Share

Bab 433.

Author: BayS
last update Last Updated: 2025-06-01 11:20:43

'Aihh..! Dahsyat sekali..! Rupanya dia berasal dari dunia lain..! Tapi dunia yang mana..?!' bathin Kirani terkesima, seraya bertanya-tanya tentang asal Elang.

Sepasang mata indahnya yang bening dan tajam, terus memperhatikan sepak terjang pemuda yang telah menarik perhatiannya itu.

Kirani sendiri berada di sebuah pohon tinggi rimbun, tak jauh dari area pertarungan Elang dan dua panglima itu.

Elang memang merasa harus melenyapkan semua Panglima Petaka. Karena menurutnya, merekalah penebar kekacauan di Tlatah Kalpataru dan Tlatah Palapa, yang sebenarnya bertetangga dekat itu.

'Paling tidak dengan musnahnya kelima Panglima Petaka ini. Peperangan besar antara tlatah Palapa dan Kalpataru bisa digagalkan, atau setidaknya tertunda dalam waktu yang cukup lama', pikir Elang.

Sementara Gardika mulai terapkan aji 'Surya Obong Jagad'. Ajian yang merupakan ilmu kedua terdahsyatnya. Karena dia masih menyimpan ilmu pamungkasnya, untuk pukulan terakhir nanti.

Sosok Gardika kini berada di tenga
Continue to read this book for free
Scan code to download App
Locked Chapter

Latest chapter

  • Sang PENEMBUS Batas   Bab 441.

    'Hahahaa..! Luar biasa pesonamu Elang..! Bahkan putri Raja Galuga itu nampaknya juga jatuh hati padamu..! Hahahaa..! Nanti malam sepertinya aku bisa 'berlayar' sepuasnya, dengan putri Raja itu..! Bersiaplah kau untuk 'mencuci piring', atas perbuatanku Elang..! Hahahaa!' bathin Surapati bersorak girang bukan main. Karena dia mendapat calon korban istimewanya saat itu, seorang putri Raja yang cantik jelita. "Arum Sokawati putriku. Segera kabarkan pada Ibundamu, agar mempersiapkan pesta penyambutan Mas Elang untuk nanti malam. Sementara Mas Elang tentunya lelah dan ingin beristirahat, di kamar tamu kehormatan istana," ujar sang Prabu Dewangga. "Baik Ayahandu Prabu," sahut Arum, seraya matanya mengerling sekilas ke arah Elang, dengan malu-malu. Hatinya berdebar penuh kabahagiaan, mengetahui pemuda pujaannya itu hendak bermalam di istana malam itu. Dia berniat kembali ke keputren, dan berdandan secantik mungkin. Tentunya untuk mendapat perhatian 'lebih' dari Elang, pada pesta perja

  • Sang PENEMBUS Batas   Bab 340.

    Hanya dengan beberapa lesatan saja, kini Surapati telah menjejak di tepi jurang. Tempat dulu dia pertama kali menuruni jurang itu bersama Kedasih. Namun dia tak hendak mampir ke pondok Kedasih saat itu. Karena dia memiliki rencana dan niat lain di hatinya. Teringat dia akan kata-kata Kedasih dulu. Bahwa Elang telah dinobatkan sebagai 'Pendekar Kehormatan Galuga', dan bebas keluar masuk ke dalam istana. 'Hahahaa..! Sebaiknya aku ke istana Galuga saja. Dengan kecepatanku saat ini, menuju kesana kiranya tak sampai tengah hari. Ya, aku akan sampai sebelum sore hari. Berpesta dengan tuak dan makanan terbaik di istana, bermalam di sana, lalu pagi harinya aku akan kembali ke gua menemui Eyang. Aku akan membawakan tuak serta makanan terbaik dari istana untuk Eyang..! Hahahaa..!' ujar bathin Surapati. Dia merencanakan acara pembebasannya, setelah sebulan lebih dia terkurung dalam gua itu. Slaph..! Surapati melesat ke dalam rerimbunan semak. Diterapkannya kembali aji 'Malih Rupa'nya di

  • Sang PENEMBUS Batas   Bab 439.

