Share

Dimana Istri Barumu ?

Penulis: OptimisNa_12
last update Terakhir Diperbarui: 2022-05-28 01:47:30

Part 7 Dimana istri barumu?

[Malam ini aku nginep di rumah abah dulu, mas nggak usah jemput]

Ku kirim pesan W* untuk mas Arga, sesuai perintah abah.

[Iya, Dek]

***

Waktu menunjukkan 19.30, sembari makan malam, aku, abah, umi dan keluarga kecil mas Sholeh menunggu kedatangan pakde Rudi.

Ya, malam ini kami akan melakukan rencana yang sudah disusun abah.

Derrt ...

Pesan W* ku terima dari Lela. Ia ku minta untuk mengawasi mas Arga sejak pesan W* ku kirimkan padanya sore tadi. Lela memberitahukan bahwa mas Arga pergi sejak usai mahgrib tadi. Entah kemana, yang jelas tidak memakai helm, jaket atau perlengkapan jika akan pergi jauh. Hanya berpakaian biasa.

Sudah dapat ku simpulkan, bahwa mas Arga pasti pergi ke rumah ibunya. Tentu ini bagus. Penggrebekan malam ini akan disaksikan juga oleh keluarga mas Arga.

"Assalamualaikum. "

Terdengar salam dari luar, itu pasti pakde. Mas sholeh pun tanpa diminta ia bergegas meninggalkan makanannya dan membukakan pintu.

Kami pun menyusul langkah mas Sholeh. Sementara mbak Lita tetap diam karena masih menyuapi Fatih, anaknya.

Pakde datang dengan seseorang yang kami para warga sekampung tahu siapanya dirinya. Pak Agus. Salah satu bawahan pakde di kantor.

Abah mempersilakan pakde juga pak Agus duduk di ruang tamu. Aku, umi dan mas Sholeh pun ikutan bersama.

"Ngomong kamu, Gus! " ujar pakde pada bawahannya yang duduk di sebelahnya.

Pak Agus tampak ketakutan, dengan wajah yang menunduk sejak kedatangannya tadi. Bahkan raut wajahnya juga terlihat risau dan gelisah.

"Ma-maaf, Pak Budi dan keluarga, sa-saya, minta maaf, " ucap pak Agus tergagap. Ia benar-benar terlihat ketakutan.

"Wess, lama kamu, Gus, biar saya saja yang jelasin, " sahut pakde.

Pakde menjelaskan panjang lebar apa yang dimaksud dengan permintaan maaf dari bawahannya tersebut. Dimana, ternyata pak Agus adalah orang yang membantu mengurus syarat-syarat pernikahan mas Arga dengan Preti, dan uang sebesar dua juta sebagai penutup mulutnya. Astaghfirullah.

Alasannya, kenapa pak Agus sampai menerima suap tersebut, dikarenakan desakkan anaknya yang sedang membutuhkan tambahan biaya untuk membayar kuliah.

"Pantes, waktu itu dia minta tanda tangan saya di surat pengantar, perihal pernikahan juga, tapi salahnya saya nggak nanya siapa yang mau nikah. Soalnya waktu itu saya sedang diburu-buru waktu mau ke kecamatan, " tutur pakde.

"Maafkan saya, Mbak Fira. Saya menyadari kesalahan saya, dan saya akan kembalikan uang dua juta itu ke mas Arga. Saya nggak mau ngasih uang haram untuk pendidikan anak saya, " jelas pak Agus.

Abah menghela nafasnya. Beliau tampak sedikit syok mendengar penjelasan dari teman sekantornya itu.

Bagaimana tidak, hampir setiap hari abah dan pak Agus bertemu. Pak Agus pun tak menampakkan gelagat yang mencurigakan.

Tepi kenyataan sungguh pahit. Teman sekantornya malah membantunya merusak rumah tangga anaknya.

"Saya khilaf, Pak, tolong maafkan saya, " pak Agus terus saja memohon maaf. Kali ini ia berlutut dikaki abah yang duduk di hadapannya. Membuat abah sedikit terkejut.

