Share

Sang Pengubah Takdir
Sang Pengubah Takdir
Penulis: Black Jack

Kembali Ke Masa Lalu

Rangga menatap sosok mantan istrinya yang kini sedang duduk di sebelah ranjangnya dengan tatapan penuh penyesalan.

“Kenapa kau masih mau menemuiku dan merawatku setelah apa yang aku perbuat padamu, Citra?” ucap Rangga dengan suara parau.

“Karena hanya kau yang aku akui sebagai suamiku terlepas dari apa yang sudah kau lakukan padaku,” balas Citra. Ia tersenyum sambil mengelus punggung tangan suaminya yang telah rapuh itu.

Air mata Rangga mengalir deras. Kini ia tak berdaya dan sudah di ambang ajal. Segala yang ia miliki telah lenyap dan ketika ia hidup dalam keterpurukan, semua orang yang dulu memuja dirinya kini meninggalkannya.

Justru sang istri yang telah ia hancurkan hidupnya kini malah berada di sampingnya; menemaninya dengan segala ketulusan yang terpancar dari sorot matanya.

‘Dewata, jika ada kesempatan untuk kembali ke masa lalu, aku ingin memperbaiki segalanya… aku ingin membahagiakan istriku…’ ucap Rangga dalam hati. Lalu perlahan-lahan semua terlihat gelap.

Rangga berpikir ia sudah mati sebab ia merasa sedang melayang-layang dalam kegelapan dan kemudian terjatuh di depan satu sosok mengerikan yang berpenampilan serba hitam.

“S-siapa kau?” ujar Rangga.

“Anggap saja aku dewa kematian! Aku mendengar apa yang kau katakan tadi. Kau akan mendapatkan satu kesempatan untuk kembali ke masa lalu dan memperbaiki hidupmu. Jika sampai kau gagal membahagiakan istrimu seperti yang tadi kau ucapkan, dan jika dalam waktu 3 bulan kau gagal membuat istrimu hamil tanpa paksaan, maka aku akan mengambil nyawamu dan jiwamu akan aku panggang di tungku neraka di sebelah sana itu!” kata sosok hitam itu sambil menunjuk ke satu arah.

Rangga menoleh dan melihat ke arah itu di mana yang terlihat di sana adalah gambaran kehidupan kaum pendosa di tungku neraka dalam rangka penyucian jiwa.

“A-aku tidak mau ke sana… beri aku kesempatan itu… aku mohon…” kata Rangga sambil menggigil ketakutan.

Usai mengatakan hal itu, Rangga kembali merasa segalanya menjadi gelap dan ia merasa seperti terlempar begitu saja di sumur tanpa dasar.

“AAARRGHHHHH” Rangga terbangun dengan nafas terengah-engah. Seluruh tubuhnya basah oleh keringat. Dengan sedikit linglung, ia memandangi ruang di sekelilingnya. Semua itu serasa tidak asing.

‘Sungguhkah ini? Apakah aku kembali ke masa lalu?’ ucap Rangga dalam hati. Ia menampar wajahnya sendiri dan rasanya sakit. Lalu ia segera beranjak dari ranjangnya dan menuju ke arah cermin. Ia melihat dirinya yang masih muda.

Rangga berdebar-debar. Ia merasa senang luar biasa telah mendapatkan kesempatan untuk memperbaiki kehidupannya.

‘Di mana Citra… aku ingin sekali memeluknya… mulai saat ini, aku akan membahagiakannya!’ ucap Rangga dalam hati. Buru-buru ia keluar kamar dan mencari istrinya.

Rangga bergegas ke belakang sebab ia mendengar suara di dapur. Di sana ia melihat istrinya sedang memasak untuk makan malam.

Citra menoleh gugup ke arah Rangga begitu ia mendapati suaminya itu datang dengan raut wajah aneh.

“K-kangmas… maaf jika aku terlalu berisik saat memasak dan membangunkanmu… a-aku tadi tidak sengaja menjatuhkan sesuatu…” ujar Citra dengan ekspresi takut.

“Apa yang kau masak, sayang?” tanya Rangga.

Belum pernah Citra mendengarkan ucapan manis dari suaminya seperti itu. Ia sungguh kaget dan merasa ada yang tidak beres. Seharusnya Citra senang, namun kini ia berdebar cemas jika tiba-tiba suaminya akan menghajarnya lagi.

