"Mungkin Tandui, tahu sesuatu tentang kepergian, Arya?" kata Sanjaya dan begitu dia keluar dari ruangan Ki Badrun dia langsung menuju ke rumah Guru Tandui, salah satu guru di perguruan matahari itu.
"Arya, sesungguhnya kau ada dimana?" gumam Sanjaya menjadi gelisah. "Selamat datang kembali, rivalku!" kata guru Tandui pada Sanjaya. Menyambut kedatangan orang yang dia anggap sebagai saingan di perguruan itu. "Kita sudah berumur Tandui, jangan anggap aku rival mu lagi!" kata Sanjaya. "Sampai kapanpun kau adalah rival ku!" kata guru Tandui. "Terserah padamu, Tandui. Eh, apa kau tahu muridku pergi kemana?" tanya Sanjaya. "Mengenai itu ... !" Sanjaya melihat guru Tandui menyembunyikan sesuatu dari dirinya. Dan itu membuat Sanjaya curiga. "Ada apa, Tandui?" tanya Sanjaya. "Muridmu mengacau!" kata Tandui. "Mengacau? Apa maksudnya?" tanya Sanjaya. "Setelah kepergianmu, dia membuat kekacauan di perguruan ini, dan setelah itu dia pergi, mungkin dia malu!" kata guru Tandui. "Benarkah itu, Tandui?" tanya Sanjaya. "Untuk apa aku berbohong, Sanjaya?" kata guru Tandui. Sanjaya merasa masih ada yang disembunyikan oleh guru Tandui, tapi dia tidak dapat menebak apa yang di sembunyikan oleh guru Tandui. Sanjaya memutuskan kembali ke pondoknya, dan akan selidiki apa sesungguhnya yang sudah terjadi. Tapi dia melihat sepucuk surat usang di atas tempat tidurnya, sudah sangat usang dan sudah sangat sulit untuk membacanya. Hanya ada beberapa kata yang dapat di baca oleh Sanjaya. "Tandui? Dipukuli?" gumam Sanjaya. Darah Sanjaya naik, dia yakin jika Arya sudah dipersulit oleh Tandui dan murid-muridnya. "Ini tidak akan aku maafkan!" kata Sanjaya. Sanjaya dengan wajah merah, masih bercampur dengan rasa lelah mendatangi pondok guru Tandui. "Tandui! Keluar kau Tandui! Kau ingin bertarung denganku, bukan?" teriak Sanjaya tepat di halaman pondok guru Tandui. "Ada apa denganmu, Sanjaya?" teriak Tandui. "Tidak usah banyak bicara!" Haaaaaaaaaaa!! Sanjaya alirkan tenaga dalam ke seluruh tubuhnya, dan menyerang ke arah guru Tandui. Tapi Tandui yang memang tidak ingin dilukai menahan serangan Sanjaya, dan kini dua rival itu saling serang dan saling berusaha menjatuhkan. Bammmmmmm!! Dua pukulan mereka beradu, dan Sanjaya kalah dalam adu tenaga dalam itu, tapi Tandui tahu itu karena Sanjaya sedang dalam kondisi kelelahan. Sanjaya mencabut pedangnya, dan itu membuat Tandui pucat, dia tahu bagaimana Sanjaya menguasai jurus pedang matahari. "Cabut senjatamu, Kita akhiri sekarang, kita akhiri siapa yang mati hari ini!" kata Sanjaya. Tandui menelan ludahnya sendiri, meskipun Sanjaya dalam kondisi kelelahan, tapi dia tahu Sanjaya tidak akan mungkin dapat dia kalahkan. "Apa masalahmu, Sanjaya?" tanya Tandui. Tandui sudah lupa jika dia pernah mengerjai Arya, itu sudah terjadi belasan purnama yang lalu. "Tidak usah banyak tanya, segera cabut senjatamu, atau kau akan mati tanpa sempat sempat memakainya!" kata Sanjaya. Haaaaaaaaaaa!! Sanjaya bergerak menyerang guru Tandui, dan tidak memberikan kesempatan bagi guru Tandui untuk membalas serangannya. Tranggggg!! Saat satu serangan akan mengenai guru Tandui satu pedang menahan gerakan Sanjaya, dan Sanjaya langsung hentikan