Share

Bab 523.

Author: BayS
last update Huling Na-update: 2025-06-25 06:07:00

Blasstzz..! Blatzzsh..!!

Tanah di bawah bekas sosok Jaduka berdiri nampak amblas, berbentuk dua telapak tangan Bogananta.

Dan uap dingin biru nampak mengepul, dari lubang kedua telapak tangan itu. Dan area di sekitar tanah yang terkena pukulan telapak Bogananta pun, langsung berubah membiru.

Kini keduanya saling berhadapan kembali, dengan kedua tangan yang masih menerapkan ajian yang sama.

Tampak para pengunjung rumah makan itu, kini malah menyaksikan pertarungan mereka.

Mereka menyaksikan dengan hati berdebar dan mata melotot lebar. Bagi mereka, kedua petarung itu sama kuat dan mengerikkannya.

Namun tentu saja hati mereka semua berharap, si Pemuda kalem itulah yang menang.

"Bogananta..! Kita langsung saja adu pukulan..!" seru Jaduka menantang. Hatinya demikian penasaran dan marah.

"Baik," sahut Bogananta tenang.

"Huupsh.!" Byarrsh..!

Kini Jaduka benar-benar mengempos habis 'power'nya. Nyala keredepan kilat merah yang menyelimuti kepalan tangannya, nampak semakin berpijaran.
Patuloy na basahin ang aklat na ito nang libre
I-scan ang code upang i-download ang App
Locked Chapter
Mga Comments (1)
goodnovel comment avatar
Rika Bohayy Bohayy99
Alhamdulillah sungguh Budi luhur memang sifat mu mas elang salud dengan smua kebaikanmu hu hu hu rasa mau nangis .........
Tignan lahat ng Komento

Pinakabagong kabanata

  • Sang PENEMBUS Batas   Bab 524.

    "A-apa Elang..?! Sebuah pusaka?! Pusaka apakah itu Elang?!" seru sang Maharaja, tak bisa menahan rasa terkejutnya. Dia menjadi penasaran, dengan pusaka apa yang hendak diberikan Elang untuknya itu. "Paduka Maharaja Yang Mulia. Terimalah sebuah pusaka, yang kiranya cukup sebagai pegangan Paduka ini. Inilah panah pusaka ageman Prabu Salwapati dahulu kala, Ki Cakra Buana..!" Elang berkata seraya memanggil Ki Cakra Buana, dan mengangkat sedikit genggaman tangannya. Blashp..! Seketika nampaklah benda berkilau, di mata semua yang hadir diruangan itu. Sebuah anak panah dengan ukiran cakra di bagian ekornya. Dan mata anak panahnya lancip berkilau terang, penuh warna dan terbuat dari intan langit. "Hahh..! Ki Ca- cakra Buana..! Demi Hyang Widhi Yang Agung..! Itu adalah pusaka terhebat di jamannya..!" seru Ki Jagadnata terkejut bukan main. Dia sungguh tak menyangka, jika Elang juga memiliki pusaka legendaris itu. "Elang..! Sungguh ini adalah pusaka agung, yang dikabarkan telah lenyap

  • Sang PENEMBUS Batas   Bab 523.

    Blasstzz..! Blatzzsh..!! Tanah di bawah bekas sosok Jaduka berdiri nampak amblas, berbentuk dua telapak tangan Bogananta. Dan uap dingin biru nampak mengepul, dari lubang kedua telapak tangan itu. Dan area di sekitar tanah yang terkena pukulan telapak Bogananta pun, langsung berubah membiru. Kini keduanya saling berhadapan kembali, dengan kedua tangan yang masih menerapkan ajian yang sama. Tampak para pengunjung rumah makan itu, kini malah menyaksikan pertarungan mereka. Mereka menyaksikan dengan hati berdebar dan mata melotot lebar. Bagi mereka, kedua petarung itu sama kuat dan mengerikkannya. Namun tentu saja hati mereka semua berharap, si Pemuda kalem itulah yang menang. "Bogananta..! Kita langsung saja adu pukulan..!" seru Jaduka menantang. Hatinya demikian penasaran dan marah. "Baik," sahut Bogananta tenang. "Huupsh.!" Byarrsh..! Kini Jaduka benar-benar mengempos habis 'power'nya. Nyala keredepan kilat merah yang menyelimuti kepalan tangannya, nampak semakin berpijaran.

  • Sang PENEMBUS Batas   Bab 522.

