Share

Bab 2

Author: Keira
last update Last Updated: 2025-08-27 11:58:34

Pagi itu, sinar matahari nyelip dari balik tirai, jatuh tepat ke wajah Vira. Gadis itu meringis kecil, kelopak matanya bergetar sebelum akhirnya terbuka perlahan. Begitu sadar dirinya tidak sendirian di ranjang, jantungnya langsung melonjak.

Napasnya tercekat. Tubuhnya refleks mundur sedikit, tangan gemetar menarik selimut sampai menutupi dada. “A-anjir…” gumamnya pelan, suara bergetar. Ia bisa ngerasain kakinya dingin, jemarinya kaku, kayak habis ketangkep basah.

Rakha yang sedari tadi duduk di pinggir ranjang, buru-buru mengalihkan pandangan. Padahal tadi matanya sempat jatuh ke wajah Vira. Ada jeda hening, kaku, dan bikin ruangan terasa lebih sempit dari biasanya.

“Lo… udah bangun?” suara Vira serak, nyaris patah di ujung.

“Hm.” Rakha nyeletuk seadanya, menunduk, “Lo tidur kayak orang kecapekan banget.”

Degupan jantung Vira makin nggak karuan. Tubuhnya panas, telapak tangannya basah oleh keringat. Ia meremas selimut erat-erat, seolah kain tipis itu bisa jadi perisai. Bayangan kejadian semalam muncul sekilas, bikin tenggorokannya tercekat.

“Gue… semalam…,” katanya tersendat. Nafasnya naik turun, dada sesak kayak dicekik.

Rakha menghela nafas panjang, bahunya turun sedikit. “Sorry, Ra… gue beneran nggak bisa nahan. Gue masih normal. Lo tau sendiri gimana lo semalam… Kalau lo nggak mulai godain gue dulu, mungkin gue nggak bakal kepancing. Dan mungkin semua ini nggak bakal kejadian.”

Kuping Vira langsung panas. Jari-jarinya bergetar di atas selimut, matanya membesar tapi buru-buru ia tundukkan. Suaranya pelan, lirih, hampir nggak terdengar, “Gue juga… nggak tau kenapa bisa nyasar ke kamar lo. Gue beneran ngira ini unit gue.”

Rakha nyengir miring, nada sarkas keluar begitu aja. “Iya, ngira-ngira ujung-ujungnya tidur di ranjang gue juga? Pinter banget.”

“Lo pikir gue sengaja apa?!” Vira akhirnya mendongak, tapi matanya berkaca-kaca. Tangannya gemetar sampai selimut berkerut. “Gue mabuk! Otak gue udah nggak bisa mikir normal waktu itu!”

Rakha terdiam sebentar, lalu mendecak pelan. “Ya tetep aja… semalam udah kejadian. Dan lo nggak bisa pura-pura lupa gitu aja.”

Ucapan itu kayak tamparan. Vira nunduk lagi, jemarinya mencengkeram ujung selimut sampai memutih. Badannya bergetar halus, entah karena marah, malu, atau takut sama pikirannya sendiri.

“Ya udah… anggap aja— nggak pernah terjadi,” katanya akhirnya. Suaranya bergetar, jauh dari tegas.

Rakha menatapnya lama. Senyum tipis muncul di bibirnya. “Gue gak pakai pengaman.”

Detik itu juga, Vira gemetaran makin parah. Matanya melebar, napasnya tercekat. Ia buru-buru bangkit, nyambar bajunya dengan tangan yang masih kaku, lalu kabur ke kamarnya sendiri.

Begitu pintu terkunci rapat, Vira jatuh terduduk di baliknya. Tangan menutupi wajah, bahunya naik turun cepat.

“Lupain.”

Di kamar sebelah, Rakha menyalakan rokok, menghembuskan asap pelan. Senyum tipis muncul, meski matanya masih terpaku ke arah pintu yang tadi ditutup Vira.

“Terserah lo. Gue juga nggak peduli lagi…” gumamnya. Tapi nadanya jelas berlawanan sama isi kepalanya.

Hari-hari berikutnya, suasana apartemen jadi aneh. Biasanya mereka ribut soal hal sepele—musik keras, pintu kebanting, heels nyasar. Tapi kali ini beda.

Setiap papasan di lorong, bukannya adu mulut, mereka malah cuma saling lirik sekilas lalu buru-buru mengalihkan pandangan.

