Home / Fantasi / Sang Pengubah Takdir / Kembali Ke Masa Lalu

Share

Sang Pengubah Takdir
Sang Pengubah Takdir
Author: Black Jack

Kembali Ke Masa Lalu

Author: Black Jack
last update Last Updated: 2023-10-02 12:28:34

Rangga menatap sosok mantan istrinya yang kini sedang duduk di sebelah ranjangnya dengan tatapan penuh penyesalan.

“Kenapa kau masih mau menemuiku dan merawatku setelah apa yang aku perbuat padamu, Citra?” ucap Rangga dengan suara parau.

“Karena hanya kau yang aku akui sebagai suamiku terlepas dari apa yang sudah kau lakukan padaku,” balas Citra. Ia tersenyum sambil mengelus punggung tangan suaminya yang telah rapuh itu.

Air mata Rangga mengalir deras. Kini ia tak berdaya dan sudah di ambang ajal. Segala yang ia miliki telah lenyap dan ketika ia hidup dalam keterpurukan, semua orang yang dulu memuja dirinya kini meninggalkannya.

Justru sang istri yang telah ia hancurkan hidupnya kini malah berada di sampingnya; menemaninya dengan segala ketulusan yang terpancar dari sorot matanya.

‘Dewata, jika ada kesempatan untuk kembali ke masa lalu, aku ingin memperbaiki segalanya… aku ingin membahagiakan istriku…’ ucap Rangga dalam hati. Lalu perlahan-lahan semua terlihat gelap.

Rangga berpikir ia sudah mati sebab ia merasa sedang melayang-layang dalam kegelapan dan kemudian terjatuh di depan satu sosok mengerikan yang berpenampilan serba hitam.

“S-siapa kau?” ujar Rangga.

“Anggap saja aku dewa kematian! Aku mendengar apa yang kau katakan tadi. Kau akan mendapatkan satu kesempatan untuk kembali ke masa lalu dan memperbaiki hidupmu. Jika sampai kau gagal membahagiakan istrimu seperti yang tadi kau ucapkan, dan jika dalam waktu 3 bulan kau gagal membuat istrimu hamil tanpa paksaan, maka aku akan mengambil nyawamu dan jiwamu akan aku panggang di tungku neraka di sebelah sana itu!” kata sosok hitam itu sambil menunjuk ke satu arah.

Rangga menoleh dan melihat ke arah itu di mana yang terlihat di sana adalah gambaran kehidupan kaum pendosa di tungku neraka dalam rangka penyucian jiwa.

“A-aku tidak mau ke sana… beri aku kesempatan itu… aku mohon…” kata Rangga sambil menggigil ketakutan.

Usai mengatakan hal itu, Rangga kembali merasa segalanya menjadi gelap dan ia merasa seperti terlempar begitu saja di sumur tanpa dasar.

“AAARRGHHHHH” Rangga terbangun dengan nafas terengah-engah. Seluruh tubuhnya basah oleh keringat. Dengan sedikit linglung, ia memandangi ruang di sekelilingnya. Semua itu serasa tidak asing.

‘Sungguhkah ini? Apakah aku kembali ke masa lalu?’ ucap Rangga dalam hati. Ia menampar wajahnya sendiri dan rasanya sakit. Lalu ia segera beranjak dari ranjangnya dan menuju ke arah cermin. Ia melihat dirinya yang masih muda.

Rangga berdebar-debar. Ia merasa senang luar biasa telah mendapatkan kesempatan untuk memperbaiki kehidupannya.

‘Di mana Citra… aku ingin sekali memeluknya… mulai saat ini, aku akan membahagiakannya!’ ucap Rangga dalam hati. Buru-buru ia keluar kamar dan mencari istrinya.

Rangga bergegas ke belakang sebab ia mendengar suara di dapur. Di sana ia melihat istrinya sedang memasak untuk makan malam.

Citra menoleh gugup ke arah Rangga begitu ia mendapati suaminya itu datang dengan raut wajah aneh.

“K-kangmas… maaf jika aku terlalu berisik saat memasak dan membangunkanmu… a-aku tadi tidak sengaja menjatuhkan sesuatu…” ujar Citra dengan ekspresi takut.

