Home / Rumah Tangga / Satu Malam Bersama Adik Ipar / Bab 3. Kotak Berwarna Merah

Share

Bab 3. Kotak Berwarna Merah

Author: Rich Mama
last update Last Updated: 2023-09-25 07:27:58

Rania memilih untuk meninggalkan Rafka yang masih berdiri di tempatnya. Wanita itu kembali ke dapur untuk membuatkan sarapan suaminya.

"Rania, tunggu aku!" teriak Rafka kemudian.

Rafka menyusul kepergian Rania. Ia berdiri di samping wanita yang sedang sibuk dengan wajan dan spatula.

"Kenapa kamu diam saja dibentak-bentak seperti itu? Lawan Ran, jika kamu memang benar."

Rafka berbicara panjang lebar. Ia ingin Rania menjadi wanita tangguh. Sehingga tidak diinjak-injak oleh suaminya sendiri.

"Kamu apa-apaan sih, Ka! Seharusnya kamu tidak menjadi kompor. Biar dia saja," ungkap Rania sambil melirik ke arah kompor di depannya. Ucapan yang seharusnya lucu, tetapi terdengar garing di telinga adik iparnya.

"Rania, Rania, kamu masih sama saja seperti dulu. Sangat lugu dan polos." Rafka berucap dengan tenang. Menyandarkan tubuhnya di dekat dinding dapur.

"Hm, aku hanya tidak ingin memperpanjang masalah yang ada."

"Oh, ya. Apa kamu ingat dulu kamu sangat cupu dan cengeng. Kamu merengek meminta permen yang aku rebut darimu. Sangat lucu sekali wajahmu!" Rafka mengejek Rania sambil mendekatkan wajahnya.

"Rafka hentikan! Aku malu. Jangan ingatkan kembali masa lalu itu."

Dulu Rania dan Rafka memang satu sekolahan. Rafka adalah kakak kelas yang sangat jahil. Selalu mengerjai Rania karena berpenampilan culun.

Rania tidak pernah menyangka jika Rafka akan menjadi adik iparnya. Dan lelaki tersebut masih mengingat kejadian di waktu sekolah saat itu.

Rania terlihat asyik melamun. Hingga ia tak sadar jika Rafka berjalan memutari tubuhnya.

"Seperti ini 'kan, lebih cantik." Tiba-tiba Rafka melepaskan ikat rambut Rania. Entah sejak kapan kakak iparnya itu memakai ikat rambutnya di kepala.

"Rafka, kembalikan!" teriak Rania tidak terima.

"Coba saja kalau bisa. Ayo, kejar aku." Lelaki tampan itu berlari ke kamarnya. Sementara Rania sudah ngos-ngosan mengejarnya.

"Percuma saja aku mengejarnya. Tidak akan bisa."

Rania membiarkan rambutnya terurai kembali. Cepat-cepat ia menyelesaikan masakannya dan menyiapkannya di atas meja makan.

Selesai menyiapkan makanan di atas meja, Rania masih berdiri di sana. Di saat itu ia melihat Amar sudah siap untuk berangkat ke kantor.

Amar menuruni tangga sembari memakai jam tangan baru. Tubuh tegapnya yang telah mengenakan kemeja hitam begitu memikat di mata sang istri. Hingga Rania tampak terpana memandangi suaminya sampai aroma parfum yang dipakai Amar makin terasa dekat.

"Mas makan dulu," lirih Rania mencoba berbicara selembut mungkin.

"Aku buru-buru. Aku harus segera kembali ke kantor."

"I–itu jam tangan baru, ya? Mas kapan belinya?" tanya Rania lagi.

"Kenapa? Bos yang membelikannya untukku."

Rania teringat kata-kata dari Rafka. Begitu perhatian bos dari suaminya tersebut. Apakah itu suatu hal yang wajar? Mungkinkah jika Clayrine itu janda yang berusaha menggoda Amar? Seperti yang dikatakan Rafka kepadanya? Rania kembali terbayang oleh angan-angannya sendiri.

