Share

Bab 6

Author: Keira
last update Last Updated: 2025-08-31 22:12:10

Lift berbunyi ting ketika pintu terbuka di lantai tiga. Rakha buru-buru melangkah keluar, tapi suara temannya menahannya sebentar.

“Rak!” panggilnya.

Rakha menoleh cepat. “Apa lagi?”

Temannya menyunggingkan senyum setengah menggoda, setengah serius. “Apa pun hasilnya nanti… jangan kabur, Bro."

Rakha mendengus, buru-buru nyela. “Kan udah gue bilang, ini buat nyokap gue, bukan buat Vira—”

Rakha langsung nutup mulutnya sendiri, terlambat sadar.

Temannya mendelik, nyaris teriak. “HAH?! VIRA??”

Rakha panik, wajahnya merah padam. “Eh, anj— maksud gue bukan gitu! Salah ngomong gue tadi.”

Temannya menyilangkan tangan, tatapan penuh kecurigaan. “Rakha, Rakha… lo pikir gue bego? Dari dulu kalian ribut mulu kayak Tom & Jerry, sekarang tiba-tiba lo keluar malem-malem beli beginian, terus keceplosan nyebut nama Vira? Gila, plot twist banget hidup lo.”

Rakha nyaris kehabisan kata-kata. “Sumpah, nggak kayak yang lo pikirin. Gue cuma… ya dia tadi sakit, muntah-muntah. Gue panik, makanya gue beliin. Udah, titik.”

Temannya ngakak kecil, lalu menepuk bahu Rakha. “Ya udah deh. Gue nggak ikut campur. Cuma satu pesan gue, Bro…” Ia mencondongkan badan, senyumnya licik. “…jangan kebanyakan ngeles. Hati-hati nanti lo sendiri yang nyemplung.”

Rakha mendengus sambil menahan malu. “Apaan sih… Ya udah, gue duluan. Besok jangan bikin gosip aneh-aneh lo!”

Temannya ngakak lagi. “Santai, Bro. Semoga lo nggak meledak bareng si Vira!”

Rakha makin cepat jalan menuju pintu apartemennya, pura-pura nggak denger, sementara jantungnya masih dag-dig-dug gara-gara keceplosan barusan.

Begitu pintu apartemen dibuka, Vira yang tadinya rebahan di sofa langsung bangkit. Wajahnya masih pucat, rambutnya berantakan. Matanya melirik cepat ke plastik di tangan Rakha, tapi bibirnya justru manyun.

“Lo seriusan beli?” tanyanya, setengah nggak percaya.

Rakha menarik napas, lalu mengangguk sambil nyodorin kantong kecil itu. “Iya. Gue nggak mau kita cuma nebak-nebak. Daripada lo panik sendiri, mending kita buktiin sekarang.”

Vira mengernyit. “Kita? Yang hamil gue, Rak. Bukan lo.” Nada suaranya ketus, tapi samar-samar ada getar aneh di sana.

Rakha terdiam sejenak, lalu menurunkan suaranya, lebih lembut tanpa ia sadari. “Justru karena itu, Vir. Lo nggak sendirian, gue ada di sini."

Vira menoleh, kaget karena Rakha nggak nyolot balik kayak biasanya.

Tanpa sadar, Rakha nerusin lagi, kali ini agak ceplas-ceplos, “Lagian… ya emang gue bapaknya, kan? Gue yang bikin.”

Vira langsung membeku. Matanya melebar, wajahnya merah padam dalam sekejap. “A-apa sih lo ngomong apa, Rak?” suaranya terbata, jelas dia grogi.

Rakha juga sama paniknya. Baru sadar kalimatnya keblabasan, dia buru-buru ngusap tengkuk, ngerasa bodoh sendiri. “Eh… maksud gue bukan gitu. Ya… pokoknya jangan mikir lo sendirian, gitu aja.”

Suasana mendadak hening. Degup jantung mereka berdua kayak kedengeran jelas di ruangan itu.

Akhirnya Vira buru-buru ke kamar mandi “Gue… gue ke kamar mandi dulu.” Suaranya cepat, nyaris kayak kabur, lalu ia ngibrit masuk WC dan nutup pintu rapat-rapat.

Rakha terdiam di sofa, nutup wajahnya dengan kedua tangan. “Astaga… kenapa mulut gue bisa keblabasan kayak gitu?” gumamnya, tapi entah kenapa di balik rasa malunya ada sedikit lega seolah beban di dadanya pelan-pelan berkurang.

Di dalam kamar mandi, Vira berdiri dengan tangan sedikit gemetar. Plastik test pack itu udah dia buka, tapi rasanya jantungnya kayak mau copot.

“Kenapa gue jadi segini paniknya, sih…” gumamnya pelan sambil ngaca. Wajahnya kelihatan pucat, tapi pipinya masih hangat gara-gara kalimat Rakha barusan yang tanpa sadar bikin dia salah tingkah.

“Gue bapaknya… gue yang bikin.”

