyusuri tubuh Keina dengan bibir dan lidahnya. Disedotnya kuat-kuat puncak gunung kembar Keina bergantian. Dan desahan Keina pun terdengar, dengan tubuh tersentak-sentak menahan

    Huling Na-update : 2025-02-23
  • Sang PENEMBUS Batas   Bab 090. JATIDIRI DAN JANJI

    "Barusan Ayah Keina menelpon ya?” tanya Elang, yang baru keluar dari kamar mandi. Kini tubuhnya terasa sangat segar. “Iya Mas Elang. Mas Elang alamatnya di mana ya?” tanya Keina. “Saya tak punya tempat tinggal tetap Keina. Saya cuma seorang perantau,” sahut Elang apa adanya. “Wah, Enaknya bebas lepas Mas Elang. Keina jadi iri.” “Untuk apa iri Keina. Kehidupanmu sudah nyaman kelihatannya.” “Yang terlihat dari luar, kadang tak seperti yang dirasakan oleh hati, Mas Elang,” ucap Keina dengan wajah agak muram. “Nampaknya memang begitu Keina,” Elang membenarkan ucapan Keina. Dan diam-diam Elang mulai menerapkan aji wisik sukmanya, untuk menyelami isi hati Keina. Elang pun mulai menatap Keina. ‘Andai kau tahu Mas Elang, kehidupanku sangatlah membosankan. Ayah dan Ibuku adalah orang-orang pekerja keras. Waktu 24 jam sehari rasanya tak cukup untuk mereka. Bahkan bisa makan bersama dalam satu meja saja, adalah hal yang ‘aneh’ jika bisa terjadi. Kami serumah, tapi hati kami masing-masi

    Huling Na-update : 2025-02-23

Pinakabagong kabanata

  • Sang PENEMBUS Batas   Bab 351.

    "Bedebah..! Mereka pasukkan kerajaan Dhaka.! Sepertinya ada yang berkhianat dan memberitahukan lokasi markas kita! Ini pasti Nalika! Keparath!" seru murka Bhasuta, seraya menuduh Nalika sebagai pengkhianatnya. Ya, otak Bhasuta yang cerdik segera mengarahkan dugaannya pada Nalika. Karena memang hanya Nalika, satu-satunya orang diluar pasukkannya, yang mengetahui lokasi markas pasukkannya itu. Dan hal itu memang tak salah adanya..!"Bedebah..! Tahu begitu semalam kuhabisi saja dia..!" teriak Layangseta marah sekali. "Ayo, kita maju bersama..!" seru Bhasuta, seraya melesat ke arah belakang markas. Sementara nampak ratusan kuda masih berlarian kesana kemari, di dalam area markas. "SERANG..!!" Sethh..! Patih Kalagama berseru lantang, seraya mengacungkan kerisnya ke udara. Lalu dia mendahului maju bersama Nalika di sampingnya. "Hiyyaahhh....!!!" Seruan menggelegar ribuan prajurit Dhaka pun membahana, bak gelombang tsunami. Mereka berlarian menyerbu masuk, melalui celah pagar belaka

  • Sang PENEMBUS Batas   Bab 350.

    Matahari belum sepenuhnya terbit, saat pasukkan kerajaan Dhaka tiba, di lokasi belakang markas pasukkan pemberontak. Keadaan di belakang markas itu, masih berupa rerimbunan hutan belantara yang lebat. Disebut sebagai hutan Kandangmayit. Karena memang dalam sejarahnya, hutan itu pernah menjadi tempat pertarungan antar kerajaan, antar suku, dan juga antar para pendekar. Banyak tulang belulang tengkorak berserakkan di hutan belantara itu. Hal yang dibiarkan begitu saja, dan menimbulkan rasa ngeri dan seram, bagi orang-orang untuk masuk ke hutan itu. Sehingga akhirnya lambat laun, orang-orang terbiasa menyebut hutan itu sebagai hutan 'Kandangmayit'..! Patih Kalagama segera membagi pasukannya menjadi 4 pasukkan. Sebanyak 1200 prajurit masuk dalam pasukkan utama, yang berada di belakang markas. Pasukkan itu dipimpin langsung olehnya dan Elang. Sementara sisanya dibagi menjadi 3 pasukkan, dengan masing pasukkan berkekuatan 600 prajurit. Ketiga pasukkan yang masing-masing dipimpin ole

  • Sang PENEMBUS Batas   Bab 349.

