LOGIN“Perah aku.”
Kedua mata Angga melotot, telinganya jelas mendengar suruhan wanita itu tetapi karena tampilan memukau yang tersaji di depan mata. Pemuda itu kehilangan kata hingga otaknya tidak bisa mencerna dengan cepat maksud perkataan sang wanita. “M—Maaf?”
Agna tersenyum sambil memegangi salah satu buah dadanya yang besar seolah itu sesuatu yang lumrah baginya. Padahal saat ini ada Angga, seorang pria tulen normal menonton dirinya setengah telanjang. Tapi meski begitu tampaknya Agna sendiri tidak begitu peduli tentang apapun yang Angga pikirkan di kepalanya.
“Kurasa Doni lupa memberitahumu beberapa hal, kau juga mungkin tidak punya pengalaman lebih. Hmm… baiklah, intinya wanita yang memiliki bayi terkadang memiliki masalah dengan payudara mereka, dan begitu juga denganku. Payudaraku membengkak karena susu yang ada di dalamnya sepertinya tersendat dan dengan kondisi ini aku jadi kesulitan menyusui anakku. Dokter menyarankan aku untuk melakukan pijat laktasi. Kalau suamiku ada dia pasti akan membantuku meredakan hal ini. Tapi berhubung dia tidak akan kembali karena sedang dinas keluar kota selama beberapa hari. Aku tidak bisa berbuat banyak, aku butuh seseorang untuk memerahku sekarang juga,” jelas Agna, lalu kemudian kedua mata wanita itu menatap pada Angga dengan cara yang seksi seperti yang pernah Angga lihat dari Riri. “Jadi, tolong bantu untuk memerah susuku ya, Aang.”
Merasa terhipnotis oleh kata-kata kotor yang keluar dari mulut wanita itu. Serta terdapat cairan putih kental yang keluar dari puncak payudara sang wanita. Angga kontan meneguk air liurnya sendiri. Oh ayolah, sejak dulu dia tidak melihat Agna dengan cara seperti ini. Dia lebih seperti junior yang selalu meminta bantuannya saat bekerja dulu, lalu menjadi lebih dekat sebagai sosok adik. Tapi kalau begini bagaimana caranya dia bisa mengelak?
Agna telah menjelaskan bantuan macam apa yang dia butuhkan darinya. Maka sebagai orang yang telah disewa untuk membantu, Angga hanya perlu melakukannya saja. Sesuai dengan permintaan wanita itu.
Sekuat tenaga Angga mencoba untuk menahan dorongan primitive yang muncul di dalam dirinya. Namun dia gagal. Sebab secara tak sadar Angga sudah merangkak mendekat padanya. Agna sendiri pun secara otomatis mulai membimbing tangan Angga untuk menariknya lebih dekat. Wajah Angga memerah ketika kedua tangannya telah menyentuh dua buah dada lembut wanita itu, meski dengan sentuhan ringan.
Merasa Agna tidak keberatan, Angga lantas melingkarkan lengannya di sekitar bagian tubuh tubuh wanita itu sebelum akhirnya dia menggerakan telapak tangannya sendiri guna mengusap organ merah muda yang tampak mengacung karena udara dingin disekitarnya.
Tangannya yang gemetar mulai meraup kedua dada sang busui, untuk kemudian melakukan pemijatan padanya. Sesekali Angga bisa mendengar wanita itu mendesah, tubuhnya begerak gelisah. Seiring pijatan yang berlangsung, dia bisa melihat ada cairan yang keluar dari sana. Membasahi telapak tangannya. Jantung Angga berdebar kian kencang.
“Damn it, Agna … ini gila, tapi … tapi …” Rasa penasaran dan keinginannya membuat pemuda itu terdorong untuk mencicipi sari pati dari si mama muda yang ditawarkan kepadanya.
