Share

Bab 4

Author: Keira
last update Last Updated: 2025-08-28 12:00:43

Perlahan pelukan itu akhirnya terlepas. Vira masih bisa merasakan hangatnya, tapi ia buru buru mengalihkan pandangan. wajahnya tetap pucat, keringat dingin masih menetes di pelipis.

Rakha menarik nafas, lalu tanpa banyak bicara dia meraih tangan Vira, menuntunnya keluar dari kamar mandi. Gerakannya hati hati seolah takut cewek itu bakal jatuh.

"Duduk dulu" ucap Rakha pelan sambil menuntun Vira ke tepi ranjang.

Vira menurut, meski matanya terus mengikuti gerak gerik Rakha. Ada sesuatu yang aneh dalam cara cowok itu bersikap, sesuatu yang belum pernah ia lihat sebelumnya.

Rakha berdiri sebentar di depan pintu lalu menoleh "Aku keluar dulu bentar, beli test pack".

Vira mengernyit "Lo... beneran serius?" Rakha menatapnya sebentar, matanya penuh keyakinan "Gue nggak main main, kalau emang ada apa apa kita harus tau secepatnya."

Rakha melangkah cepat keluar unit, nafasnya terasa berat. Tangannya otomatis merogoh saku celana, mencari kunci mobil kesayangannya.

Begitu sampai di loby apartemen pikirannya masih berantakan. "Kalau beneran hamil gue harus gimana? batinnya. Tapi langkah kakinya nggak goyah sama sekali.

Di parkiran basement, ia menekan remote. Bunyi "Beep" langsung terdengar, lampu Hazard mobilnya berkedip singkat. tanpa buang waktu, Rakha membuka pintu, duduk di balik setir, dan langsung menyalakan mesin.

Deru mobil menggema di parkiran. Rahangnya mengeras, tangannya mencengkeram erat setir. “Tenang, Rak… jangan kebawa panik. Lo harus dapetin test pack siang ini juga,” gumamnya lirih.

Mobil meluncur keluar dari parkiran apartemen, cahaya matahari bikin matanya sedikit menyipit. Jalanan siang itu cukup ramai, suara klakson bersahut-sahutan, tapi Rakha tetap injak gas.

Tatapannya nyisir tiap sisi jalan, nyari papan hijau putih tanda apotek di antara deretan ruko dan toko yang berjejer.

Rakha menginjak rem pelan pas liat papan hijau putih dengan logo plus. "Akhirnya ketemu juga." Dia buru buru parkir mobil agak serong, nggak peduli sama tatapan orang sekitar.

Langkahnya cepat masuk ke dalam apotek. Aroma obat langsung nyambut hidungnya, dinginnya AC bikin keringat di pelipisnya menetes makin deras.

“Selamat siang, ada yang bisa saya bantu?” sapa kasir yang berdiri di balik meja.

Rakha terdiam sepersekian detik. Tenggorokannya kering, kata katanya kayak nyangkut. “Ehm… itu… ada test pack nggak?” tanyanya, suaranya sedikit rendah tapi jelas ada kegugupan.

Kasir itu menoleh sebentar, lalu ngangguk. “Ada, Mas. Mau merek apa?”

Rakha ngucek tengkuknya sendiri, ngerasa canggung. “Apa aja deh… yang paling akurat.”

Kasir itu ambilkan satu kotak kecil, lalu naruh di meja kasir. Kotak mungil itu rasanya lebih berat dari apa pun. Rakha lempar pandang ke arah barang itu, lalu buru buru gesek kartu.

Selesai transaksi, kasir masih sempat senyum sopan. “Semoga bermanfaat, Mas.”

Rakha cuma angguk singkat, ngeraih plastik kecil itu dengan tangan agak gemetar, terus langsung melangkah keluar tanpa banyak bicara.

Rakha menggenggam erat kantong plastik kecil di tangannya. Baru saja langkah kakinya mau melangkah keluar dari apotek, suara familiar langsung bikin jantungnya nyaris loncat keluar.

“Eh, Rakha?!”

Deg.

Suara itu terdengar jelas di belakangnya. Rakha buru buru menoleh, matanya sedikit membesar, dan seketika rasa panik merambat di seluruh tubuh.

Temannya berdiri di depan pintu apotek, wajahnya santai sambil senyum tipis. “Ngapain lu di sini? Belanja obat ya?”

