Share

Bab 195.

Penulis: BayS
last update Terakhir Diperbarui: 2025-03-26 06:27:10

Permadi langsung mencari penginapan di sana. Dan pilihannya jatuh di hotel Blue Sky, yang berada di pinggir jalan Raya Solo dan jalan A. Yani.

Usai urusan dengan penerima tamu hotel, yang berakhir dengan pemberian tips dari Permadi. Maka Permadi pun rebah sejenak di kamarnya.

Tak lama kemudian Permadi kembali keluar dari kamarnya. Dia berniat jalan-jalan sekaligus mencari makan siangnya di luar.

Jam masih menunjukkan pukul 13:40, saat Permadi tiba di taman Balekambang. Dia baru saja selesai makan siang di warung nasi, yang tak jauh dari area taman.

Suasana taman itu belum terlalu ramai saat itu. Permadi langsung memarkirkan motornya di area parkir taman.

Permadi berjalan menyusuri ke dalam taman, terlihat sebuah danau dan ada juga kebun binatang mini di dalamnya.

Mata Permadi tertumbuk pada sosok wanita berkerudung, yang berseragam PNS.

Wanita itu tengah duduk di kursi yang berada di bawah pohon rindang taman. Wajahnya terlihat sedih, namun tetap tak bisa menyembunyikan kecantik
Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi
Bab Terkunci
Komen (2)
goodnovel comment avatar
FrismaMungil
blm up lagi nieh sang idola,,, kang elang
goodnovel comment avatar
FrismaMungil
lanjuttttt mas permadiiiii wkwkwkkk
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terbaru

  • Sang PENEMBUS Batas   Bab 419.

    "Uhuks..!" Elang hanya terbatuk, seraya ludahkan darah dari mulutnya. Namun melihat kondisi Ki Bangun Tapa yang agak parah. Elang pun segera melontarkan diri ke belakang, sehingga sosoknya nampak terhempas. Seth..! Wushh..! Gludugh, gludugh ... Braghk! Elang beraksi seolah jatuh bergulingan, hingga sosoknya menabrak pintu gerbang padepokkan. Sengaja tangannya menggebrak gerbang padepokkan, agar bunyi tabrakkan tubuhnya terdengar keras. Tubuh Elang terdiam agak lama, agar semua murid padepokkan mengira dirinya pingsan. Ya, Elang berbuat begitu demi menjaga nama besar Ki Bangun Tapa, di depan mata murid-muridnya. Agar para murid menyangka, jika guru besar merekalah yang lebih unggul dibanding dirinya. Segitunya Elang... Elang! Hehe.Ya, semua murid-murid padepokkan akhirnya memang berpikir, seperti yang diharapkan Elang. Namun semua 'drama' Elang itu, tentu saja tak bisa mengelabui mata 'awas' Ki Bajangkara. Ki Bajangkara hanya bisa tersenyum geli dalam hatinya. Dan dia mengakui

  • Sang PENEMBUS Batas   Bab 418.

    Elang melenting di udara seraya bersalto beberapa kali, sebelum akhirnya dia mendarat ringan di bumi. Pertarungan pun terhenti sementara. "Hahh..!!" seru terkejut Lokananta dan sekalian orang, yang menyaksikan pertarungan itu. Tampak pakaian Lokananta telah sobek di beberapa bagian, dari punggung hingga ke bagian betis kakinya. Terhitung ada 7 sobekkan pakaian di tubuh Lokananta. Hal yang jelas menandakan, jika Elang mau Lokananta sudah terkapar sejak tadi. Dan itu dilakukan Elang hanya dalam 2 jurus saja! "Baik Elang..! Dalam hal jurus aku mengaku kalah..! Kini mari kita beradu tenaga dalam..!" seru Lokananta, dengan wajah merah padam menahan malu dan amarah di dadanya. Martabatnya terasa hancur seketika. Dia sangat sadar, jika semua mata murid padepokkan kini tengah memperhatikan dirinya. "Hentikan Lokananta..! Mundurlah..! Biar ayah yang mencoba kemampuannya..!" sentak Ki Bangun Tapa. Dia menyadari, betapa jauh rentang kemampuan putranya itu dengan Elang. Hatinya pun menjadi

  • Sang PENEMBUS Batas   Bab 417.