“A-aku… memasak… sayur lodeh…” jawab Citra dengan suara lirih dan ia menundukkan kepalanya dalam-dalam tak berani menatap suaminya.

Rangga tersenyum dan ia berjalan mendekat. Citra mulai sedikit gemetaran. Ia segera menyiapkan diri untuk mendapatkan tamparan lagi seperti sebelum-sebelumnya.

Namun tiba-tiba Rangga justru memeluk Citra.

“K-kangmas… ampun… aku sudah salah…” ucap Citra sambil menggigil. Ia menganggap suaminya akan membanting tubuhnya.

“Kau tidak salah… sungguh tidak. Justru aku yang bersalah karena selama ini selalu menyakitimu. Maafkan aku, Citra… mulai saat ini, aku akan berusaha menjadi suami baik untukmu…” bisik Rangga tanpa melepaskan pelukannya.

Di momen itu, Rangga merasa sangat bahagia. Bahkan sebelum ia kembali ke masa lalu, ia belum pernah sebahagia itu.

‘Betapa aku sudah buta tak pernah mensyukuri kehadiran istriku yang selalu setia meski aku selalu menyia-nyiakannya dan menyakitinya… kini aku tak akan mengabaikannya sedikitpun…’ ucap Rangga dalam hati.

Di saat yang sama, Citra sungguh heran mendengar bisikan suaminya. Maka pelukan sang suami itu kini terasa nyata dan sepertinya ia tak akan dibanting atau dipukul.

Namun demikian, Citra terlalu kaku dan ia hanya diam membeku saat suaminya memberikan pelukan. Ia sungguh tak tahu apa yang harus ia lakukan dan masih berada dalam situasi antara percaya dan tidak dengan apa yang terjadi.

Yang jelas, Citra merasa masih takut.

Rangga meregangkan pelukannya dan mengecup mesra kening sang istri. Ia menatapi Citra yang menundukkan wajah tak berani untuk menatap.

“Masih banyak yang harus kau kerjakan? Aku akan membantumu…” kata Rangga dengan lembut.

Kebaikan dan perubahan Rangga yang tiba-tiba itu tentu saja sangat aneh. Takutnya, semua itu hanya jebakan dan ia akan mendapatkan pukulan lagi yang lebih mengerikan dari sebelumnya.

“T-tidak, Kangmas… itu sudah harus diangkat. Sudah matang semuanya…” kata Citra masih takut dan gemetaran.

“Kalau begitu, biar aku yang mengangkatnya. Kau mandi saja dulu. Sudah hampir gelap. Nanti kau kedinginan…” kata Rangga sambil kembali mengecup kening istrinya.

“A-apakah tidak apa-apa?” ucap Citra. Ia sedikit memberanikan diri untuk mencari tahu sebenarnya apa maksud lelaki itu.

“Kenapa kau takut begitu padaku. Tidak apa-apa! Bersikaplah sedikit manja. Aku ini suamimu dan kau berhak meminta sesuatu dariku. Mandilah, aku akan membereskan dapur. Setelah itu aku juga akan mandi dan kita makan malam bersama…” kata Rangga.

“B-baik, kangmas…” balas Citra. Ia hanya tak berani membantah. Jika suaminya sudah memerintah, sebaiknya ia segera saja melakukannya.

Sejak pernikahan hasil perjodohan itu, Rangga sama sekali tak pernah menyentuh istrinya; dia masih perawan. Rangga tidak mencintainya meski istrinya itu berwajah cantik dan bertubuh bagus sebab saat itu Rangga sendiri sudah memiliki seorang kekasih.

Rangga menyalahkan Citra sebab setelah pernikahan itu, kekasih Rangga yang bernama Nawang menghilang entah kemana. Sejak saat itu pula Rangga merasa hancur dan tak memiliki semangat hidup.

Dulu Rangga tak bisa menolak perjodohan berujung pernikahan karena ia menyiksa sendiri tak mungkin menentang kehendak orang tuanya yang mengancam tak akan memberikan warisan jika tak mau menikahi Citra.

Selama setahun itu dan selama kedua orang tuanya hidup, Rangga memang tak pernah berbuat kasar. Namun sikapnya kepada Citra sangat dingin. Lalu kedua orang tua Rangga meninggal karena sebuah kecelakaan di mana kereta yang ditumpangi oleh mereka masuk jurang.

