Share

Menyakitkan

Author: Azalea
last update Last Updated: 2023-08-21 06:17:18

“Bu, dia-”

“Saya teman Mas Dipta. Saya dengar anaknya meninggal jadi saya datang kesini.” Begitu lancar kata-kata itu keluar dari bibir Jingga. Bisa-bisanya berucap begitu disaat hatinya luluh lantak. Jingga bukan wanita yang tak berhati, tidak mungkin menambah luka di keluarga Dipta dengan memberitahu jika dirinya adalah kekasih lelaki itu.

Dipta terdiam kaku, lidahnya bahkan teras kelu. Ingin sekali menarik Jingga dan membawanya pergi lalu menjelaskan semuanya. Hal-hal yang membuat Jingga salah paham karena hanya menyimpulkan dari sudut pandangnya tanpa tahu fakta sebenarnya.

“Terima kasih karena kamu meluangkan waktu sampai datang ke pemakaman cucu saya, padahal ini hari pernikahanmu, iya 'kan?”

Jingga mengangguk lemah menjawab perkataan ibunya Dipta. Ia bahkan baru kali ini bertemu dengan ibunya Dipta yang katanya tinggal di luar negeri hingga tak bisa datang di acara pernikahan yang gagal itu.

“Saya … turut berduka cita.” Suara Jingga bergetar dengan air mata yang bergulir membasahi pipinya. Dengan kasar ia menghapusnya.

Mungkin mereka yang tidak tahu akan menganggap Jingga juga merasa kehilangan dan sedih tapi Dipta yang mengerti sangat tahu Jingga menangis karenanya, bukan karena kepergian Syaqila yang sama sekali tidak dikenal oleh Jingga.

Jingga lebih dulu melangkah menjauh, ingin secepatnya pergi dan berharap tidak melihat lagi lelaki yang sudah menghancurkan hidup dan harapannya.

Dipta rencana ikut pulang namun Jingga memenuhi benaknya membuat Dipta tidak tenang.

“Berhenti di sini,” ucap Dipta pada sang sopir.

“Dipta, mau kemana?” tanya ibunya.

“Aku pulang sendiri nanti, kalian pulang aja duluan.”

“Iya tapi kamu mau kemana, Mas? Aku butuh kamu.” Rahel menahan tangan Dipta saat lelaki itu akan keluar.

“Aku nggak lama.”

Sebenarnya berat untuk Dipta jika harus memilih bersama keluarganya atau mengejar Jingga tapi bagi Dipta saat ini ia hanya ingin menjelaskan semuanya pada Jingga. Merasa bersalah karena mengacaukan hari pernikahan mereka tapi siapa yang tahu jika akan ada musibah yang juga membuat Dipta hancur, ia kehilangan putri kecilnya. Padahal pagi itu Dipta sudah bersiap untuk pergi ke rumah Jingga.

Tidak sempat dicegah, Dipta sudah menghilang begitu saja. Ia mencari keberadaan Jingga karena ditelepon tidak bisa. Ia baru melihat lagi ponselnya dan banyak panggilan masuk dan pesan dari Jingga juga Pak Dandi.

Sosok yang dicari Dipta kini menyeret langkahnya dengan berat, ia bahkan tidak tahu kemana kakinya melangkah. Tidak peduli pada orang-orang yang melihatnya dengan heran karena mengenakan baju pengantin sambil berjalan menyusuri trotoar. High heels yang tadi menghiasi kakinya entah dimana keberadaannya. Jingga melangkah tanpa alas kaki.

Air matanya sudah mengering menyisakan bekasnya yang menganak sungai di pipi mulus itu.

“Bego, bisa-bisanya nggak tahu calon suami sendiri ternyata suami orang.” Jingga menertawakan kebodohannya.

Tidak atau adanya kejadian ini akan membuat Jingga tetap menyandang status sebagai istri kedua, baik jadi menikah dengan Dipta atau terpaksa menikah dengan Awan.

Hidupnya yang orang bilang begitu sempurna kini hanya sebuah kata karena nyatanya kisah asmara yang Jingga banggakan itu ternyata malah menjadi masalah terbesar yang pernah ia jalani. Betapa malunya ia saat tahu lelaki yang dua tahun membersamainya ternyata suami orang.

“Jingga … Jingga ….”

Wanita itu terus melangkah, tidak mendengar seseorang memanggil, ia terlarut dalam lamunan sampai tidak memperhatikan jalan bahkan kakinya terluka saja tidak dirasa.

Saat tangannya dicekal barulah langkah Jingga terhenti, refleks ia menoleh mendapati Dipta yang berdiri di hadapannya masih dengan nafas yang memburu.

“Lepas!” Jingga menyentak tangannya agar lepas dari Dipta tapi tenaga wanita itu terlalu kecil.

“Sayang, tolong dengarkan dulu penjelasan aku.” Dipta memohon.