    "Paduka Raja. Hamba dan Nalika sudah mengamati dengan teliti, daerah sekitar markas pasukkan Panglima Api berada. Dan rasanya kita akan bisa mengatasi pasukkan mereka. Jumlah pasukan mereka sebanyak 1700 orang. Mereka juga dibantu oleh beberapa orang tokoh dari rimba persilatan. Dan celah terbaik untuk menyerang mereka, adalah dari arah belakang markas mereka paduka," Elang mengungkapkan hasil pengintaiannya, pada sang Raja beserta jajarannya. "Hmm. Kenapa harus dari belakang Elang..? Bukankah bagian belakang biasanya terpagar rapat..?" tanya sang Raja agak bingung, dengan celah penyerangan yang dikatakan Elang. "Benar Paduka Raja. Bagian belakang markas mereka memang terpagar rapat. Namun hamba akan menjebol pagar itu dengan pukulan hamba. Karena di bagian belakang markas mereka, adalah tempat mereka menambatkan ratusan kuda di sana. Kita bisa menjebol dan mengagetkan kuda-kuda itu, agar mereka berlarian panik ke tengah tengah markas. Dengan melepaskan panah api ke arah kuda, d

  • Sang PENEMBUS Batas   Bab 348.

    "Heii..! Siapa yang bersamamu Nalika..? Aku baru melihatnya," seru bertanya Bhasuta, dengan mata menatap tajam pada Elang. Dia bisa merasakan aura energi Elang, yang dirasanya cukup besar. Susah payah Elang menyembunyikan 'aura power'nya. Namun ternyata masih tertangkap juga oleh mata awas Bhasuta. Elang memang berhasil meredam getar energi dalam dirinya. Namun aura dasar seorang pendekar, yang memiliki power pastilah tetap nampak. Terlebih di mata orang linuwih seperti Bhasuta ini. "Ahh, dia hanya seorang pengawal pribadi yang saya bayar Panglima. Karena disaat genting ini, posisiku cukup rawan di mata pihak istana. Makanya aku harus berjaga-jaga Panglima," sahut Nalika tenang. 'Hmm. Memang masuk akal. Nalika pasti ketakutan jika rahasianya terbongkar oleh kerajaan', bathin Bhasuta, memaklumi alasan Nalika. "Baiklah Nalika. Siapa namamu anak muda?" tanya Bhasuta pada Elang. "Saya Prayoga, Tuan Panglima," sahut Elang, hanya menyebutkan nama belakangnya. "Bagus..! Bantulah Nalik

  • Sang PENEMBUS Batas   Bab 347.

    "Nalika. Sekarang saatnya kita ke berdua ke markas pusat Pasukan Panglima Api, di hutan Kandangmayit. Laporkan saja pada Panglima Api itu, kalau semuanya beres dan sesuai rencana. Sementara aku hendak mengamati dan mempelajari situasi di markas itu. Sebelum penyerangan pasukkan kerajaan Dhaka esok hari," ujar Elang, memberikan arahan. "Baik Mas Elang..!" sahut Nalika patuh. "Para prajurit..! Segera bereskan mayat-mayat pasukan pemberontak itu, dan berjagalah..!" seru Nalika tegas, pada para prajurit yang berada di situ. "Baik Kanjeng Adipati..!!" seru mereka semua. Taph..! Slaph..! Elang langsung menyambar tubuh Nalika, dan membawanya melesat cepat, menuju ke arah selatan. Dan seperti yang sudah-sudah, Nalika hanya bisa memejamkan matanya. Dia tetap saja masih merasa ngeri untuk membuka matanya, saat dibawa Elang melesat. Dengan kecepatan yang berada diluar nalarnya itu. Dan benar saja, hanya kira-kira 15 helaan nafas saja. Elang sudah menghentikan lesatannya, dan hinggap di

  • Sang PENEMBUS Batas   Bab 346.

    "Ba-baik Mas Elang..! Pengawal..! Tutup pintu ruangan ini..! Jangan biarkan siapapun masuk..! Katakan saja sedang ada pertemuan, bila ada ada teman mereka yang bertanya..!" perintah Nalika, pada para prajurit yang berjaga. "Ba-baik Kanjeng Adipati..!" seru para pengawal itu. Nalika segera menuju ke ruang dalam kadipaten yang merupakan ruang keluarganya, tampak beberapa kamar di ruangan itu. Brethk..! Terdengar suara kain tersobek, di sebuah kamar yang pintunya setengah terbuka. "Keparat bajingan kau..! Belum puas kau menggauli pelayan-pelayan di istana ini..?! Tidakk..!! Mmphh!" terdengar pula teriakkan seorang wanita dalam kamar itu. Ya, rupanya benar, kamar itu adalah kamar Nalika dan istrinya. "Hhh.. hh..! Hahahaa..! Menyerahlah cantik..! Kau milikku malam ini," suara kasar seorang lelaki terdengar, seraya terbahak dengan nafas memburu. Dia baru saja melumat paksa bibir ranum milik Anjani, istri sang Adipati. "Nimas Anjani..!!" Braghk..! Nalika langsung berseru marah, se

  • Sang PENEMBUS Batas   Bab 345.

