Share

Perintah Abah

Author: OptimisNa_12
last update Last Updated: 2022-05-28 01:46:40

Part 6 Perintah Abah

Pokoknya aku harus berhasil, karena, sementara, ini adalah satu-satunya cara agar mereka tersiksa secara perlahan dengan angsuran bank yang harus mereka penuhi.

Aku mengantur nafasku, bersiap untuk keluar dari kamar mandi. Tapi sebelum itu, ku kirimkan pesan pada abah.

[Bagaimana, Bah?]

Ya, setelah aku mendapatkan kiriman foto dan video panggilan kala itu, tak lama setelah itu, aku menceritakan semuanya pada keluargaku.

"Astagfirullahaladzim, " ucap abah lirih mana kala setelah melihat foto-foto pernikahan mas Arga.

"Kurang aj*r Arga! Dasar laki-laki tak bermoral! " umpat mas Sholeh, kakakku satu-satunya.

"Ini nggak bisa dibiarkan, Mas nggak rela adik perempuan satu-satunya, Mas, di permainan seperti ini. Apa mereka lupa kalau empa bulan yang lalu, merekalah yang mendatangi kami untuk melamarmu, hah! "

"Tenangkan dirimu, Sholeh, " ujar umi yang mencoba menenangkan anak sulungnya.

Meskipun tampak diam sejak tadi, tapi aku bisa merasakan bahwa umi juga merasa kecewa atas perbuatan menantu dan keluarga besannya itu. Sementara abah, masih diam sembari beristighfar pelan.

Dan aku tahu, dibalik diamnya abah, pasti beliau sedang memikirkan cara untuk masalahku.

Dan aku, kalaupun harus bercerai, aku siap. Lagipula untuk apa mempertahankan laki-laki macam mas Arga. Bukankah lebih baik menjadi janda daripada berbagi suami dengan mantannya sendiri.

"Kita grebek saja mereka nanti, lagian mana mungkin mereka menikah resmi tanpa surat-surat? Abah, kan, mudin, pakde Rudi lurah, nggak mungkin kalau sampai nggak tahu, apalagi ini termasuk orang terdekat di keluarga kita, " tutur mas Sholeh.

Sejenak aku mencerna penuturan kakakku ini. Ada benarnya apa yang ia ucapkan. Pernikahan itu pasti hanya pernikahan siri, karena kalau resmi seharusnya mas Arga mengurusnya terlebih dahulu.

Itu artinya, ketika mengurus untuk syarat-syarat pernikahan ia seharusnya berhadapan dengan orang kelurahan. Sementara abah selaku mudin yang kerap mengurusi siapa saja yang akan menikah pun tak tahu menahu soal ini.

Wah, kakakku ini memang luar biasa, ia selalu melindungiku dari dulu. Bahkan saat aku dikatain perawan tua, hanya dia, setelah orang tuaku yang tidak ikut-ikutan mengumpatku.

Bahkan setelah menikah pun ia masih setia melindungiku dan menjagaku. Katanya, aku salah satu alasan kenapa dia menikah dengan orang yang sekampung juga.

Padahal, aku tahu itu hanya bualannya saja. Wanita cantik nan sholehah, mbak Lita. Anak ustadz Zaky di kampung ini. Laki-laki mana yang tak tertarik jika dijodohkan dengannya. Hihii.

"Kamu cari bukti kuat dulu, pastikan kalau foto itu asli, apalagi yang ngirim nggak jelas orangnya, " kata abah.

"Tapi, Bah .... "

"Abah dan pakdemu akan cari tahu dulu informasi yang masuk di kelurahan, daftar siapa saja yang akan menikah bulan ini. "

"Iya, Bah, " kuiyakan saja perintah abah, kalaupun harus berdebat yang ada tak kelar-kelar nantinya.

Semenjak saat itu, sembari menunggu kabar dari abah, aku memikirkan cara untuk mengamankan sertifikat tanah milikku yang sudah terlanjur di gadaikan di bank.

Aku tak ingin, jika aku bercerai, keluarga mas Arga malah mengelak tak mau membayar angsuran bulannya.

Mengingat mas Arga hanya cleaning service di sebuah rumah sakit swasta yang gajinya sekitar dua juta. Itu belum berkurang kebutuhan sehari-hari, belum jatah ke ibunya, sementara selama ini aku yang selalu menutupi kekurangan keuangan dengan berjualan online yang untungnya tak seberapa.