Ucapan itu muter-muter di kepalanya, bikin perutnya tambah nggak tenang. "Apa jangan jangan-jangan Rakha mulai suka yah sama gue makanya dia jadi perhatian gini?".

Vira geleng-geleng sambil ngetawain diri sendiri, “Vira, please deh… jangan kebanyakan halu.

Dengan napas berat, Vira akhirnya memberanikan diri buat pakai test pack itu. Jarum detik jam di kamar mandi seakan bunyinya jadi makin keras. Satu menit aja rasanya kayak lima belas.

Di luar, Rakha duduk di sofa sambil nggak bisa diem. Kakinya gelisah, tangannya mainin remote TV yang bahkan nggak dia nyalain. Dia nunduk, kepikiran, Ya Tuhan… kalau beneran gimana? Gue siap nggak, sih?.

Dari balik pintu kamar mandi, suara Vira terdengar samar. “Rak…”

Rakha langsung berdiri, mendekat ke pintu. “Kenapa, Vir? Lo baik-baik aja?”

“Emm… ini…” Vira terdengar ragu, suaranya pelan banget. “Gue takut liat hasilnya.”

Rakha nyenderin kening ke pintu, nadanya pelan tapi mantap. “Udah, buka aja, Vir. Apa pun hasilnya, lo nggak sendirian. Gue di sini kok.”

Vira diam sebentar, lalu senyum kecil muncul di wajahnya. Senyum khasnya yang suka bikin Rakha salah tingkah. Dia ketawa pelan, agak menunduk. “Lo mulai suka gue, yah?” suaranya setengah bercanda tapi ada getar deg-degan di dalamnya. “Soalnya gue perhatiin… lo perhatian banget sama gue.”

Rakha langsung kaget, matanya melebar, tenggorokannya tercekat. Dia garuk belakang lehernya, berusaha nutupin rasa gugup. “Ya… ya kan itu anak gue juga, bego.” jawabnya cepat, tapi suaranya agak patah-patah.

Dalam hati Rakha malah makin kacau "Kenapa sih semua orang bikin gue gini? Kenapa harus dia juga yang bikin gue nggak bisa tenang?".

Hening beberapa detik. Rakha akhirnya maju, duduk lebih dekat. Tangan Vira yang masih sedikit gemetar ditarik pelan, lalu mereka sama-sama natap test pack yang ada di genggaman.

Dengan napas tertahan, Vira akhirnya buka tisu pembungkus itu…

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Satu Atap   Bab 8

    Vira masih nyengir puas karena berhasil bikin Rakha sewot. Tapi detik berikutnya, tatapan mereka bertemu, dan hening mendadak jatuh. Bukan hening yang canggung, tapi hening aneh yang bikin jantung berdetak lebih cepat dari biasanya. Rakha buru-buru mengalihkan pandangan, pura-pura sibuk ngerapiin meja makan yang sebenarnya udah nggak berantakan sama sekali. "Yaudah, ayok kita keluar belanja. Bahan makanan di kamar lo juga pasti udah habis, kan? Sekalian aja." Vira sempat kaget dengan ajakan itu, matanya melebar. "Hah? Sore-sore gini, Rak? Males banget gue keluar." Rakha nyengir tipis, lalu ngambil kunci mobil dari meja. "Justru sore gini enak, masih terang, nggak panas, nggak juga terlalu rame. Udah, ayo. Gue anterin." Ada sesuatu di nada suara Rakha yang bikin Vira nggak bisa nolak. Entah karena beneran butuh belanja, atau karena cara Rakha ngomong barusan bikin hatinya nggak tenang. Akhirnya, dengan sedikit manyun, dia ambil tas kecilnya. "Iya, iya. Tapi lo yang

  • Satu Atap   Bab 7

    Vira menahan napas, tangannya gemetar waktu ngebuka tisu pembungkus itu. Rakha yang duduk di sebelahnya sama sekali nggak bisa nyembunyiin deg-degannya, bahkan dia refleks ngegepalin tangan di atas lutut. Perlahan, garis tipis mulai muncul. Vira langsung nutup mulutnya pakai tangan satunya, mata membelalak. “Rak…” suaranya serak, hampir nggak keluar. Rakha buru-buru condong, ngeliat lebih dekat. Wajahnya serius sebentar, lalu tiba-tiba senyum lebar kebentuk di bibirnya. “Iyah… kamu beneran hamil,” katanya dengan nada mantap, tapi matanya berbinar aneh. Belum sempet Vira nyerap kata-kata itu, Rakha langsung berdiri setengah lompat dari tempat duduknya, neriakin dengan antusias, “YESSS!!! Gue punya anak! Wih gila, Vir, kira-kira anaknya mirip gue atau lo yah? Kalau mirip gue pasti ganteng, kalau mirip lo—” “Ihh, Rakha! Bego banget sih lo!” Vira langsung motong dengan suara agak keras, wajahnya panas setengah kesel setengah panik. “Kita kan belum nikah! Ini namanya ha

