Dua orang yang kamarnya bersebelahan tapi nggak pernah akur bagaikan kucing dan tikus yang nggak bisa hidup damai dalam satu koridor. Rakha Baskara dan Ayunda Shavira yah.. itu nama mereka Setiap hari pasti ada aja keributan mulai dari pintu gedor-gedoran, protes soal kebisingan, sampai adu mulut gara-gara hal sepele dan masih banyak lagi. Tapi semua berubah di suatu malam. Saat Vira pulang dalam keadaan mabuk, ia salah masuk kamar. Bukan ke unitnya sendiri, melainkan kamar Rakha. Malam itu yang seharusnya jadi sekadar salah paham, malah berakhir dengan kejadian yang nggak pernah mereka bayangkan.
ดูเพิ่มเติมApartemen lantai tiga itu terkenal paling berisik karena dua unit di ujung lorong. Si kucing dan si tikus ini adalah Rakha Baskara dan Ayunda Shavira. hampir setiap hari pasti ada aja yang bikin heboh
Kalau bukan Vira yang gedor gedor pintu kamar Rakha karena musik rock Rakha yang kebangetan, Rakha yang protes soal kebisingan Vira saat meeting online.
Pernah juga mereka ribut gegara Vira yang ninggalin heelsnya di depan pintu, Rakha ngamuk karena nyaris kejedot waktu balik dalam keadaan mabuk.
Tapi gak dengan malam ini.....
Malam itu, Vira pulang dengan langkah sempoyongan. kepalanya pusing, matanya berat tapi lebih berat pas tau pacarnya yang sejam yang lalu sudah dia putuskan ketahuan selingkuh. Katanya ia terlalu mudah dipacari tapi gak bisa di sentuh.
"Brengsek.." umpat Vira saat menempelkan kartu akses pintu unit tapi pintunya tetap gak mau terbuka.
Bip.. bip..
Pintunya terbuka sendiri
"Hmm.. akhirnya kebuka juga." gumamnya.
Tanpa sadar, dia menyelonong masuk. Tasnya dilempar ke ranjang, lalu tubuhnya ikut ambruk.
Rakha terdiam di belakang pintu, tangannya masih menggenggam gagang pintu.
"Ra... unit lo di samping, bukan di sini." ucap Rakha sambil berjalan menghampiri Vira, cewek itu sudah memejamkan mata di ranjang, sepatunya masih nempel. Pipinya memerah karena terlalu banyak minum alkohol.
Rakha mendengus pelan campuran antara kesal dan bingung " Mabok banget ni orang, mana nyasar ke unit gue lagi..." Ia berniat membiarkan Vira tidur, tapi ketika hendak menutup pintu, tangannya tiba tiba di tarik.
"Jangan pergi...." suara Vira lirih nyaris kayak meracau. walau matanya terpejam, jemarinya kuat menggenggam kaos Rakha seakan takut kehilangan.
"Kata kamu aku gak bisa di sentuh, aku mau kok tapi jangan tinggalin aku..." katanya sambil tersenyum dengan mata yang sedikit terpejam.
"Ka-mu..?" sejak kapan gue ngomong gitu?! Rakha menelan ludah. "Ra... sadar dulu.." ia menggelengkan kepala gadis itu "Lo salah orang."
Namun Gadis itu justru menariknya lebih dekat dan mulai mencium bibir Rakha, seketika Rakha di buat kaget lagi. Ciuman itu menyalakan pertahanan Rakha.
Detik berikutnya Rakha yang biasanya cerewet justru diam. ia menatap wajah Vira dari dekat, wajah yang tiap hari bikin dia kesal, tapi sekarang terlihat rapuh dan menggoda.
Tak ada jawaban. Hanya tangan Vira yang semakin menahan. Rakha mendekat, awalnya ragu. Ciuman itu dimulai sekilas, ringan, seolah ingin memastikan. Tapi vira merespon, bibirnya bergerak pelan.
Rakha menahan kepala Vira dengan lembut. “Gila.”
Ia berniat menggendong gadis itu, mengembalikan ke unit aslinya di sebelah. Namun Vira menahan. Ia menggeleng pelan.
Ia mendekat, menatap mata Rakha. Sementara Vira setengah berkabut. Perlahan ciuman itu berakhir saat Rakha menarik pinggang Vira pelan, mendekatkan tubuh Vira . Vira sempat sadar dan bengong sebentar, bibirnya kaku sepersekian detik. Tapi begitu sadar kembali, dia membalas ciuman Rakha
Tangannya naik ke dada Rakha, menahan dadanya. Lalu turun ke bawah.
Nafasnya mulai berat, detak jantungnya jungkir balik. Dan bukannya nolak, dia justru nyari lebih.