Walau kata Lela, keuntungan jualan onlineku terbilang banyak karena tak jarang bisa menembus satu juta sebulannya, bagiku sama saja, karena harus menambal keungan rumah tangga. Eee, ini malah pakai acara menikah lagi.

Cukup lama aku berdiam diri di kamar mandi. Ku lihat lagi ponselku, ternyata abah sudah membalas pesanku. Dengan cepat aku membukanya.

[Iya, nanti kamu ke rumah abah, jangan ajak Arga. Abah dan pakde ada rencana untukmu.]

[Njih, Bah]

Hari ini harus ku tuntaskan semua. Mendapatkan tanda tangan perjanjian agar mereka tak kabur dari tanggung jawabnya kelak, mengingat angsuran bank akan lunas kurang lebih tiga tahun lagi. Setelah itu, melakukan rencana dari abah.

Aku kembali ke luar. Saat melewati kamar Tara, ingin sekali aku membukanya tapi kemungkinan besar pasti wanita jal*ng itu sudah disembunyikan di tempat lain. Lagipula, ada Rosi yang berada di ruang tengah yang sedang berjoget-joget tak jelas di depan layar ponselnya.

Ku urungkan niatku, dan berjalan kearah teras dimana ada ibu, mas Arga dan Rumi di sana.

"Silakan tanda tangan. Mas, kamu juga, kalau enggak berarti benar kalau kamu selungkuh, " kataku seraya mendudukkan badanku di kursiku semula.

"Apa hubungannya sama aku selingkuh atau engga? "

"Mas, kamu inget gosip yang aku ceritakan tadi malam, kan? Jangan-jangan itu kamu lagi! "

Mas Arga seketika terkejut. "A-apa? Jangan dengerin gosip, deh. Lagian itu bukan aku, " balasnya.

"Buruan tanda tangan, setelah itu aku mau pulang ke rumah abah. "

"Mau ngapain, Nduk? " tanya ibu mertuaku. Masih terlihat lembut.

"Disuruh pulang katanya, mas Sholeh juga gitu katanya, Bu. Mungkin mau pembagian tanah yang di kampung sebelah, " ujarku berbohong.

"Yaudah, tanda tangan Rum, " titah mas Arga. Ia tampak bersemangat mendengar kata pembagian tanah.

"Ibu juga, Mas juga, " peringatku.

Mereka pun bergantian menandatangi surat tersebut. Sebenarnya, harus ada tanda tangan Tama juga selaku orang yang katanya sebagai peminjam.

"Tama gimana, nih? " tanya mas Arga.

"Ntar nyusul," kataku.

"Yaudah, Mas antar ke rumah abah, Yuk, " ajak mas Arga hendak bangkit dari kursinya.

"Antar aja ya Mas, soalnya ini baru rembukkan, jadi hanya keluarga inti. Mas Sholeh juga nggak ngajak anak istrinya, kok. "

"Iya, yang penting kamu selamat sampai sana. "

Dih, sok banget suamiku ini. Memangnya hidup matiku tergantung dia apa, bisa menjamin keselamatanku. Astagfirullah, kenapa dulu aku bisa menikah dengan lelaki macam dia, sih.

Astaghfirullah, aku dan keluargaku merasa tertipu dengan sikap manis nan baiknya selama ini. Sampai-sampai aku dengan suka rela dan percaya begitu saja memberikan sertifikat tanahku. Aku pun tak henti-hentinya beristighfar.

Sama halnya ke rumah ibu meretua, ke rumah orang tuaku pun tak memakan banyak waktu, karena memang kami hanya tinggal di satu kelurahan saja.

Setelah sampai di rumah orang tuaku, terlihat abah dan pakde Rudi yang masih berpakain dinasnya sedang duduk-duduk santai di teras.

Aku mencium punggung tangan mereka, lalu masuk ke dalam rumah. Membiarkan mas Arga ikut duduk sejenak bersama mereka.

Sebenarnya pun aku tak benar-benar masuk, hanya berhenti di ruang tamu. Mengintip pembicaraan mereka dari balik jendela yang tepat di dekat mereka.

"Heran saya, ibu-ibu di kampung kok hobinya ngegosip, mana yang di gosipin itu-itu terus lagi, " ucap pakde setelah berbasa-basi dengan Arga.

"Emang gosipin apa, Pakde? "

"Itu lho, suami yang katanya keluar kota tapi malah nikah lagi. Emang salahnya dimana kalau laki-laki nikah lagi? Ya ga, Paklik? " Pakde mengalihkan pandangannya sejenak kearah abah.

