“Mas, mau mandi duluan?” tanya Welly dengan malu-malu.
“Kenapa nggak sama-sama aja?” Awan memainkan alisnya membuat semburat merah di pipi istrinya langsung muncul.Meski terkenal badboy, Awan tidak pernah berpikir untuk merusak wanita yang dicintainya.“Aku udah mandi sebelum Mas pulang tadi.”“Ya udah.” Awan melangkah masuk ke kamar mandi.Beruntung karena tadi Welly tidak banyak tanya soal kepentingan mendadak yang Awan maksud.Pernikahan yang Awan lakukan semata-mata untuk menyelamatkan nama baik keluarga Jingga. Bahkan Pak Dandi berkali-kali memohon pada Awan hingga akhirnya Awan bersedia meski berat.Pernikahan kedua itu Awan rahasiakan dari keluarga, akan bahaya jika sampai terbongkar. Meski jika orang tuanya tahu juga mereka tidak akan peduli karena hubungan Awan dan kedua orang tuanya bisa dibilang jauh dari kata baik, mereka bahkan datang saat Awan menikah hanya sekedar formalitas saja, selama ini ia mendapatkan kasih sayang dari orang tua sahabatnya sendiri, Jingga. Jadi wajar jika Awan rela melakukan hal besar demi keluarga Jingga.Welly melirik ponsel Awan yang berdering. Nama Pak Dandi memenuhi layar. Tidak berani menyentuh benda itu, Welly hanya memberitahu pada Awan jika ada yang menelponnya.“Udah biarin aja.” Itu yang Awan katakan membuat Welly pun membiarkan ponsel Awan terus menjerit.Karena ini adalah malam yang istimewa, Welly jelas akan mempersiapkan dirinya agar bisa menyenangkan sang suami. Ia mengganti gamis yang dikenakannya tadi dengan gaun tidur berbahan satin yang sudah disiapkannya. Meski malu tapi jika hal ini perlu maka akan dilakukan. Wajah mulusnya dipoles dengan riasan tipis.Menunggu Awan keluar dari kamar mandi, Welly menutupi tubuhnya dengan selimut. Jantung wanita itu bertalu riuh kala pintu kamar mandi terbuka, Awan berjalan keluar hanya dengan selembar handuk yang menggantung di pinggang.Welly langsung mengalihkan pandangannya membuat Awan terkekeh geli.“Tadi kamu bilang siapa yang nelepon?” tanya Awan sembari mencari pakaiannya di lemari padahal ia tidak memerlukan itu untuk ritual yang sebenarnya sudah sangat ditunggunya itu.“Om Dandi.”Gerakan tangan Awan langsung terhenti, ia melangkah menjauhi lemari dan meraih ponselnya untuk menelpon kembali Pak Dandi karena takut ada yang penting.“Ada apa, Om?”“Jingga sama kamu?”“Nggak, aku ada di rumah sama Welly. Emang kenapa, Om?”“Jingga nggak ada di rumah, Om kira tadi dia nyusul kamu.”“Ya nggak mungkin lah, masa dia mau gangguin penganten bar-” ucapan Awan terhenti kala ia mengingat sesuatu, soal kejadian yang membuatnya menikahi dua wanita dalam satu hari. Ia dan Jingga juga sama-sama pengantin baru.Semuanya menjadi rumit hanya karena keputusan tergesa-gesa yang diambil.Awan menepuk jidat, “maaf, Om.” sambungnya.“Om yang harusnya minta maaf karena ganggu kamu. Kalau nanti Jingga ada telepon kamu, suruh dia pulang ya.”“Iya, Om.”Awan melihat jam di ponselnya yang sudah menunjukkan pukul setengah delapan malam. Ia juga jadi khawatir takutnya Jingga melakukan hal yang tidak-tidak karena memang Jingga itu orangnya nekat.“Bocah ini bikin gue susah aja.” Awan mengacak rambutnya frustasi.“Kenapa, Mas?”Lelaki itu tersentak, “eh, ini Om Dandi nanyain Jingga.”