“Lo udah sadar?” bisik Rakha pas dia narik diri sedikit, nyari jawaban di mata Vira
Vira mengangguk, suaranya serak, "Lo—”
Rakha nggak butuh alasan lagi saat jemari Vira memeras bagian bawahnya. Ia mengangkat tubuh Vira ke pelukannya, membaringkannya perlahan di kasur. Jemarinya menelusuri wajah, lalu rambut, seperti takut kehilangan momen. Ciumannya makin dalam, makin berani.
Vira menutup mata, merasakan tiap sentuhan. Jemarinya meremas sprei, desahan kecil lolos tanpa bisa ditahan.
Rakha berhenti sebentar, keningnya menempel di kening Vira. “Lo yakin?”
Vira tersenyum, pipinya memanas. Ia mengangguk kecil. “Masukin aja.”
Rakha tertawa pelan, lalu melanjutkan. Dengan hati-hati, ia melepas kain yang masih menyatu di kulit Vira.
Ia mengeluarkan miliknya sebelum diberikan komentar.
“Ih, besar.”
Rakha terkekeh kecil. Lalu perlahan memasukkan miliknya seraya menciumi kulit telanjang Vira.
“Ah.. sakit..”
“Ini belum masuk.” tukasnya.
“Ah… Cepet.” kata Vira masih mendesah saat matanya terpejam.
Rakha mengecup lehernya lembut, menahan gerakan. “Mau gue berhenti?”
Vira menggeleng cepat, tangannya meremas lengan Rakha “Jangan.."
Gerakan itu makin dalam, makin intens, tapi tetap dijaga dengan ritme yang hangat.
Desahan Vira memenuhi kamar sempit itu, setiap getarannya bikin Rakha makin kehilangan kendali.
"Vira…" suaranya parau, nyaris patah. "Jangan sampe pagi nanti lo menyesali ini."
Vira masih nyengir puas karena berhasil bikin Rakha sewot. Tapi detik berikutnya, tatapan mereka bertemu, dan hening mendadak jatuh. Bukan hening yang canggung, tapi hening aneh yang bikin jantung berdetak lebih cepat dari biasanya. Rakha buru-buru mengalihkan pandangan, pura-pura sibuk ngerapiin meja makan yang sebenarnya udah nggak berantakan sama sekali. "Yaudah, ayok kita keluar belanja. Bahan makanan di kamar lo juga pasti udah habis, kan? Sekalian aja." Vira sempat kaget dengan ajakan itu, matanya melebar. "Hah? Sore-sore gini, Rak? Males banget gue keluar." Rakha nyengir tipis, lalu ngambil kunci mobil dari meja. "Justru sore gini enak, masih terang, nggak panas, nggak juga terlalu rame. Udah, ayo. Gue anterin." Ada sesuatu di nada suara Rakha yang bikin Vira nggak bisa nolak. Entah karena beneran butuh belanja, atau karena cara Rakha ngomong barusan bikin hatinya nggak tenang. Akhirnya, dengan sedikit manyun, dia ambil tas kecilnya. "Iya, iya. Tapi lo yang
Vira menahan napas, tangannya gemetar waktu ngebuka tisu pembungkus itu. Rakha yang duduk di sebelahnya sama sekali nggak bisa nyembunyiin deg-degannya, bahkan dia refleks ngegepalin tangan di atas lutut. Perlahan, garis tipis mulai muncul. Vira langsung nutup mulutnya pakai tangan satunya, mata membelalak. “Rak…” suaranya serak, hampir nggak keluar. Rakha buru-buru condong, ngeliat lebih dekat. Wajahnya serius sebentar, lalu tiba-tiba senyum lebar kebentuk di bibirnya. “Iyah… kamu beneran hamil,” katanya dengan nada mantap, tapi matanya berbinar aneh. Belum sempet Vira nyerap kata-kata itu, Rakha langsung berdiri setengah lompat dari tempat duduknya, neriakin dengan antusias, “YESSS!!! Gue punya anak! Wih gila, Vir, kira-kira anaknya mirip gue atau lo yah? Kalau mirip gue pasti ganteng, kalau mirip lo—” “Ihh, Rakha! Bego banget sih lo!” Vira langsung motong dengan suara agak keras, wajahnya panas setengah kesel setengah panik. “Kita kan belum nikah! Ini namanya ha
