Vivian tak peduli jika Axel tak ingin bercerai darinya. Dia masih memiliki ribuan cara agar membuat pria itu menyetujuinya. Namun, ia bukan typical wanita yang suka menggunakan cara kasar dalam setiap penyelesaian masalah. Walau, terkadang cara kasar ia lakukan dengan terpaksa.
Tetapi, itu tak berlaku bagi Axel. Entah kenapa, wanita itu masih ingin mempermainkan Axel. Dia selalu punya cara untuk menjerat pria itu. Namun, ketika Axel menatap matanya, ia berpikir lain. Axel lebih licik dibandingkan apa yang ia pikirkan selama ini.
Alasan Axel tak ingin bercerai bukan karena harta atau rasa cinta yang belum ia rasakan, melainkan karena harga diri. Dari Dulu tak ada satupun yang berani menolaknya. Justru, ia sering membuang setiap wanita yang tak diinginkannya.
Mungkinkah, ini semacam karma? Dulu, dia sering mempermainkan perasaan wanita, mencicipi setiap tubuh mereka tanpa peduli yang lain, bahkan memanfaatkan mereka demi kepentingan pribadinya semata.
D
Sesosok wanita tengah asyik membaca novel yang baru dibelinya beberapa bulan lalu. Sudah dua kali ia membaca buku itu. Seakan ia tak pernah bosan membaca novel yang sama. Air mata terus membanjiri wajahnya yang cantik. Ia terlalu terbawa suasana saat membaca novel itu. "Membaca novel itu lagi?" tanya Falco pada istrinya. Ia mengecup kening Angel lembut. "Hooh. Kamu gak kerja, Sayang?" tanya Angel tanpa mengalihkan perhatian dari novel itu. "Kepalaku lagi sakit dan badan rasanya pegel semua," ungkap Falco seraya bergelayut manja pada bahu istrinya. "Itu mungkin kamu kebanyakan kerja lembur." "Entahlah. Aku sudah menyuruh orang untuk handle pekerjaanku sementara." Ia terbaring disebelah Angel sambil memeluknya. "Mau dipijat atau ku kerokin saja, Sayang?" "Terserah kamu. Kepalaku terasa mau pecah," ucap Falco. Tangannya yang memeluk Angel bergantian menyentuh kepalanya. "Udah minum obat belum?" "Belum." "Da
Suara Angel seperti gelembung air yang terdengar jernih. Begitu pelan dan tak bisa dibandingkan dengan musik dj yang menggema di telinganya. Kedua perempuan yang berada di dekatnya saling melirik. Axel menuangkan anggur ke dalam gelasnya.Entah sudah berapa kali ia menghabiskannya. Saat ini, dua botol anggur hampir habis. Ketika ia menuangkan anggur itu hingga habis kedalam gelas, Angel merebutnya. Ia meminum anggur itu hanya dalam sekali tegukan."Kak Angel, itu anggur bukan air putih yang langsung diminum," ucap Dina."Gak apa-apa. Sekalian aku haus," kata Angel. Sebenarnya, ia tak mau Axel terlalu mabuk. Hanya segelas anggur takkan membuat wanita itu langsung mabuk. "Lihat, kan, aku gak apa-apa!""Berikan aku sebotol lagi!" seru Axel."Botolnya diisi air mentah aja jangan anggur," kata Angel pada seorang barista."Air mentah? Memang buat apaan, Kak?" tanya Dina."Buat menyiram kepala ini orang," jawab Angel sambil melirik Axel. Pri
Vivian menepuk-nepuk pipi Falco dengan cukup keras. Tetapi, pria itu tak menunjukkan respon apapun. "Apa dia mati?" batinnya. Ia mendekatkan telinganya pada dada Falco. Suara jantung pria itu terdengar jelas.Vivian tersenyum lega. Dilihatnya Falco, ia mencubit pipi pria itu. "Dia ganteng, tetapi galak sekali," batin Vivian. Cukup lama menatapnya hingga wajahnya semakin dekat."Sepertinya, dia sedang sakit. Hanya cara itu yang bisa aku lakukan," gumam Vivian.Wanita itu mencium bibir Falco. Dari bibir Vivian tampak cahaya putih masuk kedalam mulut Falco. Tak lama, Falco membuka kedua mata, lalu mendorong Vivian begitu saja. Ia terlihat marah. Belum pernah ia bersentuhan dengan wanita manapun setelah ia menikahi Angel."Apa yang kamu lakukan?" Falco mengusap bibirnya dengan kasar."Dasar pria tidak tahu terima kasih!""Keluar sekarang juga!" Vivian tak menggubris. Ia duduk di sebelah Falco. Pria itu semakin kesal, kemudian ia membuka pintu mo