"Ya, nggak ada salahnya, Mas. Ya, kan, Ga? " kali ini abah menoleh kearah mas Arga.

"I-iya, Bah. "

Mas Arga tampak ciut. Ia seperti dipaksakan untuk mengeluarkan senyuman dari bibirnya.

Lagian, pintar juga kedua orang yang ku hormati itu berakting. Padahal, sebelumnya aku tak pernah memintanya berucap demikian.

Setelah kurang lebih lima belas menitan mereka bertiga mengobrol, pakde pamit katanya mau ada yang diurus. Mas Arga pun ikutan pamit, karena sesuai perkataanku tadi, bahwa ini hanya rembukkan dari keluarga inti.

Continue to read this book for free
Scan code to download App
Comments (1)
goodnovel comment avatar
Bunda Wina
wow ayah dan paklik keren tuh nyindir arga
VIEW ALL COMMENTS

Latest chapter

  • Sebuah Kisah Usai Perceraian    Last Chapter

    #MPSPart 80 Last ChapterKu alihkan pandanganku pada kedua orang tuaku. "Abah dan umi yang menyarankan Rosi untuk masuk pondok ya?"Mendengar pertanyaanku abah dan umi malah saling melempar senyum dengan ekspresi wajah yang aku tak bisa memahaminya. Kalau pun memang mereka yang menyarankan Rosi untuk pergi ke pondok, mengapa hal itu harus disembunyikan dariku? Sebegitu besarkah mereka menginginkanku untuk benar-benar menjauhi Rosi? Atau adakah hal lain yang disembunyikan oleh kedua orang tuaku itu?"Abah dan umi gak cuman menyarankan, Mbak. Beliau juga yang memasukanku ke sana dan membiayai kebutuhanku selama di pondok," ujar Rosi lagi. "Tepatnya abah patungan sama Tama. Jadi Tama dan istrinya juga ada andil soal biaya pondok juga kebutuhan Rosi," sela abah yang membuatku menoleh kearahnya. "Terus kenapa selama ini abah gak bilang sama aku?" tanyaku penasaran. Di titik ini aku merasa sedikit kecewa dengan keputusan abah yang tidak memberitahukanku tentang Rosi. Malah yang ada beli

  • Sebuah Kisah Usai Perceraian    Pertemuan Setelah Satu Tahun

    #MPSPart 79 Pertemuan Setelah Satu TahunKetakutanku semakin menjadi-jadi ketika mas Abdullah sudah turun dari mobilnya dan melihat keberadaan Tama dan Rumi yang sudah berdiri di dekatku. Jatungku mendadak berdegup kencang berharap semuanya baik-baik saja dan tidak ada keributan sama sekali. Dan saat mas Abdullah sudah berhadapan dengan Tama dan Rumi, hal yang tak ku sangka-sangka pun terjadi. Ya, aku melihat mas Abdullah yang tampak ramah dan biasa saja terhadap Rumi juga suaminya. Bukan di situ saja, aku juga dikejutkan dengan kedatangan abah yang tiba-tiba pulang padahal masih di jam kerja. "Sudah datang semua?" tanya abah yang juga tampak biasa saja. Aku semakin bingung melihat sikap mas Abdullah dan abah yang seperti ini. Meskipun dilain sisi aku juga merasa senang lantaran kedua orang yang ku sayangi itu seperti sudah tak ada lagi rasa benci terhadap anak dan menantu dari bu Darmi tersebut. "Abah? Mas?" ku lihat wajah abah dan suamiku secara bergantian. Mas Abdullah dan a

  • Sebuah Kisah Usai Perceraian    Bertemu Kembali

    #MPSPart 79 Bertemu KembaliKu lihat wajah umi yang sudah kembali normal. "Fira gak salah dengar 'kan?" tanyaku pada umi. "Selesai sarapan terus siap-siap. Ikut umi pergi," kata umi lalu melanjutkan lagi aktivitasnya. Seperti akan mendapatkan sebuah jawaban dari rasa penasaranku, aku pun dengan hati yang senang lantas mengikuti langkah umi dengan bersemangat. ***"Kenapa kita ke sini, Mi?" tanyaku keheranan. Sebab ternyata umi mengajakku ke rumah bu Darmi yang masih sepi. Entah apa alasan yang mendasari ibuku itu membawaku kembali ke tempat yang bagiku pernah memiliki kenangan pahit terhadapnya. "Sebentar, ya," kata umi. Umi pun mengetuk pintu utama rumah ini. Dan beberapa detik kemudian pintu pun terbuka. Aku cukup terkejut ketika mengetahui Rumi yang keluar dari rumah tersebut. Ia tampak masih seperti dulu dan keadaannya juga terlihat lebih baik. "Ya Allah, mbak Fira?" Rumi tampak terkejut ketika melihat diriku yang berdiri di hadapannya. "Kamu sehat, Mbak?" Rumi memelukk