    'Waduhh, dia datang juga..!' seru kaget bathin ketiga pemuda baju merah itu. Maka semakin lemaslah tubuh mereka. Langit bagai gelap tanpa matahari, dihati mereka saat itu. "Saya guru di sini. Siapa kau anak muda?!" seru Ki Bangun Tapa, yang melihat Elang menunjuk ketiga muridnya. "Di-dia pemuda yang menghajar kami Guru," ucap gugup salah seorang murid padepokkan, yang babak belur itu. "A-apa..?!" sentak kaget dan marah Ki Bangun Tapa. Bagaimana pun juga sebagai guru, Ki Bangun Tapa merasa kurang senang dengan 'penanganan' Elang. Walau dia tahu perbuatan ketiga muridnya itu sungguh salah, dan mencemarkan nama padepokkannya. Tapi menghajar murid-muridnya..? Itu adalah perkara lain baginya. Karena dia berpendapat hanya dirinya, yang berhak menghajar sendiri murid-muridnya yang kurang ajar itu. "Saya Elang Ki. Maksud saya ke sini hendak membicarakan perilaku ketiga murid padepokkan ini," sahut Elang tenang dan sopan. Elang bisa merasakan energi yang cukup tinggi, dari guru besar

  • Sang PENEMBUS Batas   Bab 416.

    "Apakah Paman tak mau meminta ganti rugi, atas semua kerusakan ini pada mereka..?" tanya Elang heran. Sementara sang pelayan rumah makan terkesan hanya membiarkan, para pemuda begajulan itu pergi begitu saja. "Mana bisa begitu Tuan Pendekar. Mereka adalah murid-murid dari 'Padepokkan Awan Merah', dari lereng Malika yang terkenal. Kami juga cemas para senior-senior mereka akan datang ke sini tak lama lagi Tuan," sahut sang pemilik rumah makan. Rupanya dia datang menghampiri Elang dan pelayannya diam-diam. "Ohh begitu rupanya. Baiklah, kalau begitu terimalah ini Paman," ucap Elang seraya membuka kantung uangnya, dan memberikan dua keping emas pada pemilik rumah makan itu. "Wahh..! I-ini terlalu banyak Tuan!" seru sang pemilik rumah makan terkejut, melihat dua keping emas di tangannya. "Tak apa Paman. Anggap saja itu uang untuk bayar pesanan saya, dan mengganti kerusakkan di rumah makan ini. Jika lebih, jadikan saja modal untuk memperbesar dan memperlengkap rumah makan ini," ucap

  • Sang PENEMBUS Batas   Bab 415.

    "Hahahaa..! Pesanan yang sesuai dengan umurnya, karena sudah tak memiliki 'bumbu' kehidupan lagi..!" seru seorang pemuda berbaju merah terbahak mengejek sepuh itu. "Hahahaa..!!" dua temannya pun ikut terbahak keras, mendengar ejekkan teman mereka pada si orangtua itu. Namun si orangtua tetap tenang. Dia sama sekali tak menghiraukan ucapan brengsek, dari pemuda berbaju merah itu. 'Dasar para pemuda kurang ajar. !' maki Elang dalam hatinya, seraya terus menikmati pesanannya yang tinggal separuhnya itu. Tak lama masuklah dua wanita cantik ke dalam rumah makan itu. Aroma melati segera menguar di dalam rumah makan itu. Nampak kedua wanita cantik itu langsung duduk, di meja depan rumah makan itu. 'Ahh, kedua wanita semalam', bathin Elang, teringat pada kedua wanita cantik yang baru masuk itu. "Nahh..! Ini baru pemandangan indah..! Semoga harga mereka tak terlalu mahal..! Hahahaa..!" seru seorang, di antara tiga pemuda berbaju merah itu. "Cocok..!" seru kedua temannya. Nampak sekal

  • Sang PENEMBUS Batas   Bab 414.

    "Ahh! Itu pakaian kita!" Seth! Jadalpa berseru melihat pakaiannya teronggok di tepi jalan, dia pun segera melesat menyambar pakaiannya. Seth! Balongga ikut melesat menyusul temannya menyambar pakaiannya. "Larii..! Mereka mau mengamuk!" teriak anak-anak, yang sejak tadi bersorak mengiringi di belakang keduanya. Sontak mereka semua lari tunggang langgang, saat melihat dua serigala polos itu melesat. Balongga dan Jadalpa segera keluar dari desa tersebut, dengan wajah merah padam menahan rasa malu dan juga dendam pada Elang. Ya, setelah sadar. Rupanya mereka kini bisa mengingat kembali sosok Elang, dalam benak mereka. *** Padepokan Awan Merah berdiri megah di lereng bukit Malika, tak jauh dari desa Kemitir. Padepokan ini dipimpin oleh seorang tokoh sepuh bernama Ki Bangun Tapa, yang di dunia persilatan berjuluk 'Pendekar Walet Merah'. Setelah puluhan tahun malang melintang, di dunia persilatan tlatah Palapa. Akhirnya Ki Bangun Tapa pun mendirikan Padepokkan Awan Merah, di leren

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status