Home / Romansa / Sebening Cinta Anne / Part 10. Maukah Kau Melahirkan Anak-anakku?

Share

Part 10. Maukah Kau Melahirkan Anak-anakku?

Author: Ummu Nadin
last update Last Updated: 2021-08-04 07:14:04

Federick membaca berkas laporan yang dikirim seseorang di email-nya. Dari ekspresi wajahnya menampakkan keseriusan, seolah sedang memeriksa laporan penting.

 

"Hmmm, jadi begini, dasar licik," desisnya geram.

Dia masih begitu serius membaca email itu, ketika terdengar dering panggilan telepon di Smartphone nya.

 

"Ya."

"Teruskan saja, jangan ada yang terlewat!"

"Okay, kutunggu laporannya."

 

Demikian instruksi yang dia perintahkan pada orang di seberang sana. Setelah dia menutup telepon, Federick kembali sibuk dengan laptopnya. 

 

"Gue akan membongkar semua misteri ini untuk elo, semoga elo tenang di sana, Sher," gumamnya pelan.

 

Federick Adi Wijaya menghembuskan nafas panjang. Dia terkenang dengan masa sekian puluh tahun yang lalu. Ketika dia masih memakai seragam putih abu.

 

"Sher, bulan depan keluarga gue mau pindah ke Amrik. Jadi gue harus ikut ke sana," pamit Federick.

"Yah, kita ga bisa ketemu lagi dong," protes Sherly.

"Bisalah, kayak ga ada pesawat aja," keduanya kemudian tertawa bersama.

 

"Makasih, ya. Selama ini udah jadi sahabat terbaik gue," Federick berucap sambil menggandeng tangan sahabatnya itu.

 

"Baiklah, elo boleh pergi. Tapi janji, ya. Tar balek lagi ke indonesia," pinta Sherly mengiba.

"Pasti, Sher,"

 

"Gimana kalau misal kita bikin perjanjian, tar misal anak gue cewek dan anak elo cowok kita jodohin aja, ya. Pasti seru," ujar Sherly.

"Hahaha ... masih SMA udah mikir jodohin anak," balas Federick.

"Biarin, biar elo ga lupa sama gue, Drik," sungut Sherly.

"Kenapa ga kita aja yang merried? Kayaknya lebih asyik tuh," goda Federick.

"Ogah, males banget gue jadi istri elo," Sherly terbahak-bahak.

"Sialan Lo, emang kenapa coba?" Federick manyun.

"Pokoknya gue ogah, kita tetap jadi sahabat sampai kapanpun," 

"Okay, gue bakal kembali bawa anak cowok, buat jadi suami anak elo," Federick menjawab sambil terbahak.

"Elo harus inget janji ini, Drik. Kalau ga, tar gue tagih terus, meskipun gue udah mati, gue bakal menghantui hidup elo,"

 

Tiba-tiba airmata Federick mengalir, mengingat perbincangan mereka di masa itu.

 

"Gue ga lupa janji gue, Sher. Anne akan gue jaga semampu gue," ucapnya yakin.

Semenjak Federick pindah di Amerika, mereka hanya saling berkirim kabar lewat email atau telephone.

 

Begitu juga saat Sherly menikah dengan Darren Atmaja, Federick selalu mendapatkan kabar tentang keluarganya dari email yang hampir sebulan sekali di kirim Sherly.

 

Sampai akhirnya ketika anak mereka sudah sekolah di sekolah menengah Federick dan istrinya pulang di Indonesia. Mendirikan perusahaan cabang di sini. Sementara anak-anaknya memilih tetap tinggal di Amerika, karena setelah satu tahun ikut di Indonesia mereka belum bisa membiasakan diri dengan suasana Indonesia.

 

Saat itu beberapa kali berjumpa dengan Darren Atmaja dan Sherly. Membahas kerjasama bisnis, sekaligus juga melanjutkan perbincangan tentang janji mereka di masa putih abu. Meski hanya sekedar perbincangan saja karena anak-anak mereka toh masih sekolah SMP. 

 

Sampai kemudian Federick mendengar berita tentang kecelakaan yang menewaskan keduanya.

 

Sebagai sahabat lama Sherly, dia curiga dengan kecelakaan itu. Sehingga dia menyewa detektif untuk menyelidiki bahkan mengawasi keluarga Atmaja, sampai hari ini.

 

Ketika Federick tahu, Anne aktiv di sebuah yayasan tuna rungu, dia kemudian memutuskan untuk menjadi donatur tetap yayasan itu. 

 

Semua itu dia lakukan karena dia ingin bisa dekat dan mengawasi Anne, se-alami mungkin. Dia tidak ingin menimbulkan kecurigaan pihak yang masih berkeliaran mengancam nyawa Anne setiap saat.