"Dan satu lagi. Aku pulang larut malam lagi hari ini. Kamu sebaiknya tidur terlebih dahulu," ucap Amar tanpa menatap istrinya. Suaranya berat dan dingin. Menunjukkan jika ia tidak ingin mendapatkan sebuah pertanyaan lagi dari istrinya.

Amar kemudian berlalu pergi begitu saja. Sedangkan Rania terduduk lesu di tempat kursinya. Detik berikutnya, sebuah cairan bening keluar dari kedua matanya. Wanita itu tidak mampu lagi untuk menutupi kesedihannya.

"Kamu kenapa, Ran?" tanya Rafka yang sudah berada di sebelah kakak iparnya.

Seketika Rania mengusap air matanya dan menoleh ke arah sumber suara. "Rafka, sejak kapan kamu di sini? Aku tidak apa-apa, kok. Hanya kelilipan saja."

"Rania, Rania."

Rafka geleng-geleng kepala. Ia tahu jika wanita itu berbohong kepadanya. Lelaki tampan itu melihat meja makan penuh dengan makanan baru yang Rania masak untuk Amar.

"Mas Amar tidak mau memakannya?" tanya Rafka memastikan.

"Dia juga tidak pernah mau membawa bekal dari rumah."

"Biar aku makan saja."

Rafka bersemangat duduk di samping Rania. Ia mulai meletakkan piring di depannya.

"Rafka, kamu serius? Kamu sudah makan sangat banyak tadi."

"Saat melihat masakanmu yang lezat, aku selalu merasa lapar lagi. Entah terbuat dari apa perutku. Sebaiknya kamu menemani aku makan. Aku tahu kamu masih lapar."

Rania hanya menjadi pemerhati saat adik iparnya makan dengan lahap. Seolah belum makan sama sekali sejak kemarin.

"Ayolah!" Rafka berusaha menyuapi Rania. Ia memaksa kakak iparnya tersebut untuk membuka mulutnya.

Mau tak mau Rania pun menurut. Ia tidak bisa mengelak lagi karena memang masih lapar.

"Kamu tidak bekerja hari ini?" tanya Rania saat menemani Rafka di dapur yang sibuk mencuci peralatan dapur yang kotor. "Biar aku saja yang membersihkannya."

Rafka melihat jam di tangannya. "Oh, ya. Aku ada janji hari ini. Masih ada waktu. Tidak apa-apa. Aku bisa menyelesaikannya dengan cepat."

"Janji sama siapa? Kamu sudah baikan sama kekasihmu?" Rania mendadak kepo dengan urusan adik iparnya.

"Em ... rahasia. Kamu akan tahu sendiri nanti."

Rafka sudah menyelesaikan pekerjaannya. Ia berjalan cepat menaiki tangga dan masuk ke dalam kamarnya.

"Rafka tunggu! Ikat rambut aku!" Rania berteriak namun sudah tidak didengar lagi oleh adik iparnya.

Rania ikut masuk ke dalam kamar. Ia berusaha mencari ikat rambut yang lain. Tidak mungkin wanita itu membiarkan rambutnya terus terurai seperti itu.

Namun saat membuka sebuah laci, Rania menemukan sesuatu. Sebuah kotak berwarna merah yang tidak pernah ia lihat sebelumnya.

"Apa ini?" Karena merasa penasaran, Rania membuka kotak itu.