“Jingga nggak datang tadi 'kan?”Awan menggeleng, “gimana mau dateng orang dia aja rencananya mau nikah hari ini eh gagal, bukan gagal sih malah jadi pergantian mempelai pria, kocak” batinnya.Awan saja tidak tahu jika Jingga akan menikah di hari yang sama, dari awal Awan tidak suka pada Dipta, karena lelaki itu pula hubungan pertemanan Awan dan Jingga sempat merenggang sampai Jingga tidak memberitahu Awan soal pernikahannya. Jika bukan karena Pak Dandi yang menghubungi, Awan juga tidak akan tahu apa-apa.Pernikahan Awan dan Welly memang terkesan mendadak atas permintaan orang tua Welly karena rencananya Awan dan Welly akan menikah setelah Welly lulus kuliah namun orang tuanya Welly menginginkan anak mereka segera dipinang soal resepsi bisa belakangan.“Kalian masih marahan? Padahal hari ini kita nikah loh, harusnya Jingga ada.” Welly memang kenal dengan Jingga bahkan cukup akrab tidak seperti Awan dan Dipta yang terkesan bermusuhan.Awan mengedikkan pundak, “dahlah, nggak usah bahas dia. Ini malam yang nggak biasa loh, cukup ada kisah kita aja.” Lelaki itu tak ada niat lagi untuk mencari baju dan memilih naik ke atas ranjang membuat Welly menelan salivanya dengan susah payah.Jarak yang hampir terkikis sepenuhnya itu tertahan kala dering ponsel mengusik pendengaran Awan.“Si*l!” Sambil mengumpat ia meraih ponselnya berniat untuk menonaktifkan namun karena nama Jingga yang memenuhi layar ia mengurungkan niatnya dan memilih menerima panggilan itu.“Wan … to-long ….”Bersambung ….Tangis Jingga pecah melihat kakinya yang berlumuran darah karena serpihan beling yang menancap, itu yang membuatnya langsung terjatuh.“Ibu ….” Jingga berteriak memanggil ibunya seperti anak kecil sambil menangis tersedu-sedu.Dipta berjongkok di depan Jingga melihat kondisi kaki wanita itu dan berniat melihat lebih jelas serpihan belingnya namun Jingga dengan cepat menepis.“Jangan pegang-pegang!” sentaknya galak.Lelaki itu dengan cepat mengusap cairan merah yang keluar dari hidungnya akibat sundulan kepala Jingga tadi.Jingga berniat untuk kembali berdiri.“Sayang, aku bakalan biarin kamu pergi tapi seenggaknya obati dulu luka kamu.”Tidak memperdulikan Jingga yang protes dalam gendongannya, Dipta membawa wanita itu menuju apartemennya yang memang kebetulan berada di dekat sana. Hanya tinggal menyebrang, apartemen yang rencananya akan Dipta tempati setelah menikah dengan Jingga.“Tolong. Pak tolong saya, Pak. Saya mau diculik,” teriak Jingga dengan kakinya yang bergerak-gerak berha
Dipta terpaku mendengar penuturan Awan.“Becanda lo nggak lucu, Wan!”Awan terbahak, “ngapain juga bohong, kalau nggak percaya tanyain ke Bapak mertua gue sana. Sampai lo deketin istri gue lagi, gue pastiin lo lebih parah dari ini!”Awan menarik Jingga keluar dari apartemen itu, Awan bahkan sampai tidak memperhatikan Jingga yang jalannya terseok.Dipta masih berada di dalam tidak sanggup untuk berdiri karena tubuhnya terasa sangat remuk apalagi sakit di bagian ulu hatinya setelah mendapat hantaman tangan Awan.“Wan, pelan-pelan. Kaki gue sakit.” Jingga meringis merasakan kakinya berkedut nyeri.Beberapa langkah menuju lift, Awan menghentikan langkahnya. Terlalu emosi hingga tidak menyadari keadaan Jingga.“Gendong.”Meski tidak berhenti menggerutu, Awan tetap menuruti kemauan Jingga. Berjongkok di hadapan wanita manja itu yang kini sudah berada di punggung Awan.“Kebanyakan dosa kayaknya lo itu, badannya kurus kering macam ranting tapi beratnya nggak beda jauh sama gajah.”“Kayak pern
