Share

Bab 1

Sekuat tenaga Gadis itu menahan gejolak dalam hatinya, kesal karena sang kekasih yang katanya akan datang tepat waktu tapi sampai sekarang belum juga sampai. Padahal ini sudah hampir satu jam dirinya menunggu.

 

Intan, gadis yang berumur dua puluh empat tahun. Memiliki kekasih yang bernama Ferdi, mereka sudah menjalin hubungan dua tahun lamanya, tapi sampai sekarang sepertinya pria itu belum ada niat untuk membawa hubungan mereka ke jenjang yang lebih serius.

 

Dan sekarang ia meminta bertemu dengan kekasihnya itu,  sudah hampir seminggu mereka tak pernah bertemu lagi.

 

Suara pintu terbuka mengalihkan perhatian gadis itu dari minumannya, ia tersenyum lega melihat sang kekasih akhirnya datang juga.

 

"Maaf, membuat mu menunggu lama," ucap Ferdi merasa bersalah.

 

"Tidak apa-apa, yang terpenting sekarang sudah sampai."

 

Intan menyodorkan menu makanan yang ada di kafe itu. Dari tadi ia sudah menunggu Ferdi agar bisa makan bersama.

 

"Kamu sudah pesan?" tanya ferdi,  melihat meja yang masih kosong membuat ia ingin bertanya.

 

"Belum, kak. Sengaja biar bisa makan sama-sama." Jawab Intan sembari tersenyum manis.

 

Ferdi menggeleng, "aku gak makan. Kalau kamu mau, pesan saja. Aku akan pesan minum jus buah Saja," ucapnya, membuat raut wajah Intan langsung kecewa seketika.

 

Intan merasa kesal, kalau pada akhirnya seperti ini untuk apa ia menunggu. Tapi dirinya juga tidak ingin makan sendiri, karena itu ia akhirnya juga ikut tidak memesan makanan.

 

"Ya sudah, kita mengobrol aja."

 

Ferdi mengangguk Setuju. Setelah pesanan mereka datang Intan mulai berpikir, mungkin ini saat yang tepat untuk ia berbicara serius. Gadis itu bahkan sudah memilin jari telunjuknya karena gugup menyerang seketika.

 

"Kak?"

 

"Mm"

 

"Aku mau ngomong," ucap Intan gugup. Setelah mendapat persetujuan dari Ferdi, intan kembali bersuara. "Kita sudah berpacaran dua tahun, kak. Apa kakak Ferdi tidak mau melanjutkan hubungan ini ke jenjang yang lebih serius? Maksudku ...," Intan tak sanggup lagi melanjutkan ucapannya, ia merasa malu sekali.

 

Padahal seharusnya yang berucap seperti itu adalah Ferdi, tapi berhubung pria itu tidak memiliki kepekaan, membuat intan mengambil langkah memalukan ini.

 

Tidak ada Jawaban dari mulut Ferdi, pria itu hanya tertunduk diam.

 

"Maaf,"

 

Intan menjadi bingung, kenapa sang kekasih malah minta maaf? Apa dia tidak mau menikah dengannya? Atau mungkin sang kekasih masih mau mengulur waktu?

 

Pertanyaan- demi pertanyaan itu membuat ada rasa sesak di hati gadis itu. Ia takut jika Ferdi tak serius dengan hubungan ini.

 

"Sekali lagi maafkan aku, Instan. Mungkin kita berdua memang tidak jodoh," ucap Ferdi, lagi.

 

Ferdi mengambilnya sesuatu dari sakunya, yang mungkin setelah ini bisa membuat hati gadisnya didepan ini Semakin hancur. Sebenarnya ia tak tega melakukan ini, tapi ia tidak punya pilihan lain, baginya inilah saat yang tepat. Ia tidak ingin  menyimpan rahasia ini semakin lama,  yang pada akhirnya mereka berdua akan tetap tak dapat bersama.

 

Sebuah undangan yang sangat cantik diletakkan Ferdi diatas meja, membuat  perasaan gadis itu mulai tidak enak.

 

"Maksud kamu apa, kak?" Tanya Intan tak mengerti kala sang kekasih menyodorkan sebuah undangan padanya.

 

"Maaf ... Aku tidak bisa mengabulkan permintaan mu. Karena aku harus menikah dengan wanita pilihan orang tua ku,"

 

Deg

 

Hancur ... Se hancur-hancur nya. Intan menutup mulutnya ya menganga tidak percaya. Ia mengambil kertas yang terlihat elegan itu dengan tangan bergetar,  seakan itu adalah bom waktu baginya.  Intan membukanya hati yang hancur,  dan benar saja nama Ferdi dan nama seorang wanita lain terukir indah disana.