"Nasi sudah menjadi bubur. Kami InsyaaAllah akan memaafkanmu, asal memang kamu benar-benar bertaubat, " kata Abah seraya berusaha membangkitkan pak Agus.

Memang benar, nasi sudah menjadi bubur. Mas Arga sudah terlanjur menikah dengan Preti. Dan, aku pikir ini tidak sepenuhnya salah pak Agus, karena ia hanya menjalankan tugasnya untuk membantu mas Arga, meskipun caranya salah.

"Sekarang saja Pakde. Fira sudah dapat kabar dari Lela, kalau Arga sudah pergi dari tadi, " ujar mas Sholeh.

Kakakku ini memang terlihat tak sabaran ingin mendatangi mas Arga. Raut wajahnya saja sudah seperti terpenuhi emosi yang memuncak.

Namun, masyaaAllah, mas Sholeh tetap diam ketika pak Agus mengakui kesalahannya. Ia tetap menjaga sikapnya, mungkin ia kasihan melihat pak Agus yang memang sedari tadi tak berani mengangkat kepalanya.

"Yawis, ayo! " pakde pun bersemangat. Ia bangkit dari kursinya lalu berjalan keluar.

"Umi, Fira pamit, tolong doakan Fira, ", kataku seraya mencium takzim tangannya, lalu memeluknya.

Kami pun mengikuti langkah pak Lurah, kecuali umi. Beliau menunggu di rumah ditemani mbak Lita.

Kami berangkat menggunakan mobil pakde menuju rumah bu Darmi, ibu mertuaku.

Perjalanan memakan waktu sekitar sepuluh menit. Karena rumah orangtuaku terletak di perbatasan kampung, sementara ibu mertuaku tak jauh dari kantor kelurahan yang berada di tengah-tengah kampung, namun dekat dengan jalan utama yang menghubungkan satu kecamatan dengan yang lainnya.

Kami pun sampai. Mobil langsung masuk ke halaman rumah ibu mertua. Dan benar saja, seperti dugaan kami sebelumnya. Terlihat motor matic milik mas Arga terparkir di depan teras rumah ibunya.

Mas Sholeh juga sudah di wanti-wanti sama abah, untuk menahan emosinya jika bertemu mas Arga. Karena tujuan kami datang, untuk meluruskan masalah. Memberi pelajaran, bahwa perbuatan mereka salah dengan menikahkan mas Arga yang sudah jelas-jelas beristri. Menikahnya diam-diam pula.

Pakde turun duluan bersama pak Agus. Aku, mas Sholeh juga abah menunggu sejenak di dalam mobil.

Setelah mengucap salam, dan ibu pun membukakan pintu depan. Tak terlalu jelas apa yang mereka obrolan, namun ku rasa mereka hanya berbasa-basi. Tapi, raut wajah ibu seperti gelisah manakala melihat pak Agus yang datang bersamaan dengan pakde.

Tak lama setelah itu, mas Arga muncul dari dalam. Membersamai mereka yang masih berdiri di depan pintu.

Aku, mas Sholeh juga abah, pun bergegas keluar dari mobil. Berjalan kearah mereka.

"Fira? Abah? Sholeh? " ujar mas Arga ketika melihat kami.

Mas Arga mengulurkan tangannya hendak mencium punggung tangan abah, namun dengan cepat abah menangkisnya. Begitu juga dengan aku, tak sudi aku menyalaminya seperti biasanya.

Dadaku rasanya sesak melihat pemandangan ini. Emosiku tiba-tiba sudah di ubun-ubun rasanya. Ingin sekali aku memaki-maki lelaki yang masih menyandang status suamiku ini.

"Mana istri barumu? " tanpa basa-basi abah menodong pertanyaan demikian pada mas Arga.

Mas Arga dan ibu seketika terperanjat mendengarnya. Sampai-sampai Tama dan istrinya pun keluar menghampiri kami.

"I-istri? Maksud Abah? " mas Arga tergagap.

Suasana tiba-tiba menjadi tegang. Dan abah, tak pernah ku jumpai beliau semarah ini.

Perasaanku bercampur aduk. Deg-degan. Apa yang akan abah lakukan pada mereka? Sementara kita semua mengetahui bahwa mas Arga menikah lagi secara sah agama juga negara.

