Share

Takdir (2)

“!!!!!”

Fuschia terduduk lemas. Matanya membelalak seolah akan meledak. Suara rintihan Merri, gadis polos yang setia kepadanya, terdengar memilukan. Sedang Fuschia hanya mampu menangis dan mengemis agar tindakan bejat itu segera diakhiri.

Lalu Raymon mendekat. Ia merampas bayi Fuschia yang tengah menangis histeris dari pelukannya. Suara tangisannya mengoyak hati Fuschia, sekaligus membuat gembira para monster yang entah sejak kapan berkerumun. Fushia menahan kaki Raymon sekuat tenaga yang dibalas dengan tendangan keras ke kepalanya.

“HAARGG! HURRGH!” Fuschia mencium tanah. Rasa marahnya menumpulkan rasa sakit di sekujur tubuhnya. Ia merangkak sekali lagi untuk menahan kaki Raymon, hasilnya sama.

‘Kenapa?! KENAPA?! Apa yang ingin kau lakukan pada babyku?! Bajingan! Brengsek! Bukannya aku, Fuschia, hanya butuh diasingkan? Kenapa kau melakukan ini ke aku dan babyku? KENAPA?!’ Fuschia di dalam novel tidak peduli dengan bayinya, tapi beda dengan Fuschia ini. Ia amat menyayangi putranya.

 Dalam kegamangan, Fuschia menyaksikan bayinya dilempar ke kerumunan monster di luar penghalang ajaib bagaikan umpan buaya. Kumpulan monster itu segera mengoyak dan mencabik-cabik tubuh mungil bayinya. Tangan, kaki dan kepala terpisah dari tubuh bayi malang itu. Belum ada sedetik, tubuh bayinya telah tiada tak bersisa.

“ARGH!!” Tubuh Fuschia kejang. Semua pembuluh darah di matanya pecah, dan air mata darah perlahan mengalir di wajahnya. Tubuhnya yang tergeletak lemas di tanah begitu menyedihkan.

“Orang itu mengatakan agar aku membunuh anakmu dan pelayan setiamu dengan cara paling sadis sebelum aku membunuhmu”

‘O..rang itu?’

Lalu dari balik kegelapan hutan, Hayden dan seorang wanita berambut merah yang dikuncir tinggi gaya ekor kuda, muncul bersama.

‘Hay…den? Kenapa kau ke sini ... dan wanita berambut merah? Sa…rah?!’

“Kau telah tiba, Yang Mulia Putra Mahkota. Saya telah menghabisi nyawa anak dan pelayannya untuk makan malam para monster.”

“Kerja bagus, Raymon.”

“!!!!!”

‘Gimana bisa Hayden?! Kenapa?!’

“Aku memberitahumu ini karena ini adalah saat-saat terakhirmu. Aku tidak  ingin kau mati dalam keadaan penasaran lalu menghantuiku. Kau tahu kan, mitos tentang hantu penasaran? Walaupun aku tidak  sepenuhnya percaya, tidak ada salahnya mencoba. Fuschia, aku ingin membunuhmu sejak pertama kali kita bertemu. Dengan cara sesadis mungkin, agar tidur malamku nyenyak. Aku hampir frustrasi karena kau sempat menghindariku bahkan mencoba membatalkan pertunangan kita. Kupikir kau membaca rencanaku, tapi pada akhirnya, kau jatuh dalam perangkapku. Bodoh.”

Fuschia memelototi Hayden dengan mata merah. Sedang Hayden menyeringai.

“Aku muak denganmu jadi mana mungkin aku tidur denganmu dalam satu ranjang? Cuih! Anakmu itu adalah anak seorang budak rendahan! Hahahaha! Kau pasti sangat marah karena seorang budak rendahan menyentuh tubuhmu, bukan? Aku tahu bagaimana tingginya harga dirimu, Fuschia. Hahahahah. Raymon, selesaikan.”

Raymon mengangkat tinggi-tinggi pedangnya ke udara. Bilahnya memantulkan cahaya bulan sehingga sepertinya bisa memotong tulang dengan satu ayunan.

‘Bangsat! Aku tidak akan memohon apapun kepada tuhan atau siapapun! Babyku, tunggu mama.’

Pedang ksatria itu terayun ke bawah. Memotong angin dan memisahkan kepalanya dari tubuhnya. Hidupnya berakhir menyedihkan begitu saja terlepas dari usahanya. Sebelum otaknya menerima kematiannya, mata Fuschia dipenuhi kupu-kupu hitam hingga akhirnya penglihatannya memudar.

***

Fuschia membuka matanya. Sesuatu terasa sangat aneh. Selimut lembut yang mendekap tubuhnya, dan sinar matahari hangat yang masuk melalui jendela besar kamarnya sangat kontras dengan momen tragis yang baru saja dia alami.

‘Hmp. Ternyata, bangkit dari kematian adalah kutukanku. Sial.’

“Yang Mulia Putri Mahkota, Anda telah bangun?” suara lembut Merri meyakinkannya kalau kini ia kembali menjadi sosok Fuschia. 

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status