serangannya. "Ada apa ini Sanjaya? Kau baru kembali? Apa kau belum puas bertarung di kerajaan lingga?" bentak satu suara, dan dia tak lain adalah Ki Badrun ketua Perguruan Matahari itu. "Maafkan aku ketua, tapi dia sudah melewati batas," kata Sanjaya. "Apa maksudmu Sanjaya? Aku bingung!" kata Tandui. "Bingung? Bukankah kau yang membuat Surya keluar dari perguruan ini?" bentak Sanjaya. "Ohh bocah tak ada guna itu? Aku memang memaksa dia keluar dari perguruan ini, asal aku tahu, dia tidak memiliki bakat apapun, hanya habiskan sumber daya saja," kata guru Tandui. "Kau sungguh keterlaluan, asal kau tahu, dia itu anak yatim piatu yang kedua orang tuanya dibunuh oleh saudara ayahnya, tidak jauh berbeda denganmu!" kata Sanjaya dengan wajah marah. "Yatim piatu?" desis guru Tandui pucat dan tak percaya. "Pikirkan sendiri, apakah dia masih hidup? Dimana dia akan tinggal! Itu alasanku membawa dia kemari, seperti guru dulu membawamu kemari!" tandas Sanjaya. "Cukup! Tidak usah ribut soal anak yang tak berguna itu!" bentak Ki Badrun. "Tidak berguna?" kata Sanjaya dan melihat tajam ke arah Ki Badrun. "Iya, dia memang tidak berguna, dan hanya membuat masalah bagi perguruan ini!" "Sepertinya di perguruan ini ada persekongkolan untuk membuang Arya?" kata Sanjaya. "Tidak, semua itu tidak ada!" kata Guru Tandui. "Sudahlah, aku akan mencari muridku itu, mungkin aku masih bisa temukan dia!" kata Sanjaya. "Sanjaya, tunggu!" teriak Tandui. "Ada apa lagi?" "Apakah dia sungguh yatim piatu?" tanya Guru Tandui. "Iya, nasib Arya bahkan jauh lebih buruk dari pada kita! Tapi sepertinya kau tak akan tahu itu, karena kau sudah melupakan masa lalumu!" kata Sanjaya dan meninggalkan kediaman Guru Tandui itu. "Arya, tunggu guru, dan guru akan membawamu kembali ke perguruan ini!" kata Sanjaya. *** Satu tahun telah berlalu, dan sudah pasti perubahan besar sudah terjadi pada Arya, yang mana kini telah mencapai sebuah tingkatan kependekaran yang cukup tinggi. Dengan segala bakat baru yang dia dapatkan, dan juga segala hal keistimewaan yang diberikan sosok misterius itu, Arya mampu mencerna semua jurus yang berada di kitab itu. Bahkan kini, pemuda yang telah berusia hampir tujuh belas tahun itu, telah mampu bertahan di dunia persilatan, kecuali dia melawan tokoh tingkat tinggi, barulah mungkin dia akan tewas. Jurus yang dipejari oleh Arya adalah jurus pedang naga, dan itu sebuah jurus tingkat tinggi, yang mana sesungguhnya mustahil bagi seorang bocah seperti Arya untuk mampu menguasai jurus itu. Tapi, karena Arya adalah sosok yang terpilih, semua itu terasa tak terlalu sulit, dan semua itu membuat Arya sungguh bersemangat. Jika Arya lelah berlatih ilmu kanuragan, maka dia akan mempelajari ilmu pengobatan, dan semua itu juga demi bekalnya jika dia akan keluar dari dalam hutan itu. "Guru! Aku akan datang, dan memastikan kalau kau baik-baik saja di perguruan itu!" kata Arya. Sesungguhnya, Arya sering datang ke pondok Sanjaya, dan saat merasa kalau dia tak mungkin lagi berada di perguruan itu, pada saat itulah, Arya menyisipkan sebuah surat yang ditemukan oleh Sanjaya di pondoknya. "Aku sudah menguasai sepuluh dari dua puluh lima jurus pedang naga, rasanya