“Penjelasan? Memang apa yang aku lihat tadi itu salah? Apa yang aku denger itu nggak bener? Bangs*t, bajing*n!” pekik Jingga hingga membuat orang-orang memperhatikannya. Ia terus mengumpat menumpahkan kekecewaannya.

“Bukan gitu tap-”

“Berarti bener 'kan? Jadi aku nggak perlu penjelasan apapun dari kamu, Mas.”

“Aku minta maaf, aku nggak niat buat bohongin kamu.”

Jingga tertawa sinis, “nggak niat bohongin tapi kamu nipu aku secara mentah-mentah! Apa aku itu tolol banget di mata kamu, Mas? Dua tahun aku ditipu oleh lelaki beristri.” Ia semakin histeris tak kuat menahan sesak yang memenuhi rongga dada.

“Tenang dulu, Jingga. Kita bicara baik-baik.” Dipta mencoba menenangkan Jingga dengan cara menarik wanita itu ke dalam pelukannya.

Jingga menjerit memukul punggung Dipta yang malah semakin erat memeluknya, “jangan sentuh aku. Kita udah nggak ada hubungan apa-apa lagi sekarang. Dan aku minta jangan pernah lagi kamu muncul di hadapan aku.”

Dipta terperangah, “a-apa maksud kamu? Nggak usah bercanda, Jingga. Aku tahu kamu marah sama aku tapi jangan kayak gini, aku nggak bisa hidup tanpa kamu.”

“Bullshit! Apapun yang keluar dari mulut kamu, aku nggak percaya.”

Pelukan mereka mengendur membuat Jingga memiliki kesempatan untuk melayangkan tinjuan mengenai perut Dipta, tidak lupa menyundul hidung lelaki itu dengan kepalanya. Lelaki itu meringis membuat tangannya terlepas dari tubuh Jingga yang sekarang berlari menjauh.

“Jingga!” Dipta berteriak, berlari mendekat pada Jingga yang kini tersungkur di aspal.

Bersambung ….

Continue to read this book for free
Scan code to download App
Comments (1)
goodnovel comment avatar
Rania Humaira
mati ajalah kau dg drama szmpah mu jingha. koq lebih nodih dari binatang ya. cuma binatang klu kawin g perlu kenal dulu szma orangtuanya. 2 th pacaran dan mau dinikahi tapi g kenal siapa calon mertua. kau dan keluarga mu waras njing? kayaknya g waras, buktinya kau keluar pake baju pengantin spt gila
VIEW ALL COMMENTS

Latest chapter

  • Satu Hari Dua Akad   Akhirnya Bisa Bahagia

    “Gue tahu lo kecewa sama Mama. Lo beneran nggak mau nemuin Mama?” tanya Bisma.“Daripada gue marah-marah ke Mama mending nggak dulu.” Bian masih merasakan kekecewaan yang mendalam.“Sekarang Mama nggak pura-pura lagi, gue sendiri yang nemuin dokternya. Mama bener-bener kena stroke.”Bukan Bian yang kaget tapi Aini yang membuka mulutnya dengan lebar saking kagetnya mendengar kabar soal ibu mertuanya. Kemarin mereka menganggap Bu Liana itu pura-pura tapi nyatanya memang terkena serangan jantung hingga membuatnya terkena stroke.Bukan hanya tidak bisa berjalan, Bu Liana juga tidak bisa bicara sama sekali.“Mas, kita lihat Mama ya,” pinta Aini, ia masih memiliki hati.“Sayang ....”“Mas, aku nggak mau kamu terus menjauhi Mama. Mungkin dengan kejadian ini Mama menyadari apa yang pernah diperbuatnya itu sebuah kesalahan. Aku nggak mau kamu jadi anak durhaka, Mas.” Aini menatap sang suami dengan mata berkaca-kaca.Aini sudah menganggap Bu Liana sebagai ibunya meski perlakuan Bu Liana jauh da

  • Satu Hari Dua Akad   Sandiwara Mama Mertua

    “Mama kok bisa di sini?” Aini langsung berdiri menghampiri ibu mertuanya yang ada di ambang pintu, duduk di kursi roda.“Mama sudah keluar dari rumah sakit dan mau melihat Lyla,” ujar Bu Liana tapi pandangan matanya menghunus pada Nella yang tidak kalah tajam menatap Bu Liana.“Bukannya dokter bilang kalau Mama-”“Mama nggak tenang kalau ada di rumah sakit takutnya kamu didatangi orang bermuka dua ini,” potong Bu Liana tanpa mengalihkan pandangan dari Nella.Nella menyeringai, ia tahu Bu Liana kini mulai melakukan permainannya. Nella tidak akan langsung masuk tapi mengambil ancang-ancang.“Mbak Ai, kalau begitu aku permisi dulu ya. Lain kali aku main lagi,” pamit Nella.“Loh, kenapa?”“Bawaannya panas di sini. Ada yang terbakar tapi bukan api,” ucap Nella dengan senyum penuh arti, ia beralih pada Lyla yang sibuk dengan mainannya, “Lyla, Tante pulang dulu ya. Nanti main lagi ke sini.”“Tante, Lyla masih mau main