“Makan dulu ya, dari pagi kamu belum makan apapun. Ibu nggak mau nanti maag kamu kambuh lagi.” Bu Sukma mencoba membujuk Jingga yang masih dalam posisinya dengan berbaring memeluk boneka raksasa yang dihadiahkan Dipta di tahun pertama mereka bersama.Saking kalutnya pikiran wanita itu sampai tidak menyadari barang pemberian Dipta. Mungkin jika sadar ia akan langsung membakar boneka itu.“Aku nggak lapar, Bu.”“Ibu taruh di sini ya. Harus kamu makan sebelum tidur.” Bu Sukma memutuskan untuk membiarkan putrinya itu sendiri.Jingga memang sudah tidak menangis lagi, mungkin air matanya sudah mengering. Lelah yang dirasanya sama sekali tidak digubris, pikiran Jingga melayang.“Kamu jahat, Mas.” Tiga kata itu lolos dari mulut Jingga bersamaan dengan bayangan momen kebersamaan mereka selama ini.Saat ini Jingga tidak ingin melakukan apapun hanya meresapi rasa sakit yang menghujam jantungnya begitu dalam.Jika tahu dari awal memang Jingga tidak akan menerima Dipta dan itu kenapa Dipta menyemb
“Salah aku apa, Mas? Kenapa kamu kayak gini.” Rahel sudah berkaca-kaca karena sikap suaminya tidak pernah berubah.“Kamu nanya salah kamu apa?” Pertanyaan Dipta itu seolah menyindir.“Mas, aku ‘kan udah minta maaf loh. Itu udah berlalu, nggak usah dibahas lagi.”Dipta tersenyum kecut. “Aku udah maafin kamu tapi bukan berarti kita masih bisa sama-sama.”Tidak ingin akhirnya menjadi keributan Dipta langsung keluar dari kamar itu. Ini sudah malam dan tidak pantas mereka ribut di hari berkabung seperti ini.“Aku nggak mau pisah, pokoknya nggak akan aku biarin Mas Dipta pergi!” Rahel menggeleng, tangan wanita itu terangkat menjambak rambutnya frustasi. “Argh! Si*lan!” jeritnya.Teriakan Rahel membuat Samudra tersentak dan menangis karena kaget.“Ma-ma.”Rahel juga ikut kaget, “iya, sayang. Maafin Mama.” Ia naik ke atas ranjang dan menenangkan Samudra.Rahel tidak pernah curiga bahkan tidak berpikir jika Dipta selingkuh karena di matanya lelaki itu adalah sosok setia. Bagi Rahel, Dipta adal
Awan memegangi pipinya dengan shock.“Mas, Mas Awan!”“Aku nggak mau, aku nggak mau.”Welly menepuk pundak suaminya itu. “Mas, kamu kenapa sih? Nggak mau apa?”Awan terhenyak. “Kamu nggak marah?”Wanita itu mengernyit heran. “Marah kenapa?”“Soal yang tadi aku bilang, kamu aja sampe nampar aku. Masa iya nggak marah.”“Nampar kamu? Kapan aku nampar kamu? Nggak beranilah aku nampar suami aku sendiri. Ayo lanjutin makannya, habis itu istirahat lagi kamu pasti masih capek makanya agak oleng.”Awan menyapukan pandangannya ke sisi kiri dan kanannya, ternyata ia masih ada di meja makan. Berarti tadi hanya lamunan Awan saja tidak benar-benar terjadi. Akhirnya ia bernafas lega, takut sekali tadi karena Welly mengatakan ingin pisah tapi ternyata itu bukan nyata.Ia malah jadi ragu untuk bicara karena lamunan yang dibuatnya tadi. Awan ingin segera menyelesaikan ini karena tugasnya sebenarnya hanya menggantikan Dipta untuk menjaga nama baik keluarga Jingga. Berarti tidak akan bertanggung jawab pa