Dengan tubuh yang gemetar, dan napas yang memburu Angga pun mulai mendekatkan kepalanya hingga dia bersandar pada dada wanita itu. Kedua mata Angga memejam dan dengan lembut menghisap setetes susu dari ujungnya. “Mmph …”
Sementara sebelah tangannya masih menggenggam sebelah payudara Agna yang bebas dan memainkannya. Ini benar-benar surga dunia.
“Kau benar-benar nakal Aang,” kata Agna seraya menyelipkan tangannya ke balik kaos yang Angga kenakan dan tanpa sadar menancapkan kukunya di punggung pria itu. Membuat sang pemuda mendesah pelan.
“Mmphh… ahh…” Pemuda itu bergumam di kulit Agna, lidahnya secara naluriah menjilati setiap tetes susu yang keluar ketika kuku wanita itu tertancap di punggungnya. Namun rasa sakit disana bukan apa-apa bila dibandingkan dengan kehangatan dan kelembutan yang menyelimuti si pemuda, membuatnya merinding sendiri. Dia juga bisa merasakan bahwa itu berarti tubuh wanita itu merespon apa yang dia lakukan.
Ketika mulut Angga menutupi puncak payudaranya dan pria itu sibuk menghisapnya, kepala Agna terdongak dengan mulut terbuka. “Ohh … enak sekali.” Pandangan matanya mulai terasa kabur ketika dia merasakan sensasi panas mulai berkembang di dalam dadanya.
Angga menikmati rasa susu wanita itu. Dia tidak pernah menyangka akan merasakan sesuatu yang seenak ini seumur hidupnya, tetapi justru dari situasi ini dia malah jadi menginginkan hal yang lebih. Angga menghisapnya lebih keras, membuat wanita itu semakin mengerang keras.
Ketika wanita itu mendesah tak beraturan, Angga bisa merasakan adanya gelombang hasrat yang begitu kuat bercampur dengan seluruh rasa yang tak terdefinisikan. Dia mendongak ke arah wanita itu hanya untuk sekadar menyaksikan ekspresi kenikmatan yang dia buat ketika putingnya terus menyemprotkan susu langsung ke dalam mulutnya tiap kali Angga menghisapnya. Rasanya begitu kaya dan memabukan. Mengirimkan sentakan hasrat yang tidak bisa pemuda itu abaikan.
“Hmm …” Pemuda itu menggeram di sekitar puncaknya, lidah si pemuda berputar-putar dan menghisapnya dengan rakus.
Saat putingnya mulai menyemprotkan susu panasnya ke dalam mulut si pemuda, Agna kontan langsung menjambak rambut Angga dan memeluk pria itu erat-erat. “Ohhh! Lagi, Aang! Perah aku lebih keras lagi! ohhh!” teriaknya sambil menggosokan selangkangannya sendiri ke lutut Angga berulangkali.
Dia bisa merasakan pula lututnya yang mulai basah akibat gesekan yang dibuat oleh sang wanita kepada dirinya. Peria itu melepaskan putting yang telah membengkak karena ulahnya dengan bunyi ‘pop’ sebelum kemudian melanjutkan ciumannya di dada Agna. Dia mengecup lembah diantara kedua buah dada wanita itu, menghirupnya dalam-dalam sebelum memasukan puting yang lain ke dalam mulutnya dan menghisapnya lagi dengan rakus.
“Mmhhh … Aang!” Agna mengerang. “C-cukup.”
Angga kemudian melepaskan puting susu yang sedang dia hisap dengan bunyi letupan basah. Pipinya memerah dan napasnya tersenggal-senggal. Dia menatap wanita itu dengan pandangan mata yang berat.
“Kenapa? Aku masih ingin mencicipi rasanya.” Angga menelan ludah, tenggorokannya bekerja saat dia menikmati rasa susu yang tersisa. “Rasanya begitu luar biasa, lembut, manis, nikmat. Aku ingin lagi,” katanya dengan putus asa.
Ya, anggap saja Angga sedang mabuk sekarang karena dia baru saja mengatakan sesuatu yang tidak masuk akal pada seorang wanita yang sudah bersuami. Terlebih orang ini adalah juniornya dulu. Dia baru tahu kalau ASI bisa memabukan seperti ini.