“Apa yang kau masak, sayang?” tanya Rangga.

Belum pernah Citra mendengarkan ucapan manis dari suaminya seperti itu. Ia sungguh kaget dan merasa ada yang tidak beres. Seharusnya Citra senang, namun kini ia berdebar cemas jika tiba-tiba suaminya akan menghajarnya lagi.

“A-aku… memasak… sayur lodeh…” jawab Citra dengan suara lirih dan ia menundukkan kepalanya dalam-dalam tak berani menatap suaminya.

Rangga tersenyum dan ia berjalan mendekat. Citra mulai sedikit gemetaran. Ia segera menyiapkan diri untuk mendapatkan tamparan lagi seperti sebelum-sebelumnya.

Namun tiba-tiba Rangga justru memeluk Citra.

“K-kangmas… ampun… aku sudah salah…” ucap Citra sambil menggigil. Ia menganggap suaminya akan membanting tubuhnya.

“Kau tidak salah… sungguh tidak. Justru aku yang bersalah karena selama ini selalu menyakitimu. Maafkan aku, Citra… mulai saat ini, aku akan berusaha menjadi suami baik untukmu…” bisik Rangga tanpa melepaskan pelukannya.

Di momen itu, Rangga merasa sangat bahagia. Bahkan sebelum ia kembali ke masa lalu, ia belum pernah sebahagia itu.

‘Betapa aku sudah buta tak pernah mensyukuri kehadiran istriku yang selalu setia meski aku selalu menyia-nyiakannya dan menyakitinya… kini aku tak akan mengabaikannya sedikitpun…’ ucap Rangga dalam hati.

Di saat yang sama, Citra sungguh heran mendengar bisikan suaminya. Maka pelukan sang suami itu kini terasa nyata dan sepertinya ia tak akan dibanting atau dipukul.

Namun demikian, Citra terlalu kaku dan ia hanya diam membeku saat suaminya memberikan pelukan. Ia sungguh tak tahu apa yang harus ia lakukan dan masih berada dalam situasi antara percaya dan tidak dengan apa yang terjadi.

Yang jelas, Citra merasa masih takut.

Rangga meregangkan pelukannya dan mengecup mesra kening sang istri. Ia menatapi Citra yang menundukkan wajah tak berani untuk menatap.

“Masih banyak yang harus kau kerjakan? Aku akan membantumu…” kata Rangga dengan lembut.

Kebaikan dan perubahan Rangga yang tiba-tiba itu tentu saja sangat aneh. Takutnya, semua itu hanya jebakan dan ia akan mendapatkan pukulan lagi yang lebih mengerikan dari sebelumnya.

“T-tidak, Kangmas… itu sudah harus diangkat. Sudah matang semuanya…” kata Citra masih takut dan gemetaran.

“Kalau begitu, biar aku yang mengangkatnya. Kau mandi saja dulu. Sudah hampir gelap. Nanti kau kedinginan…” kata Rangga sambil kembali mengecup kening istrinya.

“A-apakah tidak apa-apa?” ucap Citra. Ia sedikit memberanikan diri untuk mencari tahu sebenarnya apa maksud lelaki itu.

“Kenapa kau takut begitu padaku. Tidak apa-apa! Bersikaplah sedikit manja. Aku ini suamimu dan kau berhak meminta sesuatu dariku. Mandilah, aku akan membereskan dapur. Setelah itu aku juga akan mandi dan kita makan malam bersama…” kata Rangga.

“B-baik, kangmas…” balas Citra. Ia hanya tak berani membantah. Jika suaminya sudah memerintah, sebaiknya ia segera saja melakukannya.

Sejak pernikahan hasil perjodohan itu, Rangga sama sekali tak pernah menyentuh istrinya; dia masih perawan. Rangga tidak mencintainya meski istrinya itu berwajah cantik dan bertubuh bagus sebab saat itu Rangga sendiri sudah memiliki seorang kekasih.

Rangga menyalahkan Citra sebab setelah pernikahan itu, kekasih Rangga yang bernama Nawang menghilang entah kemana. Sejak saat itu pula Rangga merasa hancur dan tak memiliki semangat hidup.

