Share

Bab 3. Sedih

   Semenjak kepergian sang ibu, Aarav menjadi terpuruk. Dia sangat sedih. Apalagi, ayahnya juga sering mendiamkannya, bahkan pergi keluar rumah. Jarang sekali pulang. Membuat Aarav semakin kesepian.

Karena stres, Aarav menjadi sering menghabiskan waktunya di kamar. Mengurung diri dari keramaian. Bahkan dari teman-temannya. Kegelapan yang tadinya adalah hal yang menakutkan bagi Aarav, sekarang adalah hal yang paling menenangkannya. Kesunyian ini benar-benar indah meski harus dihiasi dengan tangis.

tok tok tok

Mendengar suara ketukan pintu, Aarav pun segera menghapus air matanya dan beranjak dari kasurnya kemudian membuka pintu. Dia melihat Ana, bibinya, sedang berdiri sambil membawa nampan yang terdapat makanan.

Ana tersenyum menatap Aarav.

"Aarav, ayo makan. Ini sudah malam, kamu belum makan dari pagi. Ayo makanlah nanti kamu bisa sakit. Baiklah kalau kamu tidak mau makan sendiri. Sini, biar Bibi suapin," kata bibi. Dia mengajak Aarav duduk di sofa. Saat dia hendak menyuapinya makan, tiba-tiba Aarav menghentikannya.

"Gak, Bi. Aku gak lapar," tolak Aarav.

Ana menatap Aarav. 

"Tapi? Dengar, kau harus makan. Nanti kalau kamu sakit gimana? Bibi pasti akan sedih. Apa kau mau bibi sedih?'' Ana berusaha membujuk Aarav agar mau makan.

Aarav menggeleng. 

"Tidak, Kan? Ya sudah, ayo makan," ujar Ana sembari menyuapi Aarav makan.

Aarav memandangi sekeliling kamarnya dengan tatapan sendu. 

Dia teringat masalah kemarin malam dan merasa sedih.

"Bi, Aarav boleh tanya gak?'' pintanya. Ana tersenyum.

"Tentu boleh, Sayang. Ada apa?" 

"Bi ... Bibi tahu tidak, Mama pergi kemana? Masa sejak kemarin malam, Mama gak pernah pulang. Aku kangen.." ucap Aarav. Dia menatap Ana dengan mata yang berkaca-kaca.

Ana yang melihat dan mendengar ucapan Aarav menjadi iba. Dia berusaha membuat alasan agar dia tidak membenci orang tuanya karena berburuk sangka.

"Aarav sayang, Mama sama Papa lagi ada urusan penting. Makanya mereka jarang pulang. Tapi kamu jangan sedih. Besok Papa sama Mama pasti akan pulang kok, kamu yang sabar," jelas Ana sambil membelai rambut Aarav.

Aarav hanya diam. Air matanya turun membasahi wajahnya. Ana mendekat pada Aarav dan memeluknya berusaha menenangkan Aarav yang sedang bersedih.

***

Hari demi hari berlalu, siang berganti malam. Kesunyian ini sekarang semakin menjadi. Dunia tak lagi indah seperti dulu. Rupanya memang cantik, hawanya memang sejuk, tapi tidak dengan hati yang sekarang semakin terluka akibat perpisahan.

Rumah kini tak lagi terlihat menyenangkan. Ini adalah hal yang mengerikan. Pulang kerumah, tidur dalam kegelapan, tidak ada lagi kehangatan keluarga, menangis dalam sunyi. Kau tau? Ini sangat menyiksa.

Meskipun hati Aarav sekarang benar-benar sedih. Dia berusaha menghibur dirinya sendiri, bahwa semua akan baik-baik saja, walau itu sebenarnya tidak akan terjadi.

***

Suatu hari, sekolah Aarav mengadakan ulangan. 

Aarav berusaha mendapatkan nilai terbaik dengan belajar giat. Hingga sampai penerimaan raport, usahanya tidak sia-sia. Dia berhasil memperoleh nilai terbaik dan mendapat juara kelas. 

Aarav merasa sangat senang. Tapi di sisi lain, dia juga sedih karena ayahnya tak kunjung datang ke sekolah. 

Aarav memandangi sekelilingnya. Dia cemburu melihat kedekatan teman-teman dan orang tuanya yang terlihat saling menyayangi. Aarav menundukkan pandangannya ke bawah. Dia berusaha meyakinkan bahwa ayahnya pasti akan datang. Namun dia salah, bahkan saat pulang sekolah, ayahnya pun tidak datang menjemputnya dan akhirnya dia pulang ke rumah dengan diantar sopirnya.

Sesampainya di rumah, Aarav berusaha mencari keberadaan sang ayah. Tapi ternyata dia juga tidak ada di rumah. 

Aarav pun pergi ke kamarnya dan melemparkan tasnya asal ke lantai karena kesal.

Dia mengacak-acak rambutnya dan duduk di ranjang sambil memandangi kamar dengan sedih.

Karena kepergian orang tua yang tiba-tiba tanpa alasan membuat Aarav menjadi terpuruk. Dia benar-benar terluka.

***

Malam hari, Aarav sedang belajar di ruang tamu. Dia tidak lagi di kamar lagi, Karena sekarang dia tidak ingin terus sendiri seperti itu. Dan ditemani oleh Ana.

Tiba-tiba, di saat asyik belajar, terdengar suara ketukan pintu. Aarav yang mendengarnya pun hendak membuka pintu, tapi Ana mencegahnya.

Dia beranjak membuka pintu dan terkejut melihat Angga.

"Tuan!?"

"Di mana Aarav?" tanya Angga sembari melihat sekeliling ruangan.

"Dia sedang belajar, tadi---" ucapan Ana terpotong melihat Aarav yang sekarang ada di depannya sambil memeluk sang ayah.

"Pa ... Papa dari mana aja?" tanya Aarav.

"Aku kangen," lanjutnya.

Angga hanya diam. Dia tidak menghiraukan ucapan anaknya tersebut. Kemudian pergi meninggalkan nya tanpa sepatah kata pun, membuat Aarav kembali kecewa.

Dia menunduk. Ana yang melihat hal itu berjalan menghampiri Aarav dan memenangkannya.

"Sudahlah. Jangan sedih. Papa hanya kelelahan."

Aarav hanya diam.

-Bersambung-

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status