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi
Komen (2)
goodnovel comment avatar
Djono Family
hhhhmmmmmmmmmmmm
goodnovel comment avatar
Bunda Wina
apa nanti Arga mengaku tuh udh menikah lagi
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terbaru

  • Sebuah Kisah Usai Perceraian    Last Chapter

    #MPSPart 80 Last ChapterKu alihkan pandanganku pada kedua orang tuaku. "Abah dan umi yang menyarankan Rosi untuk masuk pondok ya?"Mendengar pertanyaanku abah dan umi malah saling melempar senyum dengan ekspresi wajah yang aku tak bisa memahaminya. Kalau pun memang mereka yang menyarankan Rosi untuk pergi ke pondok, mengapa hal itu harus disembunyikan dariku? Sebegitu besarkah mereka menginginkanku untuk benar-benar menjauhi Rosi? Atau adakah hal lain yang disembunyikan oleh kedua orang tuaku itu?"Abah dan umi gak cuman menyarankan, Mbak. Beliau juga yang memasukanku ke sana dan membiayai kebutuhanku selama di pondok," ujar Rosi lagi. "Tepatnya abah patungan sama Tama. Jadi Tama dan istrinya juga ada andil soal biaya pondok juga kebutuhan Rosi," sela abah yang membuatku menoleh kearahnya. "Terus kenapa selama ini abah gak bilang sama aku?" tanyaku penasaran. Di titik ini aku merasa sedikit kecewa dengan keputusan abah yang tidak memberitahukanku tentang Rosi. Malah yang ada beli

  • Sebuah Kisah Usai Perceraian    Pertemuan Setelah Satu Tahun

    #MPSPart 79 Pertemuan Setelah Satu TahunKetakutanku semakin menjadi-jadi ketika mas Abdullah sudah turun dari mobilnya dan melihat keberadaan Tama dan Rumi yang sudah berdiri di dekatku. Jatungku mendadak berdegup kencang berharap semuanya baik-baik saja dan tidak ada keributan sama sekali. Dan saat mas Abdullah sudah berhadapan dengan Tama dan Rumi, hal yang tak ku sangka-sangka pun terjadi. Ya, aku melihat mas Abdullah yang tampak ramah dan biasa saja terhadap Rumi juga suaminya. Bukan di situ saja, aku juga dikejutkan dengan kedatangan abah yang tiba-tiba pulang padahal masih di jam kerja. "Sudah datang semua?" tanya abah yang juga tampak biasa saja. Aku semakin bingung melihat sikap mas Abdullah dan abah yang seperti ini. Meskipun dilain sisi aku juga merasa senang lantaran kedua orang yang ku sayangi itu seperti sudah tak ada lagi rasa benci terhadap anak dan menantu dari bu Darmi tersebut. "Abah? Mas?" ku lihat wajah abah dan suamiku secara bergantian. Mas Abdullah dan a

  • Sebuah Kisah Usai Perceraian    Bertemu Kembali

    #MPSPart 79 Bertemu KembaliKu lihat wajah umi yang sudah kembali normal. "Fira gak salah dengar 'kan?" tanyaku pada umi. "Selesai sarapan terus siap-siap. Ikut umi pergi," kata umi lalu melanjutkan lagi aktivitasnya. Seperti akan mendapatkan sebuah jawaban dari rasa penasaranku, aku pun dengan hati yang senang lantas mengikuti langkah umi dengan bersemangat. ***"Kenapa kita ke sini, Mi?" tanyaku keheranan. Sebab ternyata umi mengajakku ke rumah bu Darmi yang masih sepi. Entah apa alasan yang mendasari ibuku itu membawaku kembali ke tempat yang bagiku pernah memiliki kenangan pahit terhadapnya. "Sebentar, ya," kata umi. Umi pun mengetuk pintu utama rumah ini. Dan beberapa detik kemudian pintu pun terbuka. Aku cukup terkejut ketika mengetahui Rumi yang keluar dari rumah tersebut. Ia tampak masih seperti dulu dan keadaannya juga terlihat lebih baik. "Ya Allah, mbak Fira?" Rumi tampak terkejut ketika melihat diriku yang berdiri di hadapannya. "Kamu sehat, Mbak?" Rumi memelukk