Dulu Rangga tak bisa menolak perjodohan berujung pernikahan karena ia menyiksa sendiri tak mungkin menentang kehendak orang tuanya yang mengancam tak akan memberikan warisan jika tak mau menikahi Citra.

Selama setahun itu dan selama kedua orang tuanya hidup, Rangga memang tak pernah berbuat kasar. Namun sikapnya kepada Citra sangat dingin. Lalu kedua orang tua Rangga meninggal karena sebuah kecelakaan di mana kereta yang ditumpangi oleh mereka masuk jurang.

Rangga mendapatkan warisan semua kekayaan orang tuanya. Dan setelahnya, ia mulai main tangan dan sering memukul Citra hanya karena wanita itu melakukan kesalahan kecil. Bahkan kadang Rangga memukulnya meski Citra tidak salah. Semua itu untuk melampiaskan segala kekesalahnya karena Nawang menghilang.

Rangga menganggap Citra sebagai petaka dalam hidupnya. Nawang kembali muncul sekian tahun kemudian dan saat itu Citra sudah benar-benar terpuruk.

Kemunculan Nawang lantas membuat Rangga tak ragu lagi untuk benar-benar membuang istrinya.

Makanan sudah tersaji di meja makan. Citra sudah mandi dan demikian halnya dengan Rangga. Lalu mereka duduk bersama di ruang makan.

Suasana masih terasa canggung dan menakutkan bagi Citra yang mendapati keanehan pada suaminya. Ada yang benar-benar janggal.

“Ayo kita makan, sayang…” kata Rangga.

“Aku ambilkan untukmu, Kangmas…” kata Citra segera beringsut. Biasanya pun demikian; ia selalu mengambilkan makanan jika Rangga meminta makan. Telat sedikit saja, makian akan ia dapatkan. Kadang juga pukulan.

“Aku saja yang mengambilkan untukmu…” kata Rangga. Lagi-lagi sikap manis suaminya itu membuat Citra semakin cemas.

Rangga masih terus berusaha untuk bersikap baik demi mendapatkan hati istrinya.  

Dan jika mungkin malam itu ia tidur dengan istrinya, maka akan ia lakukan dengan sebaik-baiknya agar Citra lekas hamil dan dengan demikian Rangga berhasil menjalankan tujuannya tanpa harus mati lagi dan masuk ke tungku neraka di alam kematian.

“Citra, tak usah kau cuci semua ini. Besok saja aku yang mengerjakan. Ayo kita mengobrol di kamar kita…” ajak Rangga.

“Kamar kita?” ujar Citra sambil berdebar tak karuan. Belum pernah Rangga mengizinkannya berada di kamarnya. Ia selalu tidur di kamar belakang dekat dapur.

“Ya. Mulai malam ini dan seterusnya, kita akan tidur di ranjang yang sama, istriku sayang…” kata Rangga.

Di hari sebelumnya, Rangga kalah banyak saat berjudi. Ia sebenarnya punya uang, namun rasanya tak rela untuk memberikan uang itu. Sehingga, sebagai gantinya, Rangga memberikan istrinya untuk ditiduri oleh ketiga temannya.

Dan setelah itu, seharusnya, Citra dijadikan pelacur oleh Rangga; itu adalah momen pelik ketika Rangga benar-benar menghancurkan kehidupan istrinya.

Begitu mereka hendak bergegas menuju ke kamar, di luar terdengar suara ketukan pintu dan beberapa suara yang memanggil Rangga.

“Kangmas… sepertinya ada tamu…”

“Haduh… malam-malam begini… mengganggu saja!” kata Rangga kesal karena gangguan itu.

“B-biar aku saja yang membukakan pintu lalu menyiapkan minuman,” kata Citra.

“Aku saja yang membuka pintu dan aku akan mengusir mereka! Aku hanya ingin berdua saja denganmu, Citra…” kata Rangga. Ia segera ke depan dan membuka pintu rumahnya.

Yang datang adalah Parwo, Gatot dan Teguh. Ketiga lelaki itu datang dengan wajah sumringah.

“Ada apa kalian datang kemari?” tanya Rangga dengan nada datar. Ia ingat siapa ketiga orang itu dan tak mungkin melupakannya tentu saja. Di masa depan, ketiga teman itu pun adalah bajingan yang mengkhianatinya.