Rakha refleks menyelipkan kantong plastik ke belakang tubuhnya, berharap pandangan temannya nggak terlalu tajam. “I-iya… nihh...,” jawabnya terbata.

Temannya mendekat dua langkah, matanya sedikit melirik ke arah tangan Rakha. “Serius? Kok kayaknya lu nyembunyiin sesuatu?”

Rakha langsung menggeleng cepat, wajahnya kaku. “Nggak ada apa-apa. Obat masuk angin doang, bro. Hehe.”

Suara tawanya garing, terlalu dipaksain, dan justru bikin suasana makin canggung.

Temannya mengangkat alis, tapi akhirnya cuma nyengir. “Yaudah, hati-hati aja. Jangan sakit, men.”

Rakha cuma mengangguk singkat, buru-buru melangkah pergi. Langkah kakinya terasa lebih berat dari biasanya, sementara di tangannya, kantong plastik itu serasa meledak kapan aja kalau sampai ketahuan isinya.

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Satu Atap   Bab 8

    Vira masih nyengir puas karena berhasil bikin Rakha sewot. Tapi detik berikutnya, tatapan mereka bertemu, dan hening mendadak jatuh. Bukan hening yang canggung, tapi hening aneh yang bikin jantung berdetak lebih cepat dari biasanya. Rakha buru-buru mengalihkan pandangan, pura-pura sibuk ngerapiin meja makan yang sebenarnya udah nggak berantakan sama sekali. "Yaudah, ayok kita keluar belanja. Bahan makanan di kamar lo juga pasti udah habis, kan? Sekalian aja." Vira sempat kaget dengan ajakan itu, matanya melebar. "Hah? Sore-sore gini, Rak? Males banget gue keluar." Rakha nyengir tipis, lalu ngambil kunci mobil dari meja. "Justru sore gini enak, masih terang, nggak panas, nggak juga terlalu rame. Udah, ayo. Gue anterin." Ada sesuatu di nada suara Rakha yang bikin Vira nggak bisa nolak. Entah karena beneran butuh belanja, atau karena cara Rakha ngomong barusan bikin hatinya nggak tenang. Akhirnya, dengan sedikit manyun, dia ambil tas kecilnya. "Iya, iya. Tapi lo yang

  • Satu Atap   Bab 7

    Vira menahan napas, tangannya gemetar waktu ngebuka tisu pembungkus itu. Rakha yang duduk di sebelahnya sama sekali nggak bisa nyembunyiin deg-degannya, bahkan dia refleks ngegepalin tangan di atas lutut. Perlahan, garis tipis mulai muncul. Vira langsung nutup mulutnya pakai tangan satunya, mata membelalak. “Rak…” suaranya serak, hampir nggak keluar. Rakha buru-buru condong, ngeliat lebih dekat. Wajahnya serius sebentar, lalu tiba-tiba senyum lebar kebentuk di bibirnya. “Iyah… kamu beneran hamil,” katanya dengan nada mantap, tapi matanya berbinar aneh. Belum sempet Vira nyerap kata-kata itu, Rakha langsung berdiri setengah lompat dari tempat duduknya, neriakin dengan antusias, “YESSS!!! Gue punya anak! Wih gila, Vir, kira-kira anaknya mirip gue atau lo yah? Kalau mirip gue pasti ganteng, kalau mirip lo—” “Ihh, Rakha! Bego banget sih lo!” Vira langsung motong dengan suara agak keras, wajahnya panas setengah kesel setengah panik. “Kita kan belum nikah! Ini namanya ha

  • Satu Atap   Bab 6

    Lift berbunyi ting ketika pintu terbuka di lantai tiga. Rakha buru-buru melangkah keluar, tapi suara temannya menahannya sebentar. “Rak!” panggilnya. Rakha menoleh cepat. “Apa lagi?” Temannya menyunggingkan senyum setengah menggoda, setengah serius. “Apa pun hasilnya nanti… jangan kabur, Bro." Rakha mendengus, buru-buru nyela. “Kan udah gue bilang, ini buat nyokap gue, bukan buat Vira—” Rakha langsung nutup mulutnya sendiri, terlambat sadar. Temannya mendelik, nyaris teriak. “HAH?! VIRA??” Rakha panik, wajahnya merah padam. “Eh, anj— maksud gue bukan gitu! Salah ngomong gue tadi.” Temannya menyilangkan tangan, tatapan penuh kecurigaan. “Rakha, Rakha… lo pikir gue bego? Dari dulu kalian ribut mulu kayak Tom & Jerry, sekarang tiba-tiba lo keluar malem-malem beli beginian, terus keceplosan nyebut nama Vira? Gila, plot twist banget hidup lo.” Rakha nyaris kehabisan kata-kata. “Sumpah, nggak kayak yang lo pikirin. Gue cuma… ya dia tadi sakit, muntah-muntah. Gue panik, mak