sungguh tak terduga!" kata Arya sambil membolak-balik kitab ilmu kanuragan yang sempurna itu. Saat itulah, mata Arya melihat sebuah gambar pedang di kitab itu, dan entah mengapa gambar pedang itu seperti hidup. "Aap maksudnya ini?" kata Arya dan mengusap gambar pedang itu. Pada saat itulah, cahaya biru keluar dari kitab itu, dan itu membuat Arya tanpa sadar membuang kitab itu. "Apa lagi ini?" ucap anak muda itu.Saat mata Arya kesana-kemari mencari kebenaran akar dewa, matanya malah melihat sesosok tubuh sedang duduk bersemedi di satu sisi dari bukit Gunung Hunian itu."Apakah dia manusia? Atau hanya sosok yang menjelma jadi manusia?" gumam Arya.Arya terus menatap ke arah sosok itu, dan penasaran dengan sosok asli dari yang terlihat dari kejauhan itu.Huppppp!Arya melompat dan memutuskan untuk melihat langsung sosok itu. Dan dalam beberapa lompatan saja, Arya sudah berada di hadapan orang yang bersemedi itu.Arya diam, dan memandangi orang itu dengan tatapan yang tajam. Sosok yang di hadapan Arya saat ini adalah seonggok tubuh berdaging manusia.Arya tidak berani untuk bicara ataupun mengganggu semedi orang itu, dan Arya bersemangat saat melihat ada tumbuhan yang mirip akar dewa di belakang tubuh lelaki tua itu."Ada di sini, ternyata memang di sini. Aku tidak sia-sia datang ke bukit Gunung Hunian ini," kata Arya bicara sendiri.Tapi, tidak ada jalan menuju letak akar dewa itu selain memind
"Kenapa aku harus menjaga dia? Bukankah dia bisa menjaga diri sendiri? Dan satu lagi, kau kan ada bersama dia," tanya Nyai Lin."Aku harus pergi, Nyai!" kata Arya."Pergi dan tinggalkan gadis itu? Apa yang kau cari?" tanya Nyai Lin."Obat!" jawab Arya."Obat? Untuk siapa?" tanya Nyai Lin."Untuk diriku, Nyai Lin!" jawab Putri Yung Yen.Semua yang ada di kediaman Nyai Lin kaget dengan jawaban Putri Yung Yen. Mereka melihat kalau Putri Yung Yen adalah seorang yang sehat dan tidak terlihat sedikit pun menyimpan penyakit.Mau tak mau, Arya menceritakan sakit yang diderita Putri Yung Yen.Saat Arya bicara dan menjelaskan tentang sakit yang diderita Putri Yung saat ini, semuanya terdiam, menunduk, dan tidak dapat bicara. Semua yang ada di kediaman Nyai Lin itu bungkam."Apakah Nyai Lin bersedia membantuku?" tanya Arya."Biarkan dia satu kamar denganku," kata Ming Feng menjawab pertanyaan Arya.Arya akhirnya bernapas lega dan menatap ke arah Ming Feng dengan tatapan yang sangat lembut."Teri
Semua mata menatap ke arah suara yang cukup berat itu, dan semua orang heran melihat cara berpakaian orang itu. Dia berpakaian layaknya bukan orang dari negeri Burma.Lelaki itu masuk, dan di belakang lelaki itu, ada dua orang lagi yang memiliki pakaian yang sama seperti yang dipakai lelaki itu."Aku tidak suka dengan orang yang pamer kekuatan. Jika ingin pamer kekuatan, hadapi aku," kata lelaki itu lebih lanjut dan dia bicara tepat di depan wajah Tengkorak Putih.Tengkorak Putih hanya menanggapi perkataan lelaki itu dengan dengusan dari hidungnya, seolah tidak peduli dengan lelaki yang baru datang itu.Tengkorak Putih balik badan, dan tidak memperdulikan sedikit pun. Tapi belum juga tubuhnya berbalik tiga ratus enam puluh derajat, secara tiba-tiba, Tengkorak Putih menyerang lelaki yang baru datang itu."Jangan asal menantang orang yang tidak kau kenali siapa!"Haaaaaaaaaaa!Tengkorak Putih memberikan satu pukulan yang keras pada lelaki berpakaian aneh itu.Tappppp!Tapi di luar dugaa