“Hei Rangga! Jangan pura-pura lupa. Bukankah malam ini kami akan mendapatkan bayaran bagus!” kata Parwo.

“Bayaran bagus apa?” ujar Rangga mencoba mengingat momen apakah itu.

“Sialan kau Rangga! Kemarin kau kalah dan berhutang banyak! Kau menjanjikan istrimu yang masih perawan itu sebagai bayarannya!” kata Gatot dengan suara keras.

Continue to read this book for free
Scan code to download App
Comments (2)
goodnovel comment avatar
Aris Matthew
meh nengdi wae platform e, pkoe aku melu bj
goodnovel comment avatar
Syaifur Rozak
Apa kabar kang mas
VIEW ALL COMMENTS

Latest chapter

  • Sang Pengubah Takdir   Akhir Cerita

    Serangan fajar itu berlangsung sengit. Pasukan Tirtapura benar-benar diuntungkan dengan keadaan musuh yang tidak siap dan masih kaget dengan ledakan.Pasukan pemanah segera beraksi menghujani benteng dan apapun di baliknya dengan panah. Lalu begitu panah-panah itu habis, pasukan darat segera berlari menyerbu melewati benteng yang rubuh itu dengan gagah berani sambil berteriak lantang saling membakar semangat satu sama lainnya.Senopati Teguh menahan Rangga agar tidak ikut masuk.“Di sini saja, Den… tugamu sudah selesai. Sisanya biar dibereskan pasukan darat dan pasukan kuda. Kita hanya perlu menunggu. Hari ini, tak sampai tengah hari, istana Wonobhumi akan takluk…” kata Senopati Teguh.Rangga tidak membantah. Ia menyaksikan kemelut itu dari kejauhan dan mendengarkan teriakan-teriakan mengerikan di balik benteng itu. Musuh tidak sepenuhnya siap dan kalah jumlah.Rupanya perang itu berlangsung cepat. Belum sampai matahari terasa terik, perang berakhir diiringi suara sorak sorai pasukan

  • Sang Pengubah Takdir   Hancurnya Benteng Wonobhumi

    Kereta Rangga berhenti di tempat yang direncanakan. Rangga bukannya lolos dari serangan itu. Ada dua anak panah yang telah tertancap di bahunya. Rasanya sungguh menyakitkan. Namun Rangga menghiraukan rasa sakit itu. Ketegangan membuatnya tak peduli dengan apapun.Pihak musuh tidak mengerti. Mereka banyak yang berpindah hingga di atas dan di sisi kanan dan kiri benteng itu sambil tetap berancang-ancang dengan panahnya. Rangga masih terpindung oleh bagian lengkung benteng sehingga siapa saja yang berada di atas belum bisa menyerangnya. Sementara ada banyak juga prajurit yang berada di balik gerbang benteng.Rangga segera bergegas ke belakang kereta. Ia menarik beberapa sumbu, lalu membakarnya tanpa ragu. Setelah itu, ia kembali memayungi tubuhnya dengan tameng dan ia berlari meninggalkan kereta itu kembali menuju ke pemukiman barat.Sungguh pun, Senopati Teguh sangat cemas. Ia sudah menyiapkan banyak prajurit pemanah saat itu. Saat Rangga berlari menyelamatkan diri, senopati Teguh memin

  • Sang Pengubah Takdir   Mendekati Benteng Musuh

    Beberapa hari kemudian, Pasukan Tirtapura sudah bergerak dan mereka berhasil menguasai wilayah barat kotaraja. Kini jarak kedua kubu itu bisa dibilang hanya beberapa langkah saja, terpisah oleh jalan dan juga benteng istana yang tinggi dan tebal.Dua kubu pasukan itu sudah sempat saling bersitegang dan bertukar serangan anak panah. Namun Senopati Wuring segera menghentikan hal itu karena bisa menjadi sebuah pemborosan.Dalam benak senopati Wuring ada banyak metode untuk menaklukkan Wonobhumi. Atau membuat mereka pada akhirnya membuka gerbang dan menyerang. Hal itu adalah sebuah kerugian besar bagi pihak Wonobhumi.Salah satu cara yang terpikirkan adalah dengan mengisolasi tempat itu. Tak akan ada pasokan makanan dan mereka tak akan bisa bertahan.Sementara, pasukan Tirtapura masih akan bisa bertahan karena mereka masih bisa mendapatkan pasokan makanan entah bagaimana caranya.Dan metode itu disampaikan oleh Senopati Wuring kepada semua jajaran senopati dan orang penting di kubu Tirtap