Rich Mama

Kotak apa itu gaes??? Ada yang tau???? Spill donk :))

| 26
Continue to read this book for free
Scan code to download App
Comments (5)
goodnovel comment avatar
Beatrix Abineno
apa isi kotak merah itu?
goodnovel comment avatar
July Elly
Rafka perhatiansekali sama Rania
goodnovel comment avatar
Dody Pramudia
cerita nya menarik
VIEW ALL COMMENTS

Latest chapter

  • Satu Malam Bersama Adik Ipar   Extra Part (Kejutan Untuk Rania)

    Malam itu langit di atas rumah megah Rania dan Rafka penuh dengan bintang-bintang. Udara segar musim semi membawa aroma bunga yang mekar di taman mereka. Di dalam rumah suasana begitu tenang. Setelah anak bungsu mereka—Rafael berangkat kuliah ke luar negeri, rumah terasa lebih sepi. Namun kebersamaan mereka tetap hangat. Rania duduk di ruang keluarga. Ia sedang membaca buku favoritnya di bawah cahaya lampu yang lembut. Rafka yang baru saja pulang dari kantor, berjalan masuk dengan senyum lelah namun penuh cinta di wajahnya. Melihat istrinya yang tenang ia merasa bahagia meski suasana rumah kini lebih sunyi. “Rania, aku sudah pulang,” ucap Rafka lembut sambil meletakkan tas kerjanya di meja. Rania mengangkat wajahnya dari buku dan tersenyum hangat. “Selamat datang, Sayang. Bagaimana hari ini?” tanya Rania sambil menutup bukunya dan berdiri untuk menyambut suaminya. Rafka merangkul Rania dengan lembut. Lalu mencium keningnya dengan penuh kasih. “Hari yang panjang, tapi semua

  • Satu Malam Bersama Adik Ipar   Extra Part (Alsha Melahirkan)

    Di pagi yang cerah. Sinar matahari menyusup lembut melalui jendela rumah sakit, menciptakan nuansa hangat dan damai di ruangan bersalin. Di luar burung-burung berkicau riang menyambut datangnya hari baru. Namun di dalam ruangan itu, suasana penuh dengan ketegangan dan harapan. Alsha dengan wajah yang berpeluh tengah berjuang melahirkan buah hati yang dinantikan. Dito berdiri di samping Alsha. Ia menggenggam erat tangan sang istri. Lelaki tampan itu memberikan dukungan tanpa henti. Wajah Dito tampak cemas. Namun ia merasakan kebahagiaan yang tak bisa terlukiskan. “Kamu bisa, Alsha. Aku ada di sini bersamamu,” bisiknya dengan suara lembut dan penuh kasih. Dengan napas yang terengah-engah, Alsha menguatkan diri. Setiap kontraksi membawa rasa sakit yang luar biasa, namun juga mendekatkannya pada momen yang paling dinantikan dalam hidupnya. Wajahnya menegang, tetapi ada kilauan tekad di matanya. “Sedikit lagi, Bu Alsha. Sedikit lagi,” ucap dokter dengan nada tenang dan men

  • Satu Malam Bersama Adik Ipar   Extra Part (Alma Hamil)

    Pagi itu matahari baru saja terbit dan sinarnya yang lembut menembus jendela kamar Alma dan Marco. Suara burung berkicau di luar rumah memberikan kesan damai dan menenangkan. Namun pagi itu terasa berbeda bagi Alma. Dia terbangun dengan perasaan yang aneh. Sesuatu yang tidak biasa. Alma mencoba mengabaikannya, tapi gejala-gejala yang dia rasakan semakin nyata. Alma duduk di tepi ranjang, memegang perutnya yang terasa aneh. Pusing, mual, dan perasaan lelah yang luar biasa menyelimuti dirinya. Ia mengingat kembali beberapa hari terakhir, mencoba mencari penjelasan. “Mungkinkah?” pikir Alma, hatinya berdebar-debar dengan harapan sekaligus kecemasan. Marco yang berada di dapur, sedang menyiapkan sarapan. Dia memperhatikan Alma yang keluar dari kamar dengan wajah pucat. “Kamu baik-baik saja, Alma?” tanya Marco dengan nada khawatir. Alma mencoba tersenyum. “Aku merasa sedikit tidak enak badan. Mungkin aku butuh istirahat lebih,” jawabnya sambil mencoba menyembunyikan kekhawati