Rangga mendapatkan warisan semua kekayaan orang tuanya. Dan setelahnya, ia mulai main tangan dan sering memukul Citra hanya karena wanita itu melakukan kesalahan kecil. Bahkan kadang Rangga memukulnya meski Citra tidak salah. Semua itu untuk melampiaskan segala kekesalahnya karena Nawang menghilang.

Rangga menganggap Citra sebagai petaka dalam hidupnya. Nawang kembali muncul sekian tahun kemudian dan saat itu Citra sudah benar-benar terpuruk.

Kemunculan Nawang lantas membuat Rangga tak ragu lagi untuk benar-benar membuang istrinya.

Makanan sudah tersaji di meja makan. Citra sudah mandi dan demikian halnya dengan Rangga. Lalu mereka duduk bersama di ruang makan.

Suasana masih terasa canggung dan menakutkan bagi Citra yang mendapati keanehan pada suaminya. Ada yang benar-benar janggal.

“Ayo kita makan, sayang…” kata Rangga.

“Aku ambilkan untukmu, Kangmas…” kata Citra segera beringsut. Biasanya pun demikian; ia selalu mengambilkan makanan jika Rangga meminta makan. Telat sedikit saja, makian akan ia dapatkan. Kadang juga pukulan.

“Aku saja yang mengambilkan untukmu…” kata Rangga. Lagi-lagi sikap manis suaminya itu membuat Citra semakin cemas.

Rangga masih terus berusaha untuk bersikap baik demi mendapatkan hati istrinya.  

Dan jika mungkin malam itu ia tidur dengan istrinya, maka akan ia lakukan dengan sebaik-baiknya agar Citra lekas hamil dan dengan demikian Rangga berhasil menjalankan tujuannya tanpa harus mati lagi dan masuk ke tungku neraka di alam kematian.

“Citra, tak usah kau cuci semua ini. Besok saja aku yang mengerjakan. Ayo kita mengobrol di kamar kita…” ajak Rangga.

“Kamar kita?” ujar Citra sambil berdebar tak karuan. Belum pernah Rangga mengizinkannya berada di kamarnya. Ia selalu tidur di kamar belakang dekat dapur.

“Ya. Mulai malam ini dan seterusnya, kita akan tidur di ranjang yang sama, istriku sayang…” kata Rangga.

Di hari sebelumnya, Rangga kalah banyak saat berjudi. Ia sebenarnya punya uang, namun rasanya tak rela untuk memberikan uang itu. Sehingga, sebagai gantinya, Rangga memberikan istrinya untuk ditiduri oleh ketiga temannya.

Dan setelah itu, seharusnya, Citra dijadikan pelacur oleh Rangga; itu adalah momen pelik ketika Rangga benar-benar menghancurkan kehidupan istrinya.

Begitu mereka hendak bergegas menuju ke kamar, di luar terdengar suara ketukan pintu dan beberapa suara yang memanggil Rangga.

“Kangmas… sepertinya ada tamu…”

“Haduh… malam-malam begini… mengganggu saja!” kata Rangga kesal karena gangguan itu.

“B-biar aku saja yang membukakan pintu lalu menyiapkan minuman,” kata Citra.

“Aku saja yang membuka pintu dan aku akan mengusir mereka! Aku hanya ingin berdua saja denganmu, Citra…” kata Rangga. Ia segera ke depan dan membuka pintu rumahnya.

Yang datang adalah Parwo, Gatot dan Teguh. Ketiga lelaki itu datang dengan wajah sumringah.

“Ada apa kalian datang kemari?” tanya Rangga dengan nada datar. Ia ingat siapa ketiga orang itu dan tak mungkin melupakannya tentu saja. Di masa depan, ketiga teman itu pun adalah bajingan yang mengkhianatinya.

“Hei Rangga! Jangan pura-pura lupa. Bukankah malam ini kami akan mendapatkan bayaran bagus!” kata Parwo.

“Bayaran bagus apa?” ujar Rangga mencoba mengingat momen apakah itu.

“Sialan kau Rangga! Kemarin kau kalah dan berhutang banyak! Kau menjanjikan istrimu yang masih perawan itu sebagai bayarannya!” kata Gatot dengan suara keras.

Komen (2)
goodnovel comment avatar
Aris Matthew
meh nengdi wae platform e, pkoe aku melu bj
goodnovel comment avatar
Syaifur Rozak
Apa kabar kang mas
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status