 

"Kamu! Aku mohon, jangan bercanda kak. Ini tidak mungkin, bagaimana ini semua bisa terjadi?"

 

Air mata gadis itu sudah jatuh berderai, sama dengan hatinya yang ikut remuk karena perkataan pria didepanya ini. Dua tahun mereka memperjuangkan hubungan ini, dirinya sudah terlalu  banyak harapan dari Pria ini, tapi kenapa dia begitu tega menghancurkan hatinya?

 

"Ini memang benar, aku dijodohkan dengan pilihan orang tua ku. Maaf," Mata pria itu ikut berkaca-kaca melihat gadis yang masih dicintai menangis, apalagi tatapan kecewa itu sungguh membuat hatinya ikut sakit.

 

Tapi dimata Intan tak seperti itu,  ia bahkan melihat pria ini masih begitu santai, sepertinya tak ada niat sedikit pun dari Ferdi untuk memperjuangkan hubungan mereka berdua.  Dirinya menjadi ragu,  apa benar selama ini Ferdi mencintainya,  atau ucapan pria itu hanya omong kosong?

 

"Pembohong! Dasar pria bajingan! Apa selama ini kamu hanya mempermainkan ku?! " Teriak Intan marah. Gadis itu membanting gelas yang tadi didepanya.

 

Untung kafe itu belum ada pengunjung lain, membuat mereka tidak menjadi pusat perhatian. Melihat intan yang mengamuk, Ferdi hanya bisa terdiam, tak tahu bagaimana lagi dirinya harus bersikap pada wanita yang telah ia sakiti.

 

Intan mengambilnya tasnya di atas meja. Ia kembali tersenyum pedih melihat undangan yang ada ditangannya.

 

"Ingat satu hal, kak. Setelah ini aku akan membenci dirimu! Kamu tidak akan pernah bahagia di atas penderitaan ku!" Setelah itu ia pergi meninggalkan Ferdi dengan sejuta luka dihatinya tanpa menoleh sedikit pun.

 

Sudah cukup ... Dia tidak ingin lagi melihat wajah tanpa dosa itu, yang membuatnya sangat muak akan janji-janji manisnya selama ini Ferdi berikan.

 

Kau tidak akan pernah bahagia!

 

Itu sumpah Intan dalam hati. Suatu hari nanti ia akan kembali untuk membalas mereka yang telah mengecewakan nya.

 

*******

 

Intan berlari keluar dari kafe, air mata yang dari tadi membanjiri pipinya,  membuat orang-orang  menatap gadis itu dengan penasaran.

 

Tapi  Intan tak peduli,  ia terus berjalan menuju motor nya,  yang ia inginkan sekarang pergi sejauh mungkin agar bisa membuang rasa sakit hatinya ini.

 

“Kau kejam, kak.  Kenapa kamu melakukan ini padaku!” Teriak gadis itu frustrasi.

 

Ferdi terdiam setelah apa yang ia lakukan pada kekasihnya.  Ia menatap nanar Intan yang pergi dengan penuh kemarahan.

 

Jika boleh memilih,  dirinya juga tak ingin ini terjadi. Tapi ia juga tak ingin  menjadi anak durhaka kepada orang tuanya.

 

Dari dulu ibunya sudah tak menyukai  Intan,  itu semua terjadi masih karena faktor yang sama,  kasta!

 

Ferdi sangat benci mengingat itu,  tapi disatu sisi ia tak ingin kehilangan semuanya,  harta,  kemewahan, dan orang tua.  Dia tidak ingin kehilangan itu semua hanya  karena satu gadis,  itulah yang ia pikirkan sekarang. Jika saja Intan tahu apa yang ada dalam pikiran nya saat  ini pasti gadis itu akan membunuhnya.

 

“Maaf atas keegoisan ku, aku tau kamu pasti bisa menemukan yang lebih baik dari ku,” gumamnya sendu.

 

Sekarang ia tak tahu hidupnya akan seperti apa,  apa akan bahagia atau mungkin sumpah Intan berlaku padanya?

 

Ferdi mulai meninggalkan kafe itu dengan linglung, sudah cukup ia menyaksikan drama hari ini,  setelah ini ia mungkin sudah tak sanggup lagi.

 

*******

 

 

 

 

 

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status