  • Satu Malam Bersama Adik Ipar   Bab 222. TAMAT

    Beberapa hari telah berlalu. Alsha memilih menyendiri di sebuah hotel kecil yang tersembunyi dari hiruk-pikuk kota. Ia membutuhkan waktu untuk merenung dan menenangkan hatinya yang kacau. Kamar hotel itu sederhana, tapi cukup nyaman untuk menjadi tempat perlindungan sementara. Cahaya matahari pagi yang masuk melalui jendela memberikan sedikit kehangatan di dalam ruangan yang sunyi itu. Di tepi ranjang Alsha duduk dengan tatapan kosong. Ia merenungkan semua yang telah terjadi. Di dalam hatinya ada campuran antara rasa sakit, kebingungan, dan ketidakpastian. Gadis itu mengelus perutnya yang masih rata. Membayangkan bayi yang sedang tumbuh di dalamnya. Bayangan masa depan yang penuh dengan ketidakpastian membuatnya merasa sendirian. Ketukan lembut di pintu mengagetkannya dari lamunan. Dengan perlahan dan hati-hati Alsha bangkit lalu membuka pintu. Di sana berdiri seorang lelaki suruhan papanya yang akhirnya berhasil menemukan tempat persembunyian Alsha setelah berhari

  • Satu Malam Bersama Adik Ipar   Bab 221. Alsha Hamil?

    Hari pernikahan yang dinanti-nanti pun tiba. Karena sebuah kesepakatan akhirnya pernikahan dilaksanakan di rumah Rania dan Rafka. Taman rumah yang luas telah disulap menjadi tempat pernikahan yang megah, dipenuhi dengan hiasan bunga-bunga berwarna pastel dan lilin-lilin yang memberikan cahaya hangat. Sebuah tenda besar dihiasi kain putih dan pita emas menjulang di tengah-tengah taman. Menambah kesan elegan dan mewah. Marco, Alma, dan Dito sudah berkumpul bersama keluarga dan tamu undangan. Semuanya terlihat anggun dalam balutan busana pernikahan yang memukau. Pak penghulu telah datang dan bersiap untuk memulai prosesi ijab kabul. Namun di antara keramaian dan kegembiraan itu ada satu hal yang mengganjal. “Ke mana Alsha?” tanya Rania dengan cemas. Ia memandang sekeliling mencari putrinya. “Tadi katanya ke toilet sebentar,” jawab Alma dengan sedikit gugup. Gadis itu mencoba menenangkan ibunya. Marco mulai merasa cemas. “Aku akan mencarinya,” ucapnya seraya bergegas menuju

  • Satu Malam Bersama Adik Ipar   Bab 220. Menjadi Kenyataan

    Tanpa terasa hari pernikahan semakin dekat. Segala persiapan sudah selesai. Malam sebelum pernikahan, Alsha duduk sendirian di balkon apartemen. Ia merenung tentang semua yang telah terjadi. Angin malam yang sejuk mengusap wajahnya, membawa kedamaian yang sementara. Tiba-tiba pintu balkon terbuka dan Alma ke luar. “Hei!” Alma menyapa sambil mendekati Alsha. “Kenapa kamu di sini sendirian?” “Alsha hanya merenung, Kak. Besok adalah hari besar kita,” jawab Alsha dengan senyum tipis. “Iya, besok kita akan memulai babak baru dalam hidup kita. Kamu sudah siap?” tanya Alma dengan lembut. “Sejujurnya, Alsha sedikit gugup. Tapi Alsha yakin ini adalah langkah yang benar,” jawab Alsha kemudian. “Semua akan baik-baik saja, Alsha!” Alma berbicara dengan yakin sambil merangkul kembarannya itu. Mereka duduk bersama dalam keheningan sejenak. Menikmati kebersamaan yang tenang di malam yang penuh bintang. Suara kota yang jauh terdengar seperti bisikan lembut, memberikan latar belakang yang m

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status