    "Ahh..!" terdengar seruan Nalika, yang sejak tadi memejamkan kedua matanya. Dia memang sangat terkejut dan jerih, melihat betapa cepatnya lesatan Elang membawa tubuhnya. Suatu kecepatan yang baginya tak mungkin, dimiliki oleh seorang manusia. Dan Elang memang sengaja membawa Nalika, ke tempat sunyi ini lebih dulu. Untuk memberikan sedikit peringatan pada Nalika. Agar tiada lagi 'keinginan' berkhianat di hatinya, terhadap kerajaan. "Nalika..! Inilah yang akan terjadi pada tubuhmu, jika kau berani berkhianat. Kau lihatlah bukit batu di kejauhan itu," seru Elang, seraya menunjuk sebuah bukit batu. Bukit batu itu terletak sekitar ratusan langkah, dari posisi mereka berada. Seth! Daambh..! Elang acungkan genggaman tangan kanannya ke atas, lalu hantamkan kaki kanannya deras ke bumi. Grghks..! Grrghkkh..!! Bumi di sekitar area itu pun berguncang dahsyat bak dilanda gempa. Gemuruhnya bagai puluhan ekor gajah, yang berlarian menabrak pepohonan. "Jagad Dewa Bhatara..!" Seth..! Nalika

  • Sang PENEMBUS Batas   Bab 344.

    "Nalika..! Kau sudah dengar apa yang dikatakan Elang. Apakah kau masih hendak berkhianat atau tidak, itu terserah kau..! Namun jangan salahkan pihak kerajaan. Jika sampai seluruh keluargamu kami babat habis..! Kau mengerti..?!" seru sang Prabu, memberikan peringatan keras pada Nalika. "Ba-baik Paduka Prabu! Hamba mengerti," sahut Nalika, terbata penuh rasa gentar. "Pengawal..! Lepaskan ikatannya.!" perintah sang Raja, pada kedua pengawal yang berdiri di belakang Nalika. "Baiklah Paduka Raja. Hamba mohon diri dulu bersama Nalika. Agar kami tak terlalu malam sampai di hutan Kandangmayit," Elang pun pamit undur diri, dari hadapan Raja Samaradewa. "Baiklah Elang. Pergilah dengan restu dariku," ucap sang Prabu. Taph..! Slaphh. ! Elang langsung menyambar tubuh Nalika, lalu mereka pun langsung lenyap seketika, dari ruang dalem istana. Bagai tak pernah ada di ruangan itu. 'Luar biasa..! Siapa sebenarnya pemuda bernama Elang itu..? Baru kali ini aku mendengar dan melihatnya. Ternyata

  • Sang PENEMBUS Batas   Bab 343.

    "A-ampun Gusti Prabu. Hanya hamba yang berkhianat dalam hal ini. Istri dan putra hamba bahkan telah mengingatkan hamba. Namun hambalah yang berkeras kepala. Panglima Api juga mengancam dan menekan hamba Gusti Prabu. Hingga akhirnya hamba tak bisa menolak, untuk berkhianat terhadap kerajaan," sahut Nalika tergagap, dengan tubuh gemetar gentar bukan main. Namun rupanya dia masih ingat, untuk meminta ampunan bagi anak dan istrinya. "Nalika..! Aku bertanya apa rencana Panglima Api pada kerajaan ini..?! Bukan soal alasanmu berkhianat! Cepat katakan, Nalika..!!" seruan sang Raja Samaradewa memgguntur, di dalam ruangan dalem istana tersebut. Hal itu membuat siapapun yang berada di dalam ruangan tergetar ngeri. Karena sang Prabu, tak sengaja telah mengeluarkan aji 'Sabdo Guntur'nya. Sebuah ajian yang memang rata-rata dimiliki oleh seorang Raja, atau pun pemimpin tertinggi. Ajian yang diperoleh dengan laku bathin yang cukup sulit. "Ba-baik Gusti Prabu. Panglima Api beserta pasukkannya a

Galugarin at basahin ang magagandang nobela
Libreng basahin ang magagandang nobela sa GoodNovel app. I-download ang mga librong gusto mo at basahin kahit saan at anumang oras.
Libreng basahin ang mga aklat sa app
I-scan ang code para mabasa sa App
DMCA.com Protection Status