“Pagi,” suara Vira lirih banget waktu ketemu Rakha di depan lift.

Rakha cuma angguk singkat, tangannya masuk ke saku celana pura-pura cuek.

Di dalam lift, udara makin kaku. Biasanya Rakha nyetel musik keras-keras cuma buat nyebelin Vira, tapi kali ini ia diam, matanya tertuju ke lantai. Vira menunduk, pura-pura sibuk main ponsel.

Kalau ada tetangga lain yang lihat, mungkin bakal mikir mereka lagi baikan. Padahal kenyataannya bukan damai… tapi canggung. Dan justru itu yang bikin keduanya makin nggak tenang.

Malamnya, Vira bengong lama di depan kalender yang nempel di dinding kamarnya. Jari telunjuknya berhenti di tanggal yang ia lingkari. Wajahnya mendadak pucat.

“Jangan bilang gue… telat?” bisiknya pelan.

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Satu Atap   Bab 8

    Vira masih nyengir puas karena berhasil bikin Rakha sewot. Tapi detik berikutnya, tatapan mereka bertemu, dan hening mendadak jatuh. Bukan hening yang canggung, tapi hening aneh yang bikin jantung berdetak lebih cepat dari biasanya. Rakha buru-buru mengalihkan pandangan, pura-pura sibuk ngerapiin meja makan yang sebenarnya udah nggak berantakan sama sekali. "Yaudah, ayok kita keluar belanja. Bahan makanan di kamar lo juga pasti udah habis, kan? Sekalian aja." Vira sempat kaget dengan ajakan itu, matanya melebar. "Hah? Sore-sore gini, Rak? Males banget gue keluar." Rakha nyengir tipis, lalu ngambil kunci mobil dari meja. "Justru sore gini enak, masih terang, nggak panas, nggak juga terlalu rame. Udah, ayo. Gue anterin." Ada sesuatu di nada suara Rakha yang bikin Vira nggak bisa nolak. Entah karena beneran butuh belanja, atau karena cara Rakha ngomong barusan bikin hatinya nggak tenang. Akhirnya, dengan sedikit manyun, dia ambil tas kecilnya. "Iya, iya. Tapi lo yang

  • Satu Atap   Bab 7

    Vira menahan napas, tangannya gemetar waktu ngebuka tisu pembungkus itu. Rakha yang duduk di sebelahnya sama sekali nggak bisa nyembunyiin deg-degannya, bahkan dia refleks ngegepalin tangan di atas lutut. Perlahan, garis tipis mulai muncul. Vira langsung nutup mulutnya pakai tangan satunya, mata membelalak. “Rak…” suaranya serak, hampir nggak keluar. Rakha buru-buru condong, ngeliat lebih dekat. Wajahnya serius sebentar, lalu tiba-tiba senyum lebar kebentuk di bibirnya. “Iyah… kamu beneran hamil,” katanya dengan nada mantap, tapi matanya berbinar aneh. Belum sempet Vira nyerap kata-kata itu, Rakha langsung berdiri setengah lompat dari tempat duduknya, neriakin dengan antusias, “YESSS!!! Gue punya anak! Wih gila, Vir, kira-kira anaknya mirip gue atau lo yah? Kalau mirip gue pasti ganteng, kalau mirip lo—” “Ihh, Rakha! Bego banget sih lo!” Vira langsung motong dengan suara agak keras, wajahnya panas setengah kesel setengah panik. “Kita kan belum nikah! Ini namanya ha

  • Satu Atap   Bab 6

    Lift berbunyi ting ketika pintu terbuka di lantai tiga. Rakha buru-buru melangkah keluar, tapi suara temannya menahannya sebentar. “Rak!” panggilnya. Rakha menoleh cepat. “Apa lagi?” Temannya menyunggingkan senyum setengah menggoda, setengah serius. “Apa pun hasilnya nanti… jangan kabur, Bro." Rakha mendengus, buru-buru nyela. “Kan udah gue bilang, ini buat nyokap gue, bukan buat Vira—” Rakha langsung nutup mulutnya sendiri, terlambat sadar. Temannya mendelik, nyaris teriak. “HAH?! VIRA??” Rakha panik, wajahnya merah padam. “Eh, anj— maksud gue bukan gitu! Salah ngomong gue tadi.” Temannya menyilangkan tangan, tatapan penuh kecurigaan. “Rakha, Rakha… lo pikir gue bego? Dari dulu kalian ribut mulu kayak Tom & Jerry, sekarang tiba-tiba lo keluar malem-malem beli beginian, terus keceplosan nyebut nama Vira? Gila, plot twist banget hidup lo.” Rakha nyaris kehabisan kata-kata. “Sumpah, nggak kayak yang lo pikirin. Gue cuma… ya dia tadi sakit, muntah-muntah. Gue panik, mak