    "Masih ada lagi sebuah kitab dan pusaka Pedang Rajawali Api..! Eyang akan mewariskannya untukmu nanti Surapati..!Setelah kau menguasai ajian pamungkas 'Selaksa Sayap Neraka' dengan sempurna. Karena jika ajian pamungkas itu kau gabungkan dengan 'power' dari pusaka Pedang Rajawali Api. Maka niscaya hanya 'Manusia Setengah Dewa' keparat Indra Prayoga itu saja, yang bisa menahannya..! Sedangkan pastinya orang itu sudah mati saat ini..! Hahahaa..!" seru Eyang Salsapala. Gelak tawanya menggema keras menggetarkan seantero gua. Sungguh menggidikkan nyali, bagi siapapun yang mendengarnya. Tubuh Surapati bergetar antara rasa senang dan takut, mendengar tawa mengerikkan sepuh Salsapala. Karena suara tawa Eyang Salsapala itu, bagai dipenuhi oleh rasa amarah, dendam, dan kegembiraan. Ya, sesungguhnyalah Salsapala masih merasa marah, dan menyimpan dendam kesumat terhadap Indra Prayoga. Namun di sisi lain dia sadar, pastinya Indra Prayoga telah mati saat itu. Karena telah 200 tahun lebih, dir

  • Sang PENEMBUS Batas   Bab 438.

    "Tak apa-apa Mas Aji. Tadi Wika dikeroyok di pasar. Terus ditolong oleh Mas ini," sahut Wika, menenangkan anak itu sekaligus berbohong. Tentu saja dia tak ingin saudara-saudaranya tahu, kalau dia tertangkap mencuri di pasar. "Ibu dimana Mas Aji..?" tanya Wika. "Ibu sedang memijat orang di desa sebelah. Sebentar lagi mungkin pulang," sahut Aji. "Mas Wika nggak bawa makanan ya hari ini..?" tanya seorang adik angkat perempuannya, dengan wajah murung. "Iya Dek. Hari ini mas belum dapat pekerjaan," sahut Wika dengan wajah sedih. "Yahh....!" terdengar seruan kecewa dari adik-adik angkatnya, mendengar ucapan Wika. Elang langsung trenyuh, melihat anak-anak yang nampaknya memang sudah kelaparan itu. "Adik-adik, apakah di dekat sini ada warung makanan..? Bisa minta tolong belikan mas makanan ya. Mas lapar," tanya Elang seraya membuka kantung uangnya. "Ada Mas, biar saya belikan saja," ucap Aji menawarkan diri. "Ini uangnya Aji. Tolong belikan juga buat semua yang ada di rumah ya. Term

  • Sang PENEMBUS Batas   Bab 437.

    "Pudji, katakan saja bila kau butuh sesuatu padaku ya," ucap Joko lembut. Joko keluarkan lagi kantung uangnya, dan sekeping gobog perak kini diberikan pada Pudji. "Ambillah Pudji. Untuk adik-adikmu di rumah," bisik Joko lembut. "Ahh, Mas Joko. I-ini terlalu besar Kangmas," ucap Pudji tergagap. Dia sangat mengenal lelaki baik yang satu ini, pria beristri namun tak bahagia dengan istrinya. Percekcokan kerap terjadi antara dia dan istrinya, yang sering main gila dengan pemuda-pemuda berandalan. Ya, Pudji dan Joko saling tahu satu sama lain, tentang latar kehidupan mereka. Karena sebenarnya kediaman mereka tak jauh. Hanya berjarak ratusan langkah saja. "Ssthh..! Terimalah saja Pudji. Mas pulang dulu ya. Mmhhp," ucap Joko, seraya mencium kening Pudji, lalu membuka pintu kamar dan pergi. Pudji baru saja menutup pintu kamarnya, dan hendak merebahkan diri sejenak. Saat ... Tok, tok, tokk..! "Pudji..! Ada Utari mencarimu di ruang depan..!" terdengar suara ketukkan pintu kamar. Salah

  • Sang PENEMBUS Batas   Bab 436.

    "Hei bocah maling..! Katakan siapa kau..?! Dimana kau tinggal..?! Siapa ibu bapakmu?!" tanya galak sang prajurit itu lagi, setelah menampar Wika. "S-saya Wika. Saya tak punya tempat tinggal, Ibu Bapak saya sudah meninggal," sahut gugup Wika, namun cukup jelas. 'Aku akan hadapi semuanya sendiri. Semoga saja tak ada yang mengenaliku di sini', harap bathin Wika. "Hey..! Bukankah dia salah satu anak, yang tinggal di tempat penampungan anak liar..! Anak-anak tak berorangtua di pinggiran kotaraja sebelah timur sana..! Aku pernah melihat wajahnya berada di sana..! Aku tahu Bu Laras..! Janda yang menyediakan rumahnya, untuk menampung anak-anak liar ini. Dia juga menampung seorang wanita, yang bekerja di 'Rumah Kembang' di dekat sini..! Sungguh meresahkan..! Bikin sial saja..!" Plakk..! Seorang lelaki berpakaian batik perlente berseru marah, seraya menampr Wika dengan keras. "T-tdak Paman..! Paman salah lihat..! Saya tidak kenal dengan Ibu Laras itu..!" sentak gugup Wika, berusaha berbo

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status