  • Satu Hari Dua Akad   Perdebatan Sengit

    "Mas, ayo kita lihat Mama.""Kamu di sini aja, biar Mas yang kesana." Bian menahan Aini untuk tidak ikut."Tapi, Mas-""Nurut ya. Besok baru kamu boleh nengokin Mama. Aku juga sekalian ke pasar habis dari rumah sakit jadi kami mending nggak usah ikut.""Ya udah, semoga Mama nggak kenapa-kenapa."Aini merasa khawatir pada ibu mertuanya. Meskipun Bu Liana sering berbuat jahat tapi Aini tidak sampai hati jika harus senang atas berita yang didengarnya. Ia tetap menghormati Bu Liana sebagai ibu mertua."Mas berangkat ya." Bian langsung pergi setelah taksi online yang dipesannya datang.Alamat rumah sakit sudah dikirimkan oleh art Bu Liana. Bian mengubah tujuan langsung ke rumah sakit, terpaksa ia harus memesan mobil itu sampai nanti pulang lagi karena tidak ingin ribet apalagi harus menunggu lagi. Bian pun tidak akan lama di rumah sakit, hanya melihat kondisi ibunya setelah itu pulang."Nyonya di dalam, dari tadi men

  • Satu Hari Dua Akad   Karma dan Bahagia

    POV Author“Aish! Kenapa juga aku harus memohon kayak gini, macam nggak ada cowok lain.” Nella melemparkan ponselnya sembarang arah lalu menghempaskan tubuhnya ke ranjang. Ia baru saja membaca ulang pesan yang kemarin malam dikirim pada Bian.Menjatuhkan harga diri, pikir Nella.Nella bukan wanita yang haus akan cinta, ia memang marah dan kecewa saat tahu ternyata ibu mertuanya itu menipunya metah-mentah. Mengatakan jika Bian tidak pernah menikah padahal nyatanya sudah menikah bahkan memiliki anak dari Aini.Tidak hanya marah pada Bu Liana tapi pada Bian dan juga Aini karena merasa dibohongi, ia merasa seperti orang bodoh karena hanya ia sendiri yang tidak tahu soal fakta besar ini.Setelah tahu fakta, Nella menurunkan orang kepercayaannya untuk mencari tahu soal apa yang terjadi sebenarnya, apakah memang kesengajaan. Nella tidak mau salah membenci orang.Tidak bisa dipungkiri jika ia merasa nyaman bersama dengan Bian tapi bicara

  • Satu Hari Dua Akad   Masih Harus Berjuang

    “Tadi pas aku lewat denger suara orang nangis, aku kira Lyla yang nyariin Mbak Ai ternyata aku salah,” jawab Mas Bian sambil tertawa.Aku pikir dia akan membongkar semuanya.“Salahnya apa?”“Ternyata Mbak Ai yang nangis.”Ya ampun, kenapa Mas Bian malah mengatakan itu.“Terus kamu nyelonong saja begitu? Ih, nggak sopan banget sih. Mbak Ai pasti marah.”“Tadi saja aku langsung diusir, aku hanya khawatir Lyla kenapa-napa.”“Syukurlah kalau Lyla nggak apa-apa. Tapi kamu itu bikin malu, Mas. Main masuk ke kamar orang saja.”Sekarang bisa bernapas lega saat mendengar suara langkah kaki mereka menjauh. Salahku memang karena lupa mengunci pintu kamar, besok malam aku harus mengunci pintu agar Mas Bian tidak main masuk ke dalam kamar dan kepergok seperti tadi, untung saja Bu Nella percaya kalau tidak akan semakin bahaya.Aku bangun lebih pagi berniat membersihkan halaman belakang setelah selesai memasukkan semu

  • Satu Hari Dua Akad   Memilih Menjauh

    “Sayang.”aku berjengit mendengar suara Mas Bian. Menoleh menatapnya menyembulkan kepala di celah pintu kamar mandi.“Kenapa, Mas?”“Kalau mau pesan makan sekalian kopi ya.”“Ya ampun, kamu cuman mau bilang itu doang keluar kamar mandi?” Aku geleng-geleng kepala dengan tingkah Mas Bian.“Iya.” Dia menjawab sambil tersenyum lebar lalu masuk lagi ke dalam kamar mandi.Dia tidak menyadari raut wajahku jadi tidak khawatir. Biarkan nanti Mas Bian membaca sendiri pesan dari Bu Nella. Aku jadi penasaran bagaimana reaksi Mas Bian nanti. Apa dia akan mengikuti keinginan Bu Nella atau tetap dengan pendiriannya untuk tidak ikut campur lagi dengan urusan ibu mertua.Tapi mendengar sampai membawa-bawa hukum, ngeri juga sebenarnya. Tapi jika memang Bu Nella dan keluarganya merasa tertipu itu hal wajar, aku saja marah saat Mas Bian diberitahu kalau aku sudah meningga

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status