Gedung kuno yang tampak kosong memiliki 4 lantai menjadi tempat yang cukup menyeramkan. Tempat yang begitu gelap disertai bangunan yang telah rusak, tak ada satu manusia yang ingin tinggal disana. Bahkan, beberapa orang yang berpapasan di tempat itu sering mendengar suara jeritan wanita dan tangisan anak kecil. Suara yang menggema di telinga mereka, menjadi ketakutan yang sulit dihilangkan. Tempat itu telah ditandai sebagai tempat terlarang. Anehnya, setiap kali ada seseorang yang berencana menghancurkan tempat itu, selalu memiliki kesialan. Tak heran, tak ada satu orang yang berani kesana. Banyaknya isu menambah daftar ketakutan mereka. Axel, pria malang yang ditempatkan di sana. Kedua tangan dan kakinya diikat dengan mulut yang tertutup lakban. Kursi menjadi tempat untuk mengikat pria itu. Namun, ia tak mendengar suara jeritan atau hal aneh lainnya. Ternyata, semua itu dibuat oleh seseorang untuk menakut-nakuti orang. Banyaknya cctv yang tersembunyi
Matahari telah menampakkan sinarnya yang cukup pekat. Seorang wanita menggeliat manja tanpa peduli jam menunjukkan pukul 9. Saat ia membuka mata, ia menemukan Axel terbaring di sampingnya. Wanita itu membiarkannya seperti itu walau agak sedikit terkejut. Rasa haus tiba-tiba menggerogotinya. "Sudah lama aku tidak merasakan haus seperti ini," batin Vivian. Ketika ia beranjak dari tempat tidurnya, Axel menahan tangannya. Pria itu menarik hingga wajah mereka begitu dekat. "Pagi, Vivian sayangku," bisik Axel bernada sexy. Lidahnya bermain di sekitar telinga wanita itu. Vivian tersenyum miring. Tak ada rasa cinta atau gugup yang ia rasakan. Vivian memberanikan diri untuk mencium bibir Axel. Tak ingin sia-sia, Axel membalas ciumannya. Ia memperdalam ciuman itu. Namun, kali ini sedikit berbeda dibandingkan biasanya. Axel lebih bisa mengendalikan diri. Ia melepaskan ciuman itu, lalu menatap mata wanita di depannya. "Vivian, kamu bukan Bianca, tetapi kenapa waj
Suryo tengah asyik bercengkrama dengan mandha. Mereka melontarkan candaan hingga Suryo mencubit pipi Mandha. Kedekatan mereka memang tidak wajar. Walau mereka tak pernah melakukan kontak fisik secara berlebihan, namun gaya bicara serta candaan mereka seperti sepasang kekasih yang sedang kasmaran.Mandha sering mengabaikan pekerjaannya dan memilih untuk menggoda Suryo. Gadis itu begitu genit membuat Suryo tak bisa menolak berbicara padanya. Mereka tak menyadari kedatangan Vivian dan Axel. Vivian tersenyum miring."Asyik banget ya, kalian bicaranya. Entar dilanjutkan yang lebih intim, ya," ucap Vivian."No┄Non Bianca! I┄Ini…" Suryo terlihat gugup. Cara bicaranya terbata-bata. Mandha juga berperilaku yang sama dengannya."Udah, gak usah malu. Kalian cocok kok bersama," kata Vivian seakan merestui hubungan mereka. Suryo mengerutkan kening."Tumben ya, non Bianca gak marahi aku gara-gara2 bicara dengan Mandha?" batin Suryo. Ia tampak berpikir.
Axel yang tak sadarkan diri menjadi perhatian banyak orang di Perusahaan Bianca. Baru saja mereka terlihat romantis bersama. Melihat Vivian menangis ketika keluar dari ruangan itu, mereka semakin yakin sesuatu buruk terjadi padanya. Vivian berjalan dengan sempoyongan. Ia sengaja melakukan itu agar terlihat terpuruk. Sementara itu, Axel dilempar ke semak-semak oleh Satpam. Axel yang malang itu bukanlah tandingan Vivian semata. Hati wanita itu begitu tenang tak seperti wajahnya yang sembab. Dia mengundang banyak simpati dengan semua orang yang ada di Perusahaannya. Sarah datang membawa tissue berusaha menenangkannya. Wanita itu menggertak mereka yang sibuk melihat Vivian. Karena gertakan itu membuat mereka semua kembali untuk melanjutkan pekerjaan mereka. Sarah menuntun Vivian ke ruangannya. Mereka duduk tak berjau
Hari telah menjelang sore, Axel mengusap kedua mata. Dia menatap sekelilingnya. "Sial! Kenapa aku bisa ada disini?" Lambat laun ia menghela nafas. Dia menyadari semua ini ulah Vivian.Hatinya seakan teriris membayangkan Vivian membuangnya seperti itu. Padahal, ia bersikap manis dan tidak pernah melakukan sesuatu yang buruk. "Mungkinkah, dia sudah bosan denganku, sehingga ingin membuangku?"Memikirkan itu membuat kepalanya berdenyut. Kesedihan tampak pada wajahnya. Namun, ia bertekad tak ingin menyerah. Ia berusaha tegar dan menghapus segala kesedihan itu. Apa yang merasuki Axel hingga dia ingin kembali pada Vivian?Dimanakah harga dirinya yang tinggi itu? Seakan semuanya luntur hanya dalam sekejap. Nafas Axel agak berat, ia berjalan tanpa peduli sekitarnya. Tak lama, ia menghubungi Angel untuk meminta bantuan wanita