  • Sebuah Kisah Usai Perceraian    Satu Tahun Berlalu

    #MPSPart 78 Satu Tahun BerlaluPanggilan telepon pun berakhir. Dan sayangnya sampai di detik terakhir panggilan tersebut aku belum sempat mendengar suara Rosi lantaran kata Rumi ia sudah tertidur setelah lelah menangis karena kepergianku tadi. Mendengar hal itu entah mengapa tiba-tiba kedua mataku berkaca-kaca. Sungguh, rasa bersalah mendadak menguncang batinku. "Rosi, semoga kamu selalu baik-baik saja ya," batinku dengan rasa sakit yang teramat dalam. ***Beberapa hari berlalu dan aku tak lagi mendengar kabar tentang keluarga bu Darmi termasuk bagaimana keadaan Rosi. Baik diriku ataupun Rumi pun sama sekali tak saling memberi kabar yang berkaitan dengan Rosi. Selain saran dari abah beberapa waktu yang lalu, mas Abdullah juga dengan tegas memintaku untuk benar-benar berhenti menghubungi Rosi. Bahkan sekedar bertanya pada tetangga atau mencari tahu melalui media sosial pun tak diperbolehkannya. Meski berat namun aku juga tak punya kuasa apa-apa. Aku hanya bisa menurut apa yang su

  • Sebuah Kisah Usai Perceraian    Saran dari Abah

    #MPSPart 76 Saran dari Abah"Kita gak perlu pengakuan, Mas!" sergah tama yang membuatku dan lainnya menoleh kearahnya. "Langsung laporkan saja!" tandasnya lagi. Mendengar hal itu spontan mataku menoleh kearah bu Darmi yang tercengang melihat sikap anaknya itu. Dalam hati aku berkata, "kalah sudah kamu, Bu!""Gak!" bu Darmi beranjak dari tempat duduknya. "Tama, jangan jadi anak durhaka kamu!" tunjuk bu Darmi pada anak keduanya itu dengan mata melotot yang amat menyeramkan. Lalu jari telunjuk bu Darmi berubah kearahku dan mas Abdullah. "Dan kalian, pergi dari rumahku sekarang! Pergi!" usir bu Darmi tanpa ampun untuk kami. Aku menoleh kearah wajah suamiku yang sepertinya memang sudah kehilangan rasa bersabarnya. "Kita pergi!" kata mas Abdullah seraya menarik tanganku lalu berjalan keluar rumah. "Mbak Saudah, tolong jangan pergi, Mbak!" teriak Rosi saat aku mulai berjalan meninggalkan ruangan. Ia hendak berlari guna mencegahku, namun dengan cepat ibunya menahan tubuhnya yang menyebab

  • Sebuah Kisah Usai Perceraian    Kemunculan Rosi

    #MPSPart 75 Kemunculan RosiDan di titik inilah aku bisa kembali tersenyum penuh bangga pada suamiku. Sebab, ku yakini sebentar lagi kebenaran antara bu Darmi atau Rosi akan terungkap. Beberapa detik setelah mas Abdullah berkata demikian, aku mendengar langkah kaki yang berjalan kearah kami. Rosi secara tiba-tiba muncul di hadapan kami semua dengan tatapan tajam yang mengarah ke ibunya sendiri. Melihat Rosi yang seperti itu sontak membuat suasana menjadi tegang kembali. Entah apa yang akan diperbuat Rosi sampai-sampai ia bisa memberanikan diri untuk keluar. Merasa suasana tidak kondusif aku pun berusaha memberikan senyuman manis kearah Rosi ketika ia melirikku. Meskipun sebenarnya dalam hati takut juga kalau anak itu tiba-tiba berbuat diluar dugaan. Namun di sisi lain aku juga berharap senyuman yang ku berikan bisa sedikit meredamkan amarahnya yang tampak sudah diujung kepala. Cukup lama Rosi membuat kami tertegung melihat kondisinya yang seperti itu. Dan benar saja, tiba-tiba ta

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status