  • Satu Atap   Bab 5

    Begitu pintu mobil tertutup rapat, napas Rakha akhirnya pecah dalam helaan berat. “Astaga…” gumamnya, sambil menyandarkan kepala ke setir. Kantong kecil di tangannya terasa jauh lebih berat daripada sekadar plastik tipis berisi test pack. “Gila... apes banget sih gue hari ini,” gumamnya dengan nada setengah kesal, setengah panik. “Kenapa harus ketemu si bego itu pas banget keluar apotek...” Dia mengacak rambutnya, frustrasi. Kantong belanja kecil itu seakan menatap balik, bikin jantungnya makin deg-degan. Rakha menghela napas lagi, kali ini lebih panjang, lalu menutup wajah dengan kedua tangan. “Ya Allah, kenapa ribet banget, sih... baru juga mau cari jawaban, eh malah hampir ketahuan,” ucapnya lirih, nyaris seperti orang ngomel sama dirinya sendiri. Rakha menekan pedal gas tanpa banyak pikir, membiarkan deru mesin mengisi keheningan malam. Jalanan seolah jadi pelarian singkat dari riuh yang masih menggema di kepalanya. Begitu sampai di basement apartemen, ia memutar kemudi pe

  • Satu Atap   Bab 4

    Perlahan pelukan itu akhirnya terlepas. Vira masih bisa merasakan hangatnya, tapi ia buru buru mengalihkan pandangan. wajahnya tetap pucat, keringat dingin masih menetes di pelipis. Rakha menarik nafas, lalu tanpa banyak bicara dia meraih tangan Vira, menuntunnya keluar dari kamar mandi. Gerakannya hati hati seolah takut cewek itu bakal jatuh. "Duduk dulu" ucap Rakha pelan sambil menuntun Vira ke tepi ranjang. Vira menurut, meski matanya terus mengikuti gerak gerik Rakha. Ada sesuatu yang aneh dalam cara cowok itu bersikap, sesuatu yang belum pernah ia lihat sebelumnya. Rakha berdiri sebentar di depan pintu lalu menoleh "Aku keluar dulu bentar, beli test pack". Vira mengernyit "Lo... beneran serius?" Rakha menatapnya sebentar, matanya penuh keyakinan "Gue nggak main main, kalau emang ada apa apa kita harus tau secepatnya." Rakha melangkah cepat keluar unit, nafasnya terasa berat. Tangannya otomatis merogoh saku celana, mencari kunci mobil kesayangannya. Begitu sampai di

  • Satu Atap   Bab 3

    Beberapa hari mereka masih seperti itu, papasan, pura-pura gak liat atau paling angguk tipis. Sampai akhirnya, pagi itu.... Hari itu, lorong apartemen sepi. Vira baru keluar unitnya, niatnya cuma mau turun bentar. Pas banget ketemu Rakha mereka hanya saling lempar tatapan bentar. Belum sempat melangkah jauh, Vira mendadak berhenti. Tangannya menyekap mulut, wajahnya pucet. Rakha otomatis menoleh. Cewek itu goyah, badannya kelihatan lemas. Rakha langsung lari nyamperin, tangannya sigap menangkap bahu Vira biar gak jatuh. "Lo kenapa?!" suaranya sedikit panik, beda banget dari biasanya. Vira cuma menggelengkan kepalanya, matanya berkaca-kaca. Dia sudah gak kuat nahan mualnya yang makin parah. Rakha menoleh ke arah pintu kamarnya yang sedikit kebuka - yang tadi belum sempat kekunci. "Sini ikut gue.." Tanpa banyak mikir, Rakha menuntun Vira masuk ke kamarnya. membawa Vira masuk ke kamar mandi, begitu pintu kamar mandi terbuka Vira langsung lari kecil ke arah kloset dan muntah sej

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status