    "Bedebah..! Siapa kau cari mati ikut campur urusanku..?!" sentak si Baju Kuning, yang kini beranjak berdiri dari kursinya. Matanya melotot merah, karena pengaruh tuak yang telah diminumnya. Dia merasa tak takut dengan siapapun saat itu. Karena dimejanya ada seorang pendekar ternama, yang pasti akan membelanya. Begitu pikirnya. Si gadis itu pun dibiarkannya berlari masuk ke arah dapur bersama ayahnya. Emosinya telah terpancing menggelegak, dengan kehadiran pemuda yang mengganggunya itu. "Aku cuma perantau, yang tak suka melihat kelakuan bejatmu," ujar si pemuda tenang, seraya membalikkan badannya. Dia bermaksud kembali menuju ke mejanya, setelah melihat si Gadis telah aman. Dan telah masuk kembali ke dapur, bersama ayahnya. Dia pun tak ingin berpanjang urusan lagi, dengan si Baju Kuning dan dua teman semejanya itu. Namun ... Sraankh..!! Si Baju Kuning cepat menarik goloknya di atas meja, dan langsung melepas sarungnya. "Ahh..! Awaass..!!" teriak para pengunjung rumah makan kag

  • Sang PENEMBUS Batas   Bab 521.

    "Pokoknya jika Tuan Pendekar Jaduka mau bergabung dengan serikat kami. Maka semua kesenangan dunia, akan kami berikan untuk Tuan Pendekar. Hahahaa..!" ucap seorang yang berbaju kuning. Ya, dua orang berbaju kuning itu adalah anggota Serikat Mata Dewa. Mereka sengaja disebar oleh Surapati, untuk menghimpun para pendekar Tlatah Kalpataru. Mereka diperintahkan membujuk dan mengajak para pendekar, untuk bergabung dan berpihak pada pasukkan Serikat Mata Dewa. "Hahahaa..! Bagaimana bisa aku menolak tawaran kalian ini. Semuanya sungguh menggoda..! Hahahaa..!" tawa bergelak terdengar dari orang yang dipanggil Jaduka itu. Dia adalah seorang pendekar yang cukup ternama di wilayah Marapat, julukkannya adalah si 'Tinju Petir'. Jaduka memang masuk dalam daftar 17 pendekar di daun lontar, pada sebaran pertama dulu. "Pelayan tambah tiga tabung tuaknya..!" seru orang berbaju kuning di meja itu. Rupanya dia benar-benar ingin menjamu habis-habisan si Jaduka itu. Tak lama kemudian. Ternyata Putr

  • Sang PENEMBUS Batas   Bab 520.

    "Baiklah Pangeran Danuthama, Elang sepertinya harus segera kembali ke Tlatah Kalpataru saat ini," pamit Elang, setelah berbincang agak lama dengan ayahanda Prasti itu. Mereka saat itu berada di pendopo istana Belupang."Baiklah Elang. Terimakasih atas semua kebaikkanmu. Aku hanya bisa memberikan doa restuku untukmu," ucap Pangeran Danuthama. "Prasti, aku pergi dulu," ucap Elang. "Hati-hati Mas Yoga," ucap Prasti lirih. Entah kenapa selalu saja ada rasa kehilangan dalam hatinya, setiap kali dia harus berpisah dengan pemuda itu. Slaph..! Elang langsung melenting tinggi ke udara. "Ki Naga Merah..!" seru Elang. Blashp..! "Kyarrgks..! Duduklah Tuan," Ki Naga Merah seketika muncul, dan melesat di bawah sosok Elang. Taph! "Kita langsung menuju ke bukit Karang Waja, Ki Naga Merah," ucap Elang. Weerrshk..! Ki Naga Merah langsung melesat bagai lintasan cahaya merah, yang memanjang menembusi awan. "Kyargks..!" pekikkannya masih terdengar di atas langit Belupang. Walau sosoknya telah

  • Sang PENEMBUS Batas   Bab 519.

    Utusan dari tlatah Saradwipa itu bernama Panglima Bagus Tuah. Dia merupakan seorang Panglima kepercayaan dari Radja Selangit Rantak, di Tlatah Saradwipa. Sang Radja telah memerintahkan Panglimanya itu. Untuk meluaskan pengaruh dari Tlatah Saradwipa, ke tlatah-tlatah yang berada di seberang lautan. Hingga akhirnya sampailah kapal jelajah, yang dipimpin oleh Panglima Bagus Tuah itu di Tlatah Palapa. Kedatangannya ke kerajaan Palapa menemui Maharaja Kumbadewa, diantarkan langsung oleh Raja Pradipa Dewa, sebagai raja wilayah Pasir Raja. Sementara dari pihak utusan Saradwipa, Panglima Bagus Tuah hanya ditemani 3 orang kepercayaannya. Dan hal yang mencengangkan terjadi, saat sang Maharaja Kumbadewa bertemu dengan Panglima Bagus Tuah. Nampak kedua kaki sang Panglima yang melayang tak menapak tanah..! Tak heran sang Panglima Bagus Tuah berani datang, dengan hanya ditemani 3 orang kepercayaannya. Rupanya dia memiliki kemampuan yang tinggi. Sengaja dia perlihatkan kemampuannya itu. Hal

Higit pang Kabanata
Galugarin at basahin ang magagandang nobela
Libreng basahin ang magagandang nobela sa GoodNovel app. I-download ang mga librong gusto mo at basahin kahit saan at anumang oras.
Libreng basahin ang mga aklat sa app
I-scan ang code para mabasa sa App
DMCA.com Protection Status