  • Satu Atap   Bab 5

    Begitu pintu mobil tertutup rapat, napas Rakha akhirnya pecah dalam helaan berat. “Astaga…” gumamnya, sambil menyandarkan kepala ke setir. Kantong kecil di tangannya terasa jauh lebih berat daripada sekadar plastik tipis berisi test pack. “Gila... apes banget sih gue hari ini,” gumamnya dengan nada setengah kesal, setengah panik. “Kenapa harus ketemu si bego itu pas banget keluar apotek...” Dia mengacak rambutnya, frustrasi. Kantong belanja kecil itu seakan menatap balik, bikin jantungnya makin deg-degan. Rakha menghela napas lagi, kali ini lebih panjang, lalu menutup wajah dengan kedua tangan. “Ya Allah, kenapa ribet banget, sih... baru juga mau cari jawaban, eh malah hampir ketahuan,” ucapnya lirih, nyaris seperti orang ngomel sama dirinya sendiri. Rakha menekan pedal gas tanpa banyak pikir, membiarkan deru mesin mengisi keheningan malam. Jalanan seolah jadi pelarian singkat dari riuh yang masih menggema di kepalanya. Begitu sampai di basement apartemen, ia memutar kemudi pe

  • Satu Atap   Bab 4

    Perlahan pelukan itu akhirnya terlepas. Vira masih bisa merasakan hangatnya, tapi ia buru buru mengalihkan pandangan. wajahnya tetap pucat, keringat dingin masih menetes di pelipis. Rakha menarik nafas, lalu tanpa banyak bicara dia meraih tangan Vira, menuntunnya keluar dari kamar mandi. Gerakannya hati hati seolah takut cewek itu bakal jatuh. "Duduk dulu" ucap Rakha pelan sambil menuntun Vira ke tepi ranjang. Vira menurut, meski matanya terus mengikuti gerak gerik Rakha. Ada sesuatu yang aneh dalam cara cowok itu bersikap, sesuatu yang belum pernah ia lihat sebelumnya. Rakha berdiri sebentar di depan pintu lalu menoleh "Aku keluar dulu bentar, beli test pack". Vira mengernyit "Lo... beneran serius?" Rakha menatapnya sebentar, matanya penuh keyakinan "Gue nggak main main, kalau emang ada apa apa kita harus tau secepatnya." Rakha melangkah cepat keluar unit, nafasnya terasa berat. Tangannya otomatis merogoh saku celana, mencari kunci mobil kesayangannya. Begitu sampai di

  • Satu Atap   Bab 3

    Beberapa hari mereka masih seperti itu, papasan, pura-pura gak liat atau paling angguk tipis. Sampai akhirnya, pagi itu.... Hari itu, lorong apartemen sepi. Vira baru keluar unitnya, niatnya cuma mau turun bentar. Pas banget ketemu Rakha mereka hanya saling lempar tatapan bentar. Belum sempat melangkah jauh, Vira mendadak berhenti. Tangannya menyekap mulut, wajahnya pucet. Rakha otomatis menoleh. Cewek itu goyah, badannya kelihatan lemas. Rakha langsung lari nyamperin, tangannya sigap menangkap bahu Vira biar gak jatuh. "Lo kenapa?!" suaranya sedikit panik, beda banget dari biasanya. Vira cuma menggelengkan kepalanya, matanya berkaca-kaca. Dia sudah gak kuat nahan mualnya yang makin parah. Rakha menoleh ke arah pintu kamarnya yang sedikit kebuka - yang tadi belum sempat kekunci. "Sini ikut gue.." Tanpa banyak mikir, Rakha menuntun Vira masuk ke kamarnya. membawa Vira masuk ke kamar mandi, begitu pintu kamar mandi terbuka Vira langsung lari kecil ke arah kloset dan muntah sej

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status