  • Sebuah Kisah Usai Perceraian    Satu Tahun Berlalu

    #MPSPart 78 Satu Tahun BerlaluPanggilan telepon pun berakhir. Dan sayangnya sampai di detik terakhir panggilan tersebut aku belum sempat mendengar suara Rosi lantaran kata Rumi ia sudah tertidur setelah lelah menangis karena kepergianku tadi. Mendengar hal itu entah mengapa tiba-tiba kedua mataku berkaca-kaca. Sungguh, rasa bersalah mendadak menguncang batinku. "Rosi, semoga kamu selalu baik-baik saja ya," batinku dengan rasa sakit yang teramat dalam. ***Beberapa hari berlalu dan aku tak lagi mendengar kabar tentang keluarga bu Darmi termasuk bagaimana keadaan Rosi. Baik diriku ataupun Rumi pun sama sekali tak saling memberi kabar yang berkaitan dengan Rosi. Selain saran dari abah beberapa waktu yang lalu, mas Abdullah juga dengan tegas memintaku untuk benar-benar berhenti menghubungi Rosi. Bahkan sekedar bertanya pada tetangga atau mencari tahu melalui media sosial pun tak diperbolehkannya. Meski berat namun aku juga tak punya kuasa apa-apa. Aku hanya bisa menurut apa yang su

  • Sebuah Kisah Usai Perceraian    Saran dari Abah

    #MPSPart 76 Saran dari Abah"Kita gak perlu pengakuan, Mas!" sergah tama yang membuatku dan lainnya menoleh kearahnya. "Langsung laporkan saja!" tandasnya lagi. Mendengar hal itu spontan mataku menoleh kearah bu Darmi yang tercengang melihat sikap anaknya itu. Dalam hati aku berkata, "kalah sudah kamu, Bu!""Gak!" bu Darmi beranjak dari tempat duduknya. "Tama, jangan jadi anak durhaka kamu!" tunjuk bu Darmi pada anak keduanya itu dengan mata melotot yang amat menyeramkan. Lalu jari telunjuk bu Darmi berubah kearahku dan mas Abdullah. "Dan kalian, pergi dari rumahku sekarang! Pergi!" usir bu Darmi tanpa ampun untuk kami. Aku menoleh kearah wajah suamiku yang sepertinya memang sudah kehilangan rasa bersabarnya. "Kita pergi!" kata mas Abdullah seraya menarik tanganku lalu berjalan keluar rumah. "Mbak Saudah, tolong jangan pergi, Mbak!" teriak Rosi saat aku mulai berjalan meninggalkan ruangan. Ia hendak berlari guna mencegahku, namun dengan cepat ibunya menahan tubuhnya yang menyebab

  • Sebuah Kisah Usai Perceraian    Kemunculan Rosi

    #MPSPart 75 Kemunculan RosiDan di titik inilah aku bisa kembali tersenyum penuh bangga pada suamiku. Sebab, ku yakini sebentar lagi kebenaran antara bu Darmi atau Rosi akan terungkap. Beberapa detik setelah mas Abdullah berkata demikian, aku mendengar langkah kaki yang berjalan kearah kami. Rosi secara tiba-tiba muncul di hadapan kami semua dengan tatapan tajam yang mengarah ke ibunya sendiri. Melihat Rosi yang seperti itu sontak membuat suasana menjadi tegang kembali. Entah apa yang akan diperbuat Rosi sampai-sampai ia bisa memberanikan diri untuk keluar. Merasa suasana tidak kondusif aku pun berusaha memberikan senyuman manis kearah Rosi ketika ia melirikku. Meskipun sebenarnya dalam hati takut juga kalau anak itu tiba-tiba berbuat diluar dugaan. Namun di sisi lain aku juga berharap senyuman yang ku berikan bisa sedikit meredamkan amarahnya yang tampak sudah diujung kepala. Cukup lama Rosi membuat kami tertegung melihat kondisinya yang seperti itu. Dan benar saja, tiba-tiba ta

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status