Atau mungkin karena Agna baru saja mematik sisi gairah terliarnya saja? Entahlah.
Agna hanya tersenyum, lalu kemudian mencoba untuk berdiri dari posisinya. “Baiklah, karena kau sudah mencoba susuku …” Dia secara perlahan menarik ke atas rok yang dia kenakan dan Angga tetap di posisi, menatapnya ketika dia sedang melakukan atraksi. Kedua matanya melotot ketika rok yang wanita itu kenakan telah terangkat.
‘Dia tidak memakai celana apa-apa dibalik roknya?’ batin Angga bergemuruh.
“Bagaimana kalau sekarang kau mencoba maduku?”
Tubuh Riri gemetar sekaligus menggigil hebat tatkala diberi overstimulasi dengan puncak dadanya yang diberi servis tanpa ampun oleh Angga juga vaginanya yang tak luput pula dari jamahan tangannya membuat wanita itu pusing tujuh keliling. Dirinya dibuat mabuk, rasanya dia berada di awang-awang saking enaknya.“Kenapa jangan? Tapi badan kamu sepertinya meminta lebih tuh,” sahut Angga sembari terkekeh. “Kan dari awal kamu sendiri yang memasang vibrator itu disini, kenapa setelah aku mainkan malah jangan?”Riri menggelengkan kepala, dirinya masih belum bisa berpikir jernih dengan pinggul yang bergerak sendiri, membuat Angga makin senang saja.“Mmhhh… Fuck… Anggahhhh,” desah Riri.“Iya, apa?”“Nghhhh… ahhh!”“Apa sayang?” Angga mengangkat dagu Riri, dicengkramnya dagu si cantik itu lalu menatapnya dengan jahil. “Mau apa?”Riri tidak kuasa lagi menahan segalanya, akhirnya dengan mata yang berair dan ekspresi memohon wanita itu berusaha untuk berkata. “Pleaseeee… aku sudah tidak tahan lagi,
“Berani ya, sayang nantang aku begini. Aku tidak akan memberimu waktu istirahat ya sehabis ini,” kata Angga seraya menggeram.Tubuhnya kontan langsung menunduk mempertemukannya pada bibir milik kekasihnya yang telah dihiasi oleh cream strawberry yang menambah kesan manis dibibir tersebut. Kecupan manis berubah menjadi lumatan yang dihiasi oleh desahan halus tatkala gigi Angga menggigit bibir bawah milik kekasihnya, meminta izin untuk bertindak lebih guna dapat menginvasi bibir cantik milik kekasihnya.Riri sendiri, yang bibirnya sedang dikerjai oleh sang adam mulai menggeliatkan tubuhnya. Bibirnya diobrak-abrik oleh sang kekasih, membuatnya langsung secara refleks mengalungkan tangannya pada leher jenjang milik Angga. Riri mendadak merasa pening. Ciuman yang dilakukan oleh sang kekasih kepadanya selalu memberinya efek pening. Rasanya Riri tidak pernah merasa cukup hanya dicium sekali oleh Angga. Dia ingin lagi, ingin lagi, terus menerus tanpa henti sampai pria itu puas dan Riri mendes
Haiii Angga sayanggg! Aku baru selesai pemotretanPesan masuk yang Angga baca lamat-lamat yang saat itu masih berada di singgasananya meskipun sudah menunjukan pukul dua belas siang yang tandanya sudah masuk waktu makan siang. Namun disini, ada yang lebih penting dari pada sekadar mengisi perut. Pesan dari sang kekasih yang sedang menjalani aktivitas pemotretan di salah satu studio foto ternama di kota, membuat senyum terpatri sempurna di wajah si pria. Ya, dia berakhir senyum-senyum sendiri sekarang hanya karena dapat sebuah pesan.Tidak menunggu lama, Angga ketikan balasan untuk pesan yang Riri kirimkan kepadanya.Di tempat lain, wajah Riri sedang dirias ulang karena konsep photoshoot yang akan dilakukan berganti. Hari ini dia di brief untuk melakukan dua kali sesi pemotretan dengan dua konsep berbeda. Sesi pemotretan pertama Riri didandani sedemikian rupa dengan konsep fairytail yang dreamy. Tetapi untuk konsep yang kedua ini, mereka mengusung konsep yang edgy chic bold glam. Diman