Kabar tentang terlihatnya kijang dewa di danau rawa maut akhirnya tersebar dari mulut ke mulut, dan itu membuat banyak pendekar berdatangan ke kota Widur, kota yang paling dekat dengan danau rawa maut.Dua ekor kuda hitam dan putih berjalan beriringan, dan keduanya adalah sepasang manusia yang memiliki paras cantik dan tampan."Maaf paman! Apakah kota ini kota Widur?" tanya pemuda yang berpakaian kuning emas."Benar anak muda, apa kau seorang pendekar?" tanya lelaki tua yang menjawab pertanyaan anak muda itu."Bisa dibilang iya, paman," jawab pemuda itu heran dengan pertanyaan orang tua itu."Paman! Kenapa paman bertanya aku seorang pendekar atau tidak?""Jika kau seorang pendekar, saat memasuki kota Widur ini, sebaiknya kau berhati-hati!" kata orang tua itu."Kenapa paman?""Saat ini kota sedang dipenuhi oleh pendekar dari seluruh golongan yang ada di negeri ini," jawab lelaki itu.Pemuda berpakaian kuning emas itu mengerutkan dahinya, heran dengan maksud ucapan lelaki itu."Kenapa b
Ketua Chu Cai dan Ki Barata terlihat puas setelah berhasil menaikkan praktek tingkat kependekaran dari tuan muda Yun Ji. Dan itu adalah modal awal bagi Yun Ji untuk menjadi penerus mereka berdua, sekalian jadi penerus Sekte Naga Hitam.Belum juga kebahagiaan atas keberhasilan tuan muda Yun Ji yang sudah berhasil melewati batas kependekaran dari pendekar perak selesai dirasakan, sudah ada kabar yang lebih membuat mata ketua Chu Cai berbinar dan wajahnya sangat bahagia."Ada apa Ketua Chu Cai?" tanya Ki Barata karena melihat perubahan wajah ketua Chu Cai yang terlihat lebih cerah."Ini kabar yang bagus, kabar yang sangat bagus," jawab ketua Chu Cai."Ada apa? Jelaskan padaku!" pinta Ki Barata dengan wajah penasaran."Di sebuah kota di negeri ini, terlihat kijang dewa," jawab ketua Chu Cai."Kijang dewa? Pusaka pakaian kijang emas!" seru Ki Barata tak percaya."Benar! Itu adalah pusaka pakaian kijang emas," kata ketua Chu Cai mempertegas.Wajah Ki Barata terlihat sumringah, tapi dia tida
Wajah Tuan Muda Yun Ji tampak begitu antusias saat Ketua Chu Cai, ayah angkatnya, mengatakan bahwa ia dan Ki Barata akan memberikan sesuatu padanya."Apa itu, Ayah?" tanya Yun Ji dengan penuh semangat.Ia tahu, Ki Barata selalu memberikan sesuatu yang sangat berharga kepadanya."Ikuti kami!" ucap Ketua Chu Cai sambil berjalan lebih dahulu.Yun Ji berjalan di samping Ki Barata."Paman Barata, apa yang akan Paman dan Ayah berikan padaku?" tanyanya ingin segera tahu."Ikut saja dulu, Keponakanku. Kau akan tahu nanti," jawab Ki Barata dengan tenang."Apa Paman tidak bisa memberitahuku sekarang?" tanya Yun Ji lagi."Kami akan memberikan sesuatu yang tak bisa dilihat dengan mata," jawab Ki Barata."Sesuatu yang tak bisa dilihat dengan mata?" Yun Ji tampak bingung."Itu sebabnya, kau ikut saja dulu. Nanti kau akan mengerti," sahut Ki Barata.Mereka berjalan melewati ruangan demi ruangan hingga akhirnya tiba di ruang utama milik Ketua Chu Cai."Duduklah, Putraku," kata Ketua Chu Cai.Yun Ji,