“Udah sebulan lebih ternyata.” Awan memperhatikan kalender di ponselnya.Memang waktu tidak terasa sampai Awan pun lupa statusnya yang memiliki dua istri. Ia hanya menjalankan tugasnya sebagai suami Welly tapi melupakan Jingga yang juga istrinya.“Mas, nanti pulangnya kalo bisa cepet ya.”Alis Awan berkerut. “Kenapa? Kamu nggak enak badan? Mau dianter ke dokter?”“Nggak kok. Ini 'kan malam minggu, kita jalan-jalan aku juga mau kasih hadiah buat kamu.”“Hadiah apa?”“Nggak seru kalau aku kasih tahu sekarang, Mas!”“Ya udah, aku nggak usah kerja aja biar kamu kasih tahu sekarang.” Awan memainkan alisnya.Welly tergelak melayangkan pukulan kecil di pundak suaminya. “Nggak boleh. Kamu harus kerja, jangan nakal.”“Aku nakal cuman ke kamu doang, sayang.” Awan menjawil gemas dagu istrinya itu.Kentara sekali mereka seperti pasangan pengantin baru pada umumnya. Meski hidup jauh dari kata mewah namun mereka begitu bahagia menjalaninya. Awan memang memilih untuk bersama dengan Welly menjalani k
FlashbackTangan Jingga ditarik membuat tubuh wanita itu menghantam dada kekar di depannya. Jingga menelan ludah dengan susah payah kala aroma maskulin itu menggelitik hidungnya. Ia begitu merindukan aromanya yang selalu menenangkan.“Lihat-lihat kalau jalan dong, Mas!” Protesnya, ia menarik Jingga agar tidak tersenggol pejalan kaki yang lain.“M-mas ….”Satu kata itu lolos dari mulut Jingga, ia bahkan tidak protes saat tangannya ditarik menuju taman yang tidak jauh dari tempat mereka berdiri tadi.“Kamu baik-baik aja 'kan?”Jingga menggeleng dengan matanya yang sudah berembun. “Semenjak kejadian itu aku nggak pernah baik-baik aja, Mas.”Tidak bisa disangkal jika Jingga sampai detik ini masih mencintai Dipta meski lelaki itu sudah menorehkan luka yang cukup dalam. Sedalam apapun luka jika cintanya lebih besar maka luka itu akan sembuh dengan sendirinya.“Maaf.” Tangan Dipta terangkat mengusap pipi pujaan hatinya yang kini sudah basah dialiri air mata.“Kamu jahat!” Jingga menghujani d
“Istri anda baik-baik saja.”Awan bernafas lega. Ia tidak tahu seperti apa jadinya jika Jingga mengalami hal buruk. Menyadari semua kesalahannya. Awan terbawa emosi saat tahu Jingga akan kembali pada Dipta yang sudah jelas-jelas membuat hidup Jingga hancur dan mempermalukan kelurganya. Awan hanya tidak ingin Jingga tersakiti lagi tapi malah ia sendiri yang menyakiti Jingga.Kemarahan memang menghancurkan segalanya.“Boleh saya masuk, Dok?”“Silahkan.”Dengan sedikit ragu Awan masuk ke dalam ruangan itu. Jingga terbaring dengan mata terpejam, wajahnya sudah tidak sepucat tadi. “Jingga, maafin gue,” gumam Awan dengan lirih.“Mas Dipta.”Awam tersentak mendengar Jingga malah menyebut nama Dipta.“Sebesar itu rasa cina lo ke si bangs*t itu, Ji? Dia udah nipu lo selama ini dan lo malah dengan tol*lnya malah balikan sama dia.” Awan mengepalkan tangannya. Ia benar-benar tidak bisa terima jika Jingga kembali pada Dipta, mungkin jika Jingga bersama lelaki lain Awan akan melepaskannya.Kelopa