Share

Scorpio part 2[ Bola basket]

Guru Biologi itu menatap Rava dari atas sampai bawah. Rambut acak-acakan pakaian penuh dengan noda, bau busuk tercium dari seluruh tubuh cowok itu. Rava hendak berjalan duduk di bangku suara Pak Edy memperhentikan langkahnya.

"Jangan ikut pelajaran saya, keluar kamu Rava. Nanti yang ada semua teman-teman kamu tidak ada yang betah. Karena satu ruangan dengan kamu. Sebagai gantinya kamu berjemur sampai jam pelajaran saya habis."

"Tapi kan pak--?" ujarnya dengan nada tak rela. Rava berbalik melangkah keluar kelas. Saat memasuki lapangan indor. Semua siswi maupun siswa menyorakinya karena bauh dari tubuh Rava yang menyengat.

Rava tidak memperdulikan, ia melanjutkan langkahnya hingga sampai di tiang bendera. Melepaskan kaca mata lalu membersihkan dengan seragam putihnya. Rava memakai kembali kaca mata itu, pandangannya sudah jelas.

Ia mengangkat tangan untuk hormat ke bendera merah-putih yang berkibar di atas sana. Segerombol cowok yang sedang bermain basket tersenyum melirik Rava yang sedang sendirian.

"WOY CUPU! JANGAN NGALANGIN KITA MAU TANDING DONG! PERGI DARI SINI SANA." teriak salah satu murid laki-laki yang bernama Dino.

Rava tidak melirik sedikitpun. Fokusnya hanya mendongak menatap sang bendera yang sedang berkibar. Melihat respon Rava hanya diam, Dino kesal melempar bola basket yang berada di tanganya hingga mengenai kepala Rava.

Bruk

Cowok itu tersungkur di lantai, kerasnya bola basket membuat Rava tumbang. Ia bangkit, mengusap darah yang mengalir di pelipisnya. Ringisan kecil keluar dari bibir cowok itu.

Tidak ada yang peduli, justru mereka tertawa dengan keras melihat penderitaan Rava yang bertubi-tubi. Apalagi Dino, dia tersenyum kemenangan, langkahnya berhenti di hadapan Rava.

"Pengecut! Tampangnya aja cowok baru juga digituin udah lembek aja lo!"

Dino menoyor kepala Rava sampai terhuyung ke belakang. Semua teman-temannya tertawa dan pergi dari tempat itu bersama Dino. Rava hanya bisa menghela napas berat. Sudah menjadi makanan kesehariann ketika Rava dibuly. Semakin Rava membalasnya mereka tidak akan melepaskannya begitu mudah.

Maka dari itu Rava hanya diam saat semua orang membulynya. Ia lebih memilih menulikan pendengaran dari pada melawan mereka dengan sendirin

Bel Istirahat berbunyi, Rava melangkahkan kakinya menuju kantin. Saat sampai disana ia duduk, memanggil ibu penjual cireng kesukaan Rava dari pertama sekolah disini. Bu Ceci melangkah mendekati Rava, perempuan itu tersenyum ramah.

"Biasa yah bu satu, jangan lupa sama es tehnya," ujar Rava memaksa tersenyum, sebenarnya ia pusing. Saat selesai menjalankan hukuman tadi di lapangan sebenarnya Raca ingin pergi ke UKS. Tapi pagi tadi Rava belum sarapan, jadi ia memutuskan untuk pergi ke kantin sebentar. Baru setelah itu ia mengistirahatkan tubuhnya di UKS.

"Jidat kamu kenapa merah gitu? Abis di buly lagi yah?" balas Bu Ceci menyentuh lebam di kening Rava. Cowok itu menggeleng, Segera menutupinya dengan rambut.

"Nggak Bu, ini semalem kejedot meja pas ngerjain tugas. Jadi kaya gini deh," bisik Rava lirih, ia membenarkan kaca matanya yang turun sedaritadi.

Bu Ceci tersenyum ia berbalik ke gerobaknya membuatkan semangkuk cireng kuah pedas dan segelas es teh. Ia meletakanya di meja, duduk menatap Rava yang tersenyum lebar. Sebenarnya Bu Ceci mengerti kenapa Rava bisa seperti itu karena kelakuan murid laki-laki yang selalu membuly

Namun ia hanya bisa membantu Rava sedikit. Karena Bu Ceci mengerti Rava orang yang tidak mempunyai harta yang banyak. Anak dari kalangan biasa saja, maka semua guru tidak ada yang peduli saat Rava dibuly oleh temanya.

"Rava bayar sepuluh ribu nih, hari ini aku punya uang. Jadi bayar sama yang kemarin yah bu," kata Rava memberikan uang berjumlah sepuluh ribu ke Bu Ceci. Perempuan paru baya itu menggeleng, ia mengembalikan uangnya pada Rava lagi.

"Nggak usah, buat jajan kamu aja. Yang penting habis makan, bantuin ibu cuci piring. Oke?" balas Bu Ceci mengacungkan jari jempolnya, ia bangkit dari duduknya karena beberapa siswa yang akan membeli makanan.

Rava mengucapkan rasa syukur, ia bisa makan dengan lahap. Dan untuk uangnya akan ia tabung untuk membayar Spp bulan ini. Agar Bu Ica tidak menagih, dan Rava di perbolehkan untuk ikut ujian semester nanti.

"Beliin gue rokok!" ujar salah satu siswa duduk di hadapan Rava. Cowok itu tersenyum mengejek lalau tanganya mengambil es teh milik Rava yang belum tersentuh lalu meminumnya. Rava menatap Javar sengit, saat sedang asyik makan siang selalu saja kaka kelas ini datang dan mengacaukan Rava.

Setelah itu nanti menyuruhnya membeli rokok di warung belakang sekolah dengan paksaan. Kalau Rava menolak dia akan di hajar habis oleh geng nakal ini. Yang selalu membuat rusuh di sekolah, ataupun tawuran antar sekolah lain. Beruntung saja Rava tidak nakal seperti itu dan berandal.

"Lo nggak lihat gue lagi makan?" kesalnya menatap Javar dengan sengit. Rava melanjutkan makannya hingga habis. Saat ingin berjalan ia tersandung kaki Javar yang dibawah meja

Bruk

Mangkuk itu jatuh dilantai dan pecah. Rava jatuh tersungkur, ia bangkit membersihkan pecahan beling dan memasukannya kedalam pelastik. Bu Ceci menatap tajam ke arah Javar dan temannya yang lain. Membuat Javar melirik bu Ceci datar.

"Bisa nggak sih sehari aja kalian nggak bikin rusuh? Selalu saja mengganggu Rava yang tidak pernah melakukan kesalahan sama kalian. Apa kalian tidak memiliki perasaan kasihan pada Rava? Selalu saja dibuly sama semua murid disini."

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status