  • Sang Pengubah Takdir   Sampai Di Kotaraja Wonobhumi

    Hari-hari berlalu. Kini Rangga bersama rombongan besar pasukan Tirtapura sedang menuju ke kotaraja Wonobhumi.Pasukan Wonobhumi yang bertahan di kota Suluk akhirnya berhasil dikalahkan. Tidak banyak dari pasukan itu yang berhasil melarikan diri ke kotaraja. Selebihnya mati dan terluka parah, serta dijadikan tahanan sampai entah kapan.Yang pasti, kota-kota yang dilewati oleh pasukan Tirtapura selalu gemetar ketakutan sebab Wonobhumi sudah benar-benar kehilangan kekuatan, kecuali yang tersisa di kotaraja.Tentu setiap kota kadipaten akan memiliki pasukan sendiri-sendiri. Namun pada saat perang terjadi, kotaraja meminta sumbangan prajurit sehingga setiap kadipaten yang ada di wilayah Wonobhumi telah kehilangan setengah pasukannya.Dan kali ini, daripada hancur lebur, para adipati memilih untuk menyerah dan berdamai dengan Tirtapura yang artinya mereka dengan suka rela menyerahkan diri dan mengakui kedaulatan Tirtapura, serta mau menjadi bagian dari kerajaan tersebut.Hal itu tentu saja

  • Sang Pengubah Takdir   Citra Hamil?

    Dalam kekacauan itu, sayangnya tim yang berada di titik kedua kurang sabar. Banu juga merasa bingung dengan hiruk pikuk yang terjadi. Sehingga, semula yang seharusnya mereka menyalakan petasan ketika prajurit darat kembali untuk mengevakuasi teman-teman mereka, malah terburu-buru menyalakan petasan itu manakala mereka menganggap situasinya sudah tepat.Sehingga, pasukan darat musuh bisa dibilang selamat dari jebakan itu. Yang kena hanyalah kesatuan yang bertugas untuk mengangkut dan mengawal perbekalan.Senopati Teguh tak berani mengambil banyak resiko. Ia hanya menyuruh pasukannya untuk menghabiskan anak panah yang mereka miliki dan juga menjatuhkan bebatuan berukuran sedang dari atas gunung. Selebihnya mereka pergi meninggalkan tempat itu.Apapun itu, hasil dari serangan petasan tersebut cukup memuaskan. Ada banyak korban jatuh dari pihak Wonobhumi meski jumlah prajurit mereka masih sangat banyak.Namun demikian, mereka kehilangan waktu, kehilangan banyak kuda, dan juga amunisi lain

  • Sang Pengubah Takdir   Memporak-Porandakan Musuh Dengan Ledakan

    Rangga dan beberapa anggota timnya berada di lokasi titik pertama namun tak persis di tempat-tempat petasan itu dipasang sedemikian rupa.Prajurit darat sudah lewat dari tadi. Dan juga kereta-kereta pengangkut perbekalan. Rangga sampai merinding sendiri melihat banyaknya iringan panjang prajurit Wonobhumi tersebut.Yang dilakukan Rangga dan teman-temannya hanyalah berdiri di pinggir jalan karena tugas para prajurit di tempat itu memang hanya menjaga jalur.Hanya di awal-awal saja, pemimpin rombongan pasukan darat berhenti dan menanyakan situasi. Rangga menjawab jika jalur telah bersih dan aman untuk dilewati. Selebihnya para prajurit itu melanjutkan perjalanannya.“Panjang sekali barisannya… dan pasukan berkuda masih sangat jauh. Aku khawatir jika petasan kita gagal…” bisik Sanji yang saat itu berada di sebelah Rangga.“Jangan khawatir. Ada puluhan petasan dan tak mungkin tak ada yang meledak. Kita hanya harus berhati-hati saja, sebab yang akan kita hadapi nanti adalah kuda-kuda yang

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status