  • Satu Atap   Bab 6

    Lift berbunyi ting ketika pintu terbuka di lantai tiga. Rakha buru-buru melangkah keluar, tapi suara temannya menahannya sebentar. “Rak!” panggilnya. Rakha menoleh cepat. “Apa lagi?” Temannya menyunggingkan senyum setengah menggoda, setengah serius. “Apa pun hasilnya nanti… jangan kabur, Bro." Rakha mendengus, buru-buru nyela. “Kan udah gue bilang, ini buat nyokap gue, bukan buat Vira—” Rakha langsung nutup mulutnya sendiri, terlambat sadar. Temannya mendelik, nyaris teriak. “HAH?! VIRA??” Rakha panik, wajahnya merah padam. “Eh, anj— maksud gue bukan gitu! Salah ngomong gue tadi.” Temannya menyilangkan tangan, tatapan penuh kecurigaan. “Rakha, Rakha… lo pikir gue bego? Dari dulu kalian ribut mulu kayak Tom & Jerry, sekarang tiba-tiba lo keluar malem-malem beli beginian, terus keceplosan nyebut nama Vira? Gila, plot twist banget hidup lo.” Rakha nyaris kehabisan kata-kata. “Sumpah, nggak kayak yang lo pikirin. Gue cuma… ya dia tadi sakit, muntah-muntah. Gue panik, mak

  • Satu Atap   Bab 5

    Begitu pintu mobil tertutup rapat, napas Rakha akhirnya pecah dalam helaan berat. “Astaga…” gumamnya, sambil menyandarkan kepala ke setir. Kantong kecil di tangannya terasa jauh lebih berat daripada sekadar plastik tipis berisi test pack. “Gila... apes banget sih gue hari ini,” gumamnya dengan nada setengah kesal, setengah panik. “Kenapa harus ketemu si bego itu pas banget keluar apotek...” Dia mengacak rambutnya, frustrasi. Kantong belanja kecil itu seakan menatap balik, bikin jantungnya makin deg-degan. Rakha menghela napas lagi, kali ini lebih panjang, lalu menutup wajah dengan kedua tangan. “Ya Allah, kenapa ribet banget, sih... baru juga mau cari jawaban, eh malah hampir ketahuan,” ucapnya lirih, nyaris seperti orang ngomel sama dirinya sendiri. Rakha menekan pedal gas tanpa banyak pikir, membiarkan deru mesin mengisi keheningan malam. Jalanan seolah jadi pelarian singkat dari riuh yang masih menggema di kepalanya. Begitu sampai di basement apartemen, ia memutar kemudi pe

  • Satu Atap   Bab 4

    Perlahan pelukan itu akhirnya terlepas. Vira masih bisa merasakan hangatnya, tapi ia buru buru mengalihkan pandangan. wajahnya tetap pucat, keringat dingin masih menetes di pelipis. Rakha menarik nafas, lalu tanpa banyak bicara dia meraih tangan Vira, menuntunnya keluar dari kamar mandi. Gerakannya hati hati seolah takut cewek itu bakal jatuh. "Duduk dulu" ucap Rakha pelan sambil menuntun Vira ke tepi ranjang. Vira menurut, meski matanya terus mengikuti gerak gerik Rakha. Ada sesuatu yang aneh dalam cara cowok itu bersikap, sesuatu yang belum pernah ia lihat sebelumnya. Rakha berdiri sebentar di depan pintu lalu menoleh "Aku keluar dulu bentar, beli test pack". Vira mengernyit "Lo... beneran serius?" Rakha menatapnya sebentar, matanya penuh keyakinan "Gue nggak main main, kalau emang ada apa apa kita harus tau secepatnya." Rakha melangkah cepat keluar unit, nafasnya terasa berat. Tangannya otomatis merogoh saku celana, mencari kunci mobil kesayangannya. Begitu sampai di

  • Satu Atap   Bab 3

    Beberapa hari mereka masih seperti itu, papasan, pura-pura gak liat atau paling angguk tipis. Sampai akhirnya, pagi itu.... Hari itu, lorong apartemen sepi. Vira baru keluar unitnya, niatnya cuma mau turun bentar. Pas banget ketemu Rakha mereka hanya saling lempar tatapan bentar. Belum sempat melangkah jauh, Vira mendadak berhenti. Tangannya menyekap mulut, wajahnya pucet. Rakha otomatis menoleh. Cewek itu goyah, badannya kelihatan lemas. Rakha langsung lari nyamperin, tangannya sigap menangkap bahu Vira biar gak jatuh. "Lo kenapa?!" suaranya sedikit panik, beda banget dari biasanya. Vira cuma menggelengkan kepalanya, matanya berkaca-kaca. Dia sudah gak kuat nahan mualnya yang makin parah. Rakha menoleh ke arah pintu kamarnya yang sedikit kebuka - yang tadi belum sempat kekunci. "Sini ikut gue.." Tanpa banyak mikir, Rakha menuntun Vira masuk ke kamarnya. membawa Vira masuk ke kamar mandi, begitu pintu kamar mandi terbuka Vira langsung lari kecil ke arah kloset dan muntah sej

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status