Lift berbunyi ting ketika pintu terbuka di lantai tiga. Rakha buru-buru melangkah keluar, tapi suara temannya menahannya sebentar. “Rak!” panggilnya. Rakha menoleh cepat. “Apa lagi?” Temannya menyunggingkan senyum setengah menggoda, setengah serius. “Apa pun hasilnya nanti… jangan kabur, Bro." Rakha mendengus, buru-buru nyela. “Kan udah gue bilang, ini buat nyokap gue, bukan buat Vira—” Rakha langsung nutup mulutnya sendiri, terlambat sadar. Temannya mendelik, nyaris teriak. “HAH?! VIRA??” Rakha panik, wajahnya merah padam. “Eh, anj— maksud gue bukan gitu! Salah ngomong gue tadi.” Temannya menyilangkan tangan, tatapan penuh kecurigaan. “Rakha, Rakha… lo pikir gue bego? Dari dulu kalian ribut mulu kayak Tom & Jerry, sekarang tiba-tiba lo keluar malem-malem beli beginian, terus keceplosan nyebut nama Vira? Gila, plot twist banget hidup lo.” Rakha nyaris kehabisan kata-kata. “Sumpah, nggak kayak yang lo pikirin. Gue cuma… ya dia tadi sakit, muntah-muntah. Gue panik, mak
Begitu pintu mobil tertutup rapat, napas Rakha akhirnya pecah dalam helaan berat. “Astaga…” gumamnya, sambil menyandarkan kepala ke setir. Kantong kecil di tangannya terasa jauh lebih berat daripada sekadar plastik tipis berisi test pack. “Gila... apes banget sih gue hari ini,” gumamnya dengan nada setengah kesal, setengah panik. “Kenapa harus ketemu si bego itu pas banget keluar apotek...” Dia mengacak rambutnya, frustrasi. Kantong belanja kecil itu seakan menatap balik, bikin jantungnya makin deg-degan. Rakha menghela napas lagi, kali ini lebih panjang, lalu menutup wajah dengan kedua tangan. “Ya Allah, kenapa ribet banget, sih... baru juga mau cari jawaban, eh malah hampir ketahuan,” ucapnya lirih, nyaris seperti orang ngomel sama dirinya sendiri. Rakha menekan pedal gas tanpa banyak pikir, membiarkan deru mesin mengisi keheningan malam. Jalanan seolah jadi pelarian singkat dari riuh yang masih menggema di kepalanya. Begitu sampai di basement apartemen, ia memutar kemudi pe
Perlahan pelukan itu akhirnya terlepas. Vira masih bisa merasakan hangatnya, tapi ia buru buru mengalihkan pandangan. wajahnya tetap pucat, keringat dingin masih menetes di pelipis. Rakha menarik nafas, lalu tanpa banyak bicara dia meraih tangan Vira, menuntunnya keluar dari kamar mandi. Gerakannya hati hati seolah takut cewek itu bakal jatuh. "Duduk dulu" ucap Rakha pelan sambil menuntun Vira ke tepi ranjang. Vira menurut, meski matanya terus mengikuti gerak gerik Rakha. Ada sesuatu yang aneh dalam cara cowok itu bersikap, sesuatu yang belum pernah ia lihat sebelumnya. Rakha berdiri sebentar di depan pintu lalu menoleh "Aku keluar dulu bentar, beli test pack". Vira mengernyit "Lo... beneran serius?" Rakha menatapnya sebentar, matanya penuh keyakinan "Gue nggak main main, kalau emang ada apa apa kita harus tau secepatnya." Rakha melangkah cepat keluar unit, nafasnya terasa berat. Tangannya otomatis merogoh saku celana, mencari kunci mobil kesayangannya. Begitu sampai di
Beberapa hari mereka masih seperti itu, papasan, pura-pura gak liat atau paling angguk tipis. Sampai akhirnya, pagi itu.... Hari itu, lorong apartemen sepi. Vira baru keluar unitnya, niatnya cuma mau turun bentar. Pas banget ketemu Rakha mereka hanya saling lempar tatapan bentar. Belum sempat melangkah jauh, Vira mendadak berhenti. Tangannya menyekap mulut, wajahnya pucet. Rakha otomatis menoleh. Cewek itu goyah, badannya kelihatan lemas. Rakha langsung lari nyamperin, tangannya sigap menangkap bahu Vira biar gak jatuh. "Lo kenapa?!" suaranya sedikit panik, beda banget dari biasanya. Vira cuma menggelengkan kepalanya, matanya berkaca-kaca. Dia sudah gak kuat nahan mualnya yang makin parah. Rakha menoleh ke arah pintu kamarnya yang sedikit kebuka - yang tadi belum sempat kekunci. "Sini ikut gue.." Tanpa banyak mikir, Rakha menuntun Vira masuk ke kamarnya. membawa Vira masuk ke kamar mandi, begitu pintu kamar mandi terbuka Vira langsung lari kecil ke arah kloset dan muntah sej
Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.
ความคิดเห็น