 

Semua informasi telah dia dapatkan, termasuk bagaimana keluarga Atmaja memperlakukan Anne.

 

Federick bahkan sangat geram saat dia melihat sendiri bagaimana keluarga Atmaja mencoba mempermalukan Anne didepannya,  saat makan malam untuk mempertemukan Hanzel dan Anne saat itu.

Sehingga dia memutuskan untuk segera pergi dari sana segera, bukan kesal dengan Anne. Tapi kesal melihat Anne dipermalukan didepannya.

 

"Mereka akan membayar lunas semuanya, Sher. Gue janji sama elo," gumamnya seraya mengusap airmata yang lolos dari sepasang matanya.

 

 

***

 

 

"Lex, gimana,"

Raka sore ini ketemuan sama Alex di kafe sepulang kerja. 

"Gue galau, Ka,"

"Apaan sih, cuma gitu doang," Raka mencibir.

"Tapi tar kalo ketahuan gue bisa di penjara, hidup gue bakal hancur," ucap Alex.

"Ya, jangan sampai ketahuan dong, Bro. Kerja yang rapi, biar ga ketahuan," Raka terus membujuk.

 

"Gue belum pernah ngelakuin kayak gini, Ka. Gue anak baik-baik, tahu ga," kata Alex kemudian.

"Heleh, cemen, Lo," jiwa ke-lelaki-annya merasa tertantang dengan ejekan Raka.

 

Alex tampak berpikir.

 

"Please, bro, tolongin gue. Miska bakal bawel banget kalo tar elo nolak," bujuk Raka.

"Yah, elo. Sama Adek aja kalah," ejek Alex balik.

"Tau tuh, nyokap pilih kasih banget sama gue," Raka tampak kesal.

 

"Kalau Miska minta semua dikabulin, nah giliran gue yang minta pasti diceramahin panjang lebar, bete banget tau ga," ucap Raka.

"Elo kayak anak tiri aja deh, Ka," Alex menimpali.

 

Raka hanya mendengus kesal. Selama ini bahkan dia sudah menjadi kakak yang baik buat Miska, tapi kenapa dia masih diperlakukan tidak adil seperti ini.

 

"Udah ah, kok jadi ngomongin gue," Raka menimpali.

"Trus jadi apa keputusan elo?" tanya Raka.

"Gue butuh waktu, Ka. Karena gue harus menimbang-nimbang baik buruknya," jawab Alex.

"Yaelah, kelamaan dong, Lex. Miska butuh kepastian," desak Raka.

 

"Ga bisa buru-buru dong, Ka. Bisa berabe kalo buru-buru. Semua harus dibikin Mateng dulu, baru eksekusi," ujar Alex.

"Cie, kayaknya elo udah punya pengalaman eksekusi," cibir Raka.

"Hahaha ... ya ga gitu juga, cuma ya jangan grasak-grusuk," elak Alex.

 

Raka manggut-manggut, kemudian dia berpamitan pulang.

 

"Ya udah deh, gue tunggu kabar dari elo, apapun keputusan elo,"  tukas Raka.

"Oke, Bro. Asiyap," jawab Alex. 

Setelahnya Raka melangkah menjauh, pulang.

 

 

 

***

 

 

Anne duduk di depan Hanzel. Siang ini Hanzel menjemput Anne di yayasan karena mengajaknya makan siang. Mereka makan siang di sebuah restoran sea food kesukaan Hanzel.

 

Sejak perkataan papanya yang mengatakan bahwa Alex berbahaya. Hanzel jadi kepikiran. Dia berusaha lebih sering mendatangi yayasan untuk bertemu Anne.

 

"Ann, kamu mau makan apa?"

"Aku bisa makan apa aja, Hanz," 

"Masak sih? Buktinya saat itu kamu makan sup sama minum juz alpukad, dilepehin," goda Hanzel.

 

Wajah putih Anne memerah saat dia teringat peristiwa itu. Betapa memalukan sikapnya saat itu.

 

"Waktu itu juz nya asin, Hanz," bela Anne.

"Ya ampun, Ann. Pelayan yang di rumah kamu apa ga bisa bedain gula sama garam sih?" Hanzel terbahak.

"Ya kali dikiranya kuah sup makanya dikasih garam, untung aja kamu ga nyobain," ucap Anne polos.

 

Hanzel tersenyum. Entah apa yang telah membuatnya selalu merindukan wanita di depannya ini. 

 

Wajah polos tanpa make-up, penampilan sangat sederhana. Padahal dia berasal dari keluarga konglomerat. Hanzel tak habis pikir. Kenapa bisa bertolak belakang dengan penampilan Miska.

 

Tak lama kemudian pelayan restoran mengantar pesanan mereka, dan mereka kemudian makan dalam diam.

 

"Hanz,"

"Hmmm,"

 

"Bisa ga lain kali makan di warung lesehan pinggir jalan, gitu," tanya Anne membuat mata Hanzel tak berkedip. Hanzel tak habis pikir dengan permintaan Anne.

 

"Kenapa?"

"Ya gapapa sih, cuma sayang uangnya. Aku jadi inget anak-anak di yayasan," kata Anne lirih.

 

"Makanan dengan citarasa seperti ini, aku tahu tempat yang jual dengan harga yang sangat merakyat, kapan-kapan kita makan di situ, kalau kamu mau sih," cicit Anne kemudian.

 

"Kamu ngajak aku nge-date nih, Ann?" goda Hanzel jahil.

"Okay, kapan kita makan di sana? sesekali nurutin permintaan calon istri," lanjut Hanzel kemudian. Kemudian Hanzel nyengir kuda.

 

Wajah Anne memerah mendengar Hanzel menggodanya. Padahal tadinya dia hanya merasa sayang harus bayar mahal, jika ada makanan dengan citarasa yang sama dengan harga yang murah, kenapa ga di coba.

 

Hanzel tersenyum penuh kemenangan, melihat wanita di depannya kini wajahnya  mirip udang rebus. Memerah.

 

"Ann."

"Ya."

"Apakah kamu bersedia menjadi ibu dari  anak-anakku?"

 

Anne yang baru minum lemon tea jadi tersedak mendengar perkataan Hanzel. 

 

"Uhuk, uhuk," Anne tersedak.

"Pelan-pelan, Ann," tukas Hanzel.

 

Hanzel segera berdiri menepuk punggung Anne, sambil menunduk. Kemudian mengelus rambut Anne penuh sayang.

 

Sementara dari kejauhan sepasang mata yang mengawasi mereka dari tadi tampak kesal. Karena dari jauh pemandangan itu terlihat seolah Hanzel sedang bermesraan dengan Anne. 

 

"Elo harus jelasin sama gue, Hanz," ucapnya kemudian beranjak pergi dari restoran itu sambil menahan geram.

 

 

 

 

 

 

 

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Sebening Cinta Anne   Part 50. Akhir Sebuah Kisah

    Suasana tenang melingkupi area pemakaman Al Azhar memorial garden. Sepeninggal Dewangga pulang bersama polisi, Atmaja-pun pulang dianter Federick, sementara Anne ditemani Hanzel melanjutkan sekalian ziarah di makam orang tuanya. Apalagi besok adalah hari pernikahan mereka.Keduanya tampak khusyuk bersimpuh di depan dua makam di depan mereka. Di batu nisannya, bertuliskan Darren Atmaja, sementara yang satunya Sherly Putri Sudjatmiko. Ya, mereka adalah mama dan papa Anne."Ma, Pa, dia adalah pria yang mama pilihkan untuk Anne, namanya Hanzel," gumamnya di atas pusara orang tuanya.Dua netra bening telah dipenuhi dengan kaca-kaca yang hanya dengan sekali kedipan mata, akan luruh menjadi hujan."Om, Tante, terima kasih telah mempercayai saya untuk menjadi penjaga wanita ini, saya akan berusaha keras untuk menjaganya. Besok kami akan menikah, tenanglah di sana, semoga Allah menempatkan kalian di syurga-Nya," gumam Hanzel di depan pusara kedua orang tua Anne.

  • Sebening Cinta Anne   Part 49. Atmaja dan Dewangga

    Dua orang pria tua duduk saling berhadapan dan saling membisu, tatapan mata keduanya bertemu akhirnya saling membuang wajah. Puluhan menit berlalu, tanpa sepatah katapun yang terucap dari bibir keduanya."Kau ga ingin menghajarku?" tanya pria tua yang memakai baju Oren bertuliskan tahanan di punggungnya."Kau meledekku, hah? berdiri saja aku tidak mampu," jawab pria tua yang duduk di kursi roda."Tak kusangka Andini memilih pria lemah sepertimu," ejek pria berbaju oren.Keduanya tertawa miris. Ya, mereka adalah Atmaja dan Dewangga. Setelah sekian puluh tahun tak saling bertemu, tak saling menyapa, dan tak saling memberi kabar, akhirnya kini Tuhan mempertemukan mereka, di tempat yang tidak seharusnya.Ya, kini Dewangga ada di dalam penjara. Di tempat yang sama dengan Raka ditahan.Pagi ini Atmaja menjenguknya, menjenguk pria yang telah menghabisi anak semata wayangnya, Darren Atmaja."Apa tempatnya nyaman untukmu?" tanya At