Angga menurut, pinggulnya bergerak dengan kekuatan yang nyaris tak terkendali lagi. Tangannya meraih payudara Riri yang bergoyang dan meremasnya kasar, menikmati seberapa lembut dan kencangnya payudara itu di tangannya. Ranjang bergetar hebat, meskipun rangkanya kokoh. Angga bahkan tidak tahu kapan terakhir kali dia berhubungan seks yang seliar dan seintens ini sebelumnya, tetapi kali ini dia sungguh ingin melakukannya sampai dia tidak bisa merasakan apapun lagi.Riri sudah tak sanggup lagi menahan diri. Penis Angga telah memasuki rahimnya dan dia sudah meleleh dalam pelukan Angga. Pergerakannya membuat tubuh Riri melengkung ke dada Angga ketika dia tidak bisa melihat apa-apa lagi. “ANGGAAAAA!” jeritnya, dan dari vaginanya menyembur cairan cinta yang membasahi penis Angga yang masih menyumpalnya. “NGGGGHHHHH! KELUAR!”Tak mampu lagi menahan godaan yang berasal dari ketatnya dinding-dinding vagina si wanita yang menegang, Angga segera melepaskan diri dari Riri dan mencengkram pinggulny
Riri tersipu ketika Angga mulai menciumi lehernya sementara tangannya sendiri mulai menjelajahi punggung telanjangnya. Keringat mulai membasahi tubuh Riri, lantaran tubuhnya memanas seiring dengan sentuhan yang Angga berikan untuknya. Angga menciumi bagian depan Riri hingga wajah pria itu menempel di dadanya. Riri mengerang keras ketika lidah Angga menjilati puncak dadanya yang sudah mengeras, menggodanya dengan cara yang luar biasa membagi basah dari lidahnya.“Angga… rasanya nikmat sekali…” Riri mengerang ketika pria yang dia cintai itu memanjakan payudaranya dengan lidahnya yang terampil. “Ahhh! Angga!” serunya merasakan Angga melingkarkan penuh bibirnya disekitar puncak payudara Riri, menghisapnya seolah-olah ada ASI di dalamnya.Tangan Angga menyelinap ke bawah Riri untuk menyentuh punggungnya yang melengkung karena sentuhan lembutnya. Dia menghisap payudara Riri dengan penuh perasaan, berniat memberikan Riri kenikmatan sebanyak yang dia bisa. Merasa bosan dengan yang satu, Angga
Satu pukulan menderat di pipi Angga, dan kejadiannya begitu cepat sehingga dia bahkan tidak sempat untuk menghindar. Angga langsung menyentuh pipinya yang dipukul dan berusaha untuk berdiri tegak saat wanita itu memperlihatkan sebuah kertas kusut padanya. “Apa maksudnya ini? Doni bilang padaku kalau kau…” Dia tampak begitu putus asa dan seolah dia tidak tahu bagaimana caranya memproses semua emosi di dalam diri. “Angga, kau menjual dirimu pada perempuan?” katanya lagi yang pada akhirnya membuat Angga memahami alasan dibalik pukulan sang wanita terhadapnya.Sangat wajar sih sebetulnya dia marah, apalagi setelah semua hal yang telah mereka jalani hingga hari ini. Dan lagi Angga pun belum memberikan kepastian bahkan membicarakan soal ini saja padanya tidak. Karena terakhir kali mereka bicara adalah dua bulan lalu saat mereka beradu argument dan tidak mendapati kesepakatan apa-apa soal hubungan diantara mereka.Jadi Angga pun kini hanya bisa menatap wanita yang sedang marah padanya sekara