  • Sebening Cinta Anne   Part 48. Cintamu telah Kembali

    Anne melangkah turun dari mobil dengan terburu-buru, sementara Hanzel mengawalnya di belakang. Mereka kini telah berada di kantor polisi, untuk menemui kakek Dewangga. Ada banyak pertanyaan yang berputar-putar dalam benaknya tentang alasan Dewangga menembak Raka. Anne menangkap keanehan tentang sikap Dewangga padanya. Mestinya pria tua itu tidak perlu mengorbankan dirinya meringkuk di penjara untuk orang yang baru sehari dia kenal, bukankah ini sangat aneh?Akan tetapi gadis itu sangat bersyukur pria tua yang baru dia kenal kemarin, telah melakukan sesuatu untuk mereka di saat yang tepat. Anne tidak bisa membayangkan jika Dewangga datang terlambat satu menit saja, akan lain ceritanya. Pasti saat itu kepala Hanzel yang harus terluka terkena pukulan Raka. Bagaimanapun semua pertanyaan itu harus terjawab hari ini.Finn yang sudah lebih dulu di kantor polisi, menyambut mereka dengan wajah penuh tanya."Kenapa, Hanz?" tanya Finn."Kakek Dewangga," jawab Hanzel

  • Sebening Cinta Anne   Part 47. Karena Aku Mencintaimu

    "Bunuh aku sekarang, Ka, aku ikhlas jika harus mati sekarang," jawab Anne lemah.Raka tertawa melihat Anne meringkuk di sudut kamar sambil ketakutan. Kemudian pria itu berjalan mendekatinya dengan bertelanjang dada, sementara Anne tampak semakin panik dan ketakutan tidak tahu harus berbuat apa. Hiks ..."Hahaha ... kemari, Ann!" ujar Raka di sela tawanya."Jangan mendekat, Ka!" pekik Anne."Hey, jangan teriak-teriak, Ann," ujar Raka menahan tawa."Pergi, Ka, pergi!" jerit Anne, mulai terisak.Raka geli melihat ekspresi Anne yang ketakutan. Padahal dia sebenarnya hanya bermaksud mengerjainya saja, supaya Anne berkata bersedia menjadi istrinya, tidak di sangka Anne benar-benar ketakutan melihatnya melepaskan kaosnya. Gadis itu mengira Raka akan melakukan hal yang tidak senonoh kepadanya, hingga membuatnya ketakutan. Baginya ini lebih menakutkan daripada dibunuh."Ann, udah, aku cuma becanda, ya ampun," hibur Raka, tapi Anne terlan

  • Sebening Cinta Anne   Part 46. Raka Sang Psikopat

    Hari ini Anne masih di Senggigi, semalam mereka menginap di resto milik Raka di tepian Senggigi. Karena setelah usai menikmati sunset, Anne tampak sudah terlalu lelah jika harus diajak pulang ke villa yang telah mereka sewa.Sementara Dewangga juga menginap di tempat yang sama atas permintaan Anne. Meskipun Raka keberatan, tapi akhirnya mengalah karena Anne bersikeras memberi tumpangan pada dewangga untuk menginap tadi malam.Siang ini Raka berniat mengajak Anne kembali ke villa, tapi Anne memaksa untuk membawa serta Dewangga bersama mereka. Raka tidak habis pikir dengan Anne, kenapa gadis itu begitu memaksa untuk memberi tumpangan pada Dewangga, padahal dia adalah orang asing.Kini mereka berdebat di tepi pantai."Ann, dia hanya orang asing, jangan terlalu baik," protes Raka ketika Anne memintanya untuk mengajak Dewangga sementara tinggal bersama mereka di villa."Ka, dia seusia kakek Atmaja, apa kamu ga kasihan?" bujuk Anne.Raka mem

  • Sebening Cinta Anne   Part 45. Harus Menemukanmu

    Pintu kedatangan bandara internasional Zaenudin Abdul Madjid Lombok siang ini sangat padat, di luar tampak beberapa petugas sedang menunggu kedatangan Hanzel dan Finn serta dua polisi Surabaya yang terbang dari bandara Juanda sebelum dhuhur tadi."Kami sudah menunggu di luar, Pak," jawab salah satu polisi yang di dadanya tertulis nama Kompol Zakaria menjawab panggilan dari rombongan Hanzel."Baik, kami tunggu," jawabnya lagi seraya mematikan panggilan.Dia lalu memberikan informasi kepada anak buahnya untuk bersiap karena yang ditunggu sedang menuju di luar."Kalian bersiap, mereka sudah berjalan kemari," titahnya pada anak buah yang mendampingi."Siap, Ndan," jawab mereka serempak.Tak berapa lama kemudian, yang mereka tunggu telah muncul dari pintu keluar bandara, hingga terbit senyuman sang komandan seraya berjalan mendekat."Mari, Pak Finn, Pak Hanzel," sapanya.Mereka saling